Human Trafficking atau Perdagangan manusia merupakan bisnis terbesar ketiga setelah Drug Trafficking dan juga Trafficking in Weapons. hal tersebut disebabkan karena Human Trafficking ini sendiri memiliki keuntungan yang 'low risk,expendable, reusable, and resellable' sehingga menyebabkan perdagangan orang menjadi cepat merebak keseluruh dunia, dan turut menjadi ancaman bagi masyarakat di berbagai negara. Karena nya, perdagangan orang dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan yang bersifat transnasional (cross border). Â
Menurut International Labour Organization (ILO) bisnis dari perdagangan manusia ini mencapai keuntungan US$32 Milyar pertahun nya.  seringnya sasaran bagi Human Trafficking ini sendiri adalah daerah-daerah yang rentan terjadinya sebuah konflik karena daerah yang biasanya sering terjadi konflik masyarakat sipilnya belum stabil dan penegakan hukum di daerah tersebut masih lemah sehingga memberi peluang bagi aktivitas kriminal dan kejahatan terorganisasi.
Indonesia menjadi salah satu negara pelaku kejahatan perdagangan orang terbesar di dunia, selain merupakan negara sumber utama perdagangan perempuan, laki-laki dan anak-anak, untuk dipekerjakan sebagai budak, khususnya budak seks.
Menurut data dari Kementrian  Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, selama tahun 2018, Bareskrim Polri menerima 95 Laporan Polisi terkait TPPO dengan jumlah korban sebanyak 297 orang yang terdiri atas perempuan dewasa 190 orang (64%), anak perempuan 18 orang (6%), laki-laki dewasa 79 orang (27%), dan anak laki-laki 10 orang (3%).
Sebagian besar korban dipergadangkan untuk tujuan eksploitasi seksual (pelacuran dan pedofilia) dan eksploitasi tenaga kerja baik di dalam dan di luar negeri (bekerja di tempat-tempat kasar dengan upah rendah, seperti pekerja rumah tangga, pekerja di perkebunan, buruh, dll).Â
Biasanya, praktik perdagangan orang dilakukan dengan modus operandi penyeludupan manusia. Dengan cara ini, berbagai kejahatan transnasional lainnya sulit untuk dideteksi dan diatasi oleh aparat di lapangan.
Di Indonesia sendiri penyeludupan manusia ini sering terjadi diperbatasan-perbatasan antar negara salah satunya di kabupaten Nunukan memiliki pintu perbatasan dengan negara Malaysia.
Pelabuhan-pelabuhan tradisional yang berada di sana umumnya tidak terpantau baik oleh aparat negara sekaligus wilayahnya yang berdekatan dengan pulau-pulau lainnya dijadikan pilihan oleh para pelaku perdagangan orang untuk membawa keluar masuk orang agar diperkerjakan secara illegal di negara tetangga. akses di perbatasan Nunukan mudah dijangkau dengan perahu-perahu kecil dari wilayah asal tujuan atau pun sebaliknya hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan yang baik oleh aparat negara.Â
Belum meratanya fasilitas diperbatasan tiap wilayah menjadikan kondisi keamanan di perbatasan dapat terbilang rawan, ditambah dengan potensi masuknya imigran gelap ke daerah Indonesia, atau pun sebaliknya secara illegal. Â faktor-faktor yang menyebabkan rentan terjadinya perdagangan manusia secara garis besar antara lain:
1. Faktor ekonomi, terutama kemiskinan dan pengangguran;
2. Berkembangnya materialisme dan keinginan hidup yang lebih baik;
3. Kurangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan;
4. Kurangnya akses informasi;
5. Kerangka hukum dan pengaturan yang tidak efektif
6. Diskriminasi gender dan ketidaksetaraan yang mengakar
7. Kekerasan terhadap perempuan
8. Krisis ekonomi, bencana alam, perang dan konflik lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H