Mohon tunggu...
Nurin Nadhilah Agustin
Nurin Nadhilah Agustin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Konsumsi Ekstrak Buah Ciplukan (Physalis angulata L.) sebagai Upaya Pencegahan Maraknya Anemia pada Pandemi Covid-19

1 Desember 2021   09:35 Diperbarui: 9 Mei 2024   11:03 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://lh3.googleusercontent.com/H8k4I9N_mFd44V-Sul-5Pt57UFwX5eK8JVBHsEctjPUPHHCslVmiNqkQzRuXVunE-Y9d=s128

Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak besar yang signifikan terutama pada kesehatan setiap orang, seperti perubahan pola konsumsi per harinya yang menjadi tidak menentu hingga kekurangan nutrisi penting yang dibutuhkan oleh tubuh. Anemia menjadi salah satu masalah pada bidang kesehatan gizi yang perlu diperhatikan karena tingkat kasusnya yang terbilang cukup tinggi. Anemia didefinisikan sebagai situasi dimana tubuh memiliki jumlah kandungan Hemoglobin (Hb) dalam sel darah merah yang kurang mencukupi dan berdampak pada terganggunya penyebaran oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Hal yang ditimbulkan dari anemia yang sering terjadi pada remaja putri ini terbilang cukup memprihatinkan dan butuh perhatian lebih, seperti masalah kesehatan yang dapat menyebabkan ketidakoptimalan kinerjanya selama sekolah, dan alhasil prestasi pun menurun. Pada masa dewasa, penyakit anemia yang dialami dapat menimbulkan efek yang lebih parah jika sedang dalam kondisi hamil karena dapat mengganggu pertumbuhan serta perkembangan si janin, dan lebih bahayanya berakibat pada kematian ibu dan anak.

Penduduk yang mengalami anemia memiliki persentase sekitar angka 30% atau setara dengan 2,20 miliar orang dengan mayoritas bertempat tinggal pada daerah tropis, dengan prevalensi anemia secara global sekitar 51% (Suryani, Hafiani, & Junita, 2017). Data WHO dalam Worldwide Prevalence of Anemia menunjukan bahwa total keseluruhan penduduk dunia yang menderita anemia adalah 1,62 miliar orang dengan prevalensi usia pra sekolah 47,4%, usia sekolah 25,4%, wanita usia subur 41,8% dan pria 12,7%. Kemenkes RI (2013) menunjukkan angka prevalensi anemia dalam lingkup nasional dan semua usia adalah 21,70%. Prevalensi anemia yang dialami oleh kelompok perempuan cenderung lebih tinggi yaitu sebesar 23,90%, dan jika dibandingkan laki-laki yang sebesar 18,40%.

Dalam menangani penyakit anemia atau kekurangan sel darah merah, diharuskan memperbanyak konsumsi makanan atau minuman dengan kandungan zat besi yang bermanfaat untuk menambah jumlah Hemoglobin (Hb) yang diperlukan oleh darah, salah satunya contoh sumbernya adalah ciplukan. Tanaman ciplukan sering dianggap sebagai benalu karena tumbuh liar di mana saja oleh masyarakat terdahulu. Tanaman ciplukan dapat tumbuh dalam tanah dengan kondisi pH 6,6-7,5 atau dapat dikatakan mendekati netral, subur, serta tidak tergenang air. Tanaman ciplukan juga mampu tumbuh pada tanah yang kurang terawat, serta agak padat bersama dengan tanaman liar yang lainnya, tetapi pada realitanya, ciplukan ini menjadi tanaman liar yang memiliki beragam khasiat. Kandungan vitamin C pada ciplukan ini dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, serta jika dijadikan ekstrak dapat digunakan sebagai terapi anemia pada remaja putri ketika berada dalam masa menstruasi.

Selama pandemi Covid-19 ini terjadi, pencegahan anemia harus menjadi salah satu fokus utama bagi setiap orang. Dengan semakin tingginya kasus ini pun sangat berbahaya bagi generasi kedepannya. Maka dari itu, masyarakat harus selalu berusaha untuk dapat mengonsumsi zat gizi kaya akan besi, karena sifatnya mampu untuk menambahkan kadar Hb dalam darah yang diperlukan oleh tubuh untuk tercapainya kesehatan maksimal. Kandungan tinggi zat besi ini dapat ditemukan pada tanaman ciplukan yang dapat diolah menjadi ekstrak buah ciplukan.

Berdasarkan sebuah penelitian, menunjukkan bahwa sebagian besar remaja mengalami kenaikan kadar Hb setelah mendapatkan ekstrak tanaman ciplukan. Sebanyak 52 remaja (80,00%) dari total 65 remaja dalam kelompok eksperimen target berhasil mengalami peningkatan Hb dalam kurun waktu empat bulan. Peningkatan Hb didominasi terjadi pada remaja berusia 18-21 dengan persentase sebanyak 42,66% atau sekitar 32 orang. Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa tanaman ciplukan terbukti manfaatnya dalam membantu peningkatan kadar Hb dalam sel darah.

Selain tinggi akan zat besi, terdapat kandungan berkhasiat lainnya pada tanaman ciplukan, salah satunya adalah vitamin C yang juga berguna untuk mengatasi anemia, meningkatkan kekebalan tubuh, menjaga kesehatan pembuluh darah, dan lainnya. Berbagai zat gizi yang diperoleh dari tanaman ciplukan ini sudah terbukti ampuh dalam menangani keluhan yang dirasakan selama mengalami anemia. Keluhan yang sering terjadi seperti tubuh merasa lemas dan lemah, pusing yang sering timbul, dan tidak fokus karena sering mengantuk. Banyaknya khasiat yang dapat diperoleh dari tanaman ciplukan ini akan membantu setiap orang yang mengonsumsinya untuk tetap terjaga kesehatannya dari segala aspek.  

Berdasarkan uraian singkat di atas, artikel ini difokuskan pada cara pengolahan dan pemanfaatan tanaman ciplukan dalam mengatasi dan mencegah peningkatan anemia saat pandemi Covid-19. Tujuan dari penulisan artikel ilmiah konseptual ini adalah untuk menjelaskan secara lengkap mengenai bagaimana cara pengolahan dan pemanfaatan tanaman ciplukan dalam mencegah peningkatan anemia pada masa pandemi Covid-19. Pembuatan artikel ini juga dilakukan sebagai upaya preventif dari maraknya kasus anemia di kalangan masyarakat. Diharapkan tujuan yang telah kami tentukan dapat tercapai dan terealisasikan dengan baik demi terwujudnya kesehatan masyarakat.

TINGGINYA PENYAKIT ANEMIA DI INDONESIA

Kasus anemia yang umumnya terjadi pada perempuan khususnya pada remaja putri masih cukup tinggi hingga saat ini, menurut World Health Organization (WHO), prevalensi anemia dunia sebesar 40-88%, lalu besar kasus anemia pada remaja putri di negara-negara berkembang sekitar 53,7% dari keseluruhannya (WHO, 2010). Tingkat kasus Anemia yang terjadi di Indonesia juga mengalami peningkatan dari sebesar 37,1% pada tahun 2013, menjadi 48,9% pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018). Semakin tingginya tingkat kasus anemia di Indonesia banyak disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan gizi si penderita terutama kandungan zat gizi besi yang dimiliki. Makanan sehari-hari yang dikonsumsi mempunyai keterkaitan yang cukup erat dengan status gizi tubuh yang akan diperoleh. Apabila makanan atau minuman yang kita konsumsi memiliki nilai atau kualitas yang baik untuk kesehatan tubuh, maka otomatis akan diperoleh status gizi yang tercukupi dengan baik, dan sebaliknya, jika yang kita konsumsi mempunyai nilai dan kualitas yang buruk serta kandungan gizi yang kurang baik, maka dapat menyebabkan tubuh kekurangan gizi serta timbul penyakit anemia.

Kekurangan sel darah merah diakibatkan dengan menurunnya jumlah eritrosit dalam tubuh dengan diketahui melalui kadar Hemoglobin (Hb) yang tidak tercukupi di dalam eritrosit. Penyakit ini juga dapat dideskripsikan sebagai saat dimana tubuh memiliki kandungan Hemoglobin yang rendah di bawah batas normal yang seharusnya tubuh perlukan. Hemoglobin (Hb) dalam tubuh berguna untuk menghantarkan oksigen ke otot, otak, dan seluruh sel jaringan tubuh untuk dapat melakukan kerja atau fungsinya masing-masing dengan baik. Terbukti dari banyaknya kasus yang terjadi, anemia sering dialami oleh para remaja putri. Remaja putri yang menderita anemia, memiliki jumlah Hb di dalam darah sebesar < 12 gr/dl.

Gejala anemia yang terlihat dengan kasat mata adalah seperti penderita merasa lesu, lelah, letih, lemah, dan lunglai (5L) saat beraktivitas. Faktor-faktor yang dialami oleh kebanyakan remaja yang menderita anemia selain kurangnya zat gizi besi, yaitu rendahnya asupan vitamin A, folat, vitamin B12, vitamin C, riboflavin, serta terganggunya penyerapan zat besi dapat terjadi jika zat besi dikonsumsi bersamaan zat lain. Beberapa hal lainnya yang menjadi penyebab remaja putri sering mengalami anemia adalah dikarenakan hal-hal seperti menstruasi dimana pada masa itu, remaja putri kehilangan banyak darah. Selain itu, aktivitas diet yang dilakukan oleh remaja putri sering terdapat kesalahan atau tidak sesuai aturannya, lalu masa pertumbuhan yang terbilang cepat dengan ketidakseimbangan gizi juga masuk dalam penyebab timbulnya penyakit anemia.

Anemia termasuk dalam masalah kesehatan bidang gizi khususnya pada tidak tercukupinya zat gizi mikro dan hal ini terbilang cukup serius karena dapat menyebabkan komplikasi dalam lingkup kelompok seperti perempuan, bahkan bayi yang baru lahir. Anemia yang dialami oleh seorang remaja memiliki pengaruh yang cukup besar pada penurunan kesegaran jasmani, konsentrasi belajar, dan gangguan pertumbuhan yang bisa mempengaruhi ukuran tinggi badan dan berat badan yang tidak mencapai batas normal sesuai usianya (Herwandar & Soviyati, 2020). Anemia yang sering dialami oleh remaja putri memiliki risiko tinggi karena dapat berpengaruh terhadap imunitas tubuh yang turun dan sedang tidak stabil, di mana nantinya dapat menyebabkan suatu penyakit lebih mudah menyerang tubuh dan mengganggu kesehatan tubuh. Penyakit kekurangan darah ini yang terjadi karena minimnya asupan zat gizi besi pada remaja dan dewasa muda, dapat mengganggu jalannya kegiatan sehari-hari, serta berdampak negatif pada kinerja dan pertumbuhan kognitif mereka.

Prevalensi penyakit anemia pada balita yaitu sebesar 40,5%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1%, remaja putri usia 19-45 tahun sebesar 39,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, dan ibu nifas sebesar 45,1% (Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 2012).  Tingginya populasi terkenanya penyakit anemia terutama dalam lingkup remaja putri, diperlukan pencegahan serta penanganan yang tepat dan sesuai target ditambah dari kondisi saat ini yaitu pandemi Covid-19 ini yang dapat menjadi penyebab lainnya dari meningkatnya kasus anemia karena mudah terserangnya imunitas atau daya tahan tubuh. Campur tangan perihal pencegahan serta penanganan kasus anemia ini perlu disertai dengan mengedukasi pentingnya asupan zat gizi yang tepat dan perlu ditingkatkan melalui penguatan dan penambahan bermacam pangan dengan kandungan zat besi, serta peningkatan pelayanan kesehatan yang baik dan memadai. Selain itu, kita juga bisa mencegah dan menangani anemia dengan mengonsumsi makanan atau minuman herbal yang kaya akan zat besi ataupun zat gizi mikro lainnya yang dapat membantu peningkatan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah.

EKSTRAK BUAH CIPLUKAN

Ciplukan (Physalis sp.) adalah tumbuhan yang memiliki potensi untuk dilakukan pengembangan sebagai bahan industri biofarmaka yang ada di Indonesia. Pengembangan produksi ciplukan dapat dilakukan dengan cara penyediaan varietas unggul ciplukan guna meningkatkan kapasitas genetik melalui pemuliaan tanaman (Effendy et al., 2018). Pemanfaatan buah ciplukan sayangnya masih belum banyak dilakukan pengembangan oleh masyarakat luas. Perlu menghapuskan persepsi masyarakat yang menganggap ciplukan hanya sebagai tanaman pengganggu atau benalu yang tumbuh liar di mana selalu dimatikan saat akan tumbuh. Apabila hal ini terjadi secara berkepanjangan, dikhawatirkan tumbuhan ini akan mengalami kepunahan di masa mendatang.

Ciplukan banyak dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan baku dari obat tradisional yang dapat dikembangkan dalam industri bidang biofarmaka dan non biofarmaka. Manfaat dari ciplukan dalam bidang biofarmaka yaitu dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan seperti obat anti diare, anti kanker, obat bisul, maupun obat lainnya dikarenakan adanya kandungan yang terdapat pada ciplukan seperti fisalin B, D, F (Sharma et al., 2015). Di samping itu, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pada pengolahan jus, es krim, jeli, atau selai (Muniz et al., 2014). Terdapat pula banyak kandungan gizi dalam buah ciplukan, seperti vitamin, kalsium, fosfor, serta banyak zat mikro lainnya.

Salah satu kandungan buah ciplukan, yaitu zat besi mampu untuk mengatasi kekurangan kandungan sel darah merah atau yang kerap kali disebut anemia. Zat besi yang terdapat dalam buah berukuran kecil ini akan dapat meningkatkan kadar Hb dalam darah. Hemoglobin atau Hb sendiri mempunyai fungsi vital yaitu berperan sebagai protein pembentuk eritrosit atau sel darah merah yang dapat mengedarkan oksigen ke seluruh jaringan dalam tubuh. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian lebih lanjut guna mengetahui pemanfaatan tanaman ciplukan dan senyawa lain yang terkandung di dalam ekstrak buah ini secara lebih luas.

Sebuah penelitian mengenai kandungan zat besi buah ciplukan telah dilakukan oleh seorang mahasiswa D III Kebidanan Universitas Islam Madura. Penelitian diamati dengan menerapkan metode penelitian eksperimental yang disertai dengan model rancangan sebenarnya (True Experiment). Data yang diambil merupakan suatu data primer yang didapatkan melalui hasil uji kandungan hemoglobin pada remaja putri ketika berada pada fase menstruasi. Analisis diterapkan terhadap data hasil yang telah didapatkan selama proses penelitian dengan memanfaatkan analisis data secara induktif, serta dilakukan dengan cara menelaah secara keseluruhan dari data responden yang mengalami anemia dan sedang berada dalam masa menstruasi. Setelah diketahui kadar hemoglobin para responden, kemudian akan diberikan perawatan lebih lanjut dan pemberian dosis ekstrak ciplukan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

Pembuatan ekstrak ciplukan dilakukan dengan cara awal yaitu proses pembersihan dan pengeringan di bawah paparan panas matahari. Kemudian, dilakukan perebusan buah ciplukan menggunakan bubuk simplisia yang dibungkus dengan sebuah kain dan ditambahkan dengan air sebanyak 5 liter. Proses perebusan dilakukan selama 30 menit dengan dua kali pengulangan. Ekstrak air yang didapat dari proses perebusan akan diuapkan dalam sebuah bejana dengan suhu ± 80°C hingga dihasilkan ekstrak bersifat kental. Selanjutnya dilanjutkan dengan proses pengeringan menggunakan bantuan oven pada suhu ± 60°C hingga didapatkan wujud kering tanpa adanya kandungan air yang kemudian digiling menjadi serbuk.

Serbuk ciplukan yang telah melewati proses pengolahan dapat dimasukkan dan dikemas dalam sebuah kapsul obat yang terbuat dari gelatin agar lebih mudah saat dikonsumsi. Penggunaan ekstrak ciplukan juga dapat dilakukan dengan cara lain yaitu mencampurkan serbuk dengan makanan apabila tidak dapat mengonsumsi kapsul obat secara langsung. Tanaman ciplukan juga dapat dikonsumsi langsung dengan cara lebih sederhana yaitu direbus terlebih dahulu dengan air, lalu disaring dan diminum. Ketiga cara tersebut dapat dijadikan sebagai pilihan dalam menangani sekaligus mencegah anemia dalam sisi tanaman herbal, serta upaya pemanfaatan buah ciplukan secara maksimal dalam lingkup masyarakat luas.

Upaya dalam mencegah peningkatan kasus anemia di Indonesia dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman ciplukan. Dalam beberapa penelitian membuktikan bahwa kandungan zat besi yang terdapat pada tanaman ciplukan ini dapat membantu menaikkan jumlah Hb dalam darah yang diperlukan untuk menjaga kestabilan kadar sel darah merah dalam tubuh. Fungsi zat besi sendiri mengambil peranan vital yaitu berperan sebagai protein pembentuk sel darah merah yang memiliki fungsi dalam hal pengangkutan oksigen (Oâ‚‚) di dalam tubuh. Tercukupinya kandungan zat gizi mikro khususnya zat besi dalam tubuh akan berdampak pada pemenuhan zat gizi yang sangat diperlukan untuk peningkatan daya tahan tubuh dalam menjalani aktivitas sehari-hari dengan maksimal.

Maka dari itu, pemanfaatan dan pengolahan tanaman ciplukan perlu dikembangkan lebih lanjut sebagai bentuk dukungan pemenuhan zat gizi mikro, terutama zat besi yang diperlukan oleh masyarakat terutama di masa pandemi. Sasaran utamanya adalah untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai pemanfaatan dan cara pengolahan tanaman ciplukan dalam mencegah peningkatan kasus anemia di Indonesia khususnya di saat pandemi Covid-19. Pemanfaatan dan pengolahan tanaman ciplukan yang sederhana ini mempermudah kita dalam mengkonsumsinya untuk pemenuhan zat gizi besi sebagai upaya preventif terhadap penyakit anemia yang cukup tinggi di Indonesia.

DISUSUN OLEH :

Nurin Nadhilah Agustin dan Nada Safira

Universitas Brawijaya

DAFTAR RUJUKAN

Effendy, E., Respatijarti, R. dan Waluyo, B. 2018. Keragaman genetik dan Heritabilitas Karakter Komponen Hasil dan Hasil Ciplukan (Physalis sp.). Jurnal Agro, 5(1): 30-38.

Kaimudin, N. I. et al. 2017. Skrining dan Determinan Kejadian Anemia pada Remaja Putri SMA Negeri 3 Kendari Tahun 2017. JIMKESMAS: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2(6): 1-10.

Margarini, E. 2021. Remaja Putri Sehat Bebas Anemia di Masa Pandemi Covid-19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (Online) https://promkes.kemkes.go.id/remaja-putri-sehat-bebas-anemia-di-masa-pandemi-covid-19

Nasruddin, H. et al. 2021. Angka Kejadian Anemia pada Remaja di Indonesia. Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(4): 357-364.

Sutjiatmo, A.B. dan Vikasari, S.N. (2021). Ciplukan Untuk Kesehatan (Kajian Kualitas, Efikasi, dan Keamanan). Deepublish. Yogyakarta: CV Budi Utama.

Sutjiatmo, A.B., Sukandar, E.Y., Ratnawati, Y., Kusmaningati, S., Wulandari, A. dan Narvikasari, S. 2011. Efek Antidiabetes Herba Ciplukan (Physalis angulata LINN.) pada Mencit Diabetes dengan Induksi Aloksan. Jurnal Farmasi Indonesia, 5(4): 166-171.
Yunita, E. and Apidianti, S.P. 2019. 

Pemanfaatan Ekstrak Tanaman Ciplukan (Physalis angulata L.) sebagai Terapi Anemia pada Remaja di Masa Menstruasi. Jurnal Kebidanan Midwiferia, 5(2): 12-17.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun