Mohon tunggu...
Nurimania Purnama
Nurimania Purnama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Aku biasa dipanggil aim, hobi membaca novel roman, kuliner dan tidur. Bercita-cita menjadi penulis/cerpenis dan guru/dosen

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Sastra dan Penindasan

6 Oktober 2023   09:37 Diperbarui: 6 Oktober 2023   09:54 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu realitas sosial yang menarik adalah peristiwa yang dialami tokoh berkebutuhan khusus tersebut sudah sangat lazim terjadi di masyarakat. Begitu banyak penguasa atau pimpinan yang menjadikan kekuasaan sebagai ajang penindasan bagi kaum yang lebih rendah. Peristiwa penindasan yang dialami masyarakat Lubukrantau dan pekerja Sismoclypse disuguhkan Ayu Utami lengkap dengan nilai-nilai yang bisa mendatangkan kesadaran manusia. Khususnya kesadaran tentang pentingnya memahami, menjalankan, mengelola dan penafsiran kekuasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Pemahaman akan hal ini dapat menghadirkan kesadaran bagi tiap-tiap pemimpin atau penguasa.

Sesungguhnya, penindasan yang digambarkan Ayu Utami adalah potret fenomena penindasan dalam kehidupan nyata. Jika novel itu ditulis 1998 maka artinya beragam peristiwa penidasan tersebut sudah terjadi sejak masa itu. Berbagai pertanyaan terus membekap dipikiran. Mengapa penindasan itu kerap terjadi? Dan kenapa orang yang berkuasa terus saja benar, meskipun kelakuannya berbanding terbalik? Apakah seburuk itu pandangannya terhadap orang lemah? Di mana perikemanusiaan yang dimiliki manusia?

Tema penindasan dalam novel tersebut mengingatkan saya terhadap novel-novel pengarang Indonesia yang juga menceritakan tentang kekuasaan. Sebutlah novel Mirah dari Banda karya Hanna Rambe, mengisahkan tentang formasi-formasi sosial dan kultural perempuan terjajah dengan kedudukannya sebagai babu, nyai, dan kuli di perkebunan. Dengan profesi yang dimiliki merekapun tak dapat lepas dari berbagai penindasan dan pelecehan seksual.

Tidak hanya penindasan dan kekerasan, dalam novel ini Ayu Utami juga membubuhi dengan romantisme pada setiap tokohnya yang diceritakan dengan liar, bahkan terkesan cabul. Tentang persahabatan diantara perempuan dan memunculkan tragedi seksualitas yang masih tabu pada masanya, hingga menimbulkan kontroversi. Seperti tokoh Laila, yang rela menunggu kekasihnya, Sihar yang sudah beristri dan berniat memberikan kehormatannya saat mereka bertemu di New York. Kemudian, tokoh Upi gadis berkebutuhan khusus yang tumbuh dewasa dengan hasrat yang tidak bisa dikontrol. "Dia suka merancap dengan pohon-pohon karet, menggosok-gosok selangkangnya, untungnya tanpa membuka celana." (hal. 73).

Menarik, menggoda, dan menimbulkan tanya besar bagi pembaca. Novel ini pada sampul belakang tertulis U 17+, bermaknakan novel Saman diperuntukkan pembaca di atas 17 tahun. Sebab, gaya bercerita juga beberapa segmen menyuguhkan adegan-adegan dewasa.  Pengemasan cerita yang lompat-lompat mendorong pembaca terhadap ingatan-ingatan tentang beberapa peristiwa yang diceritakan secara kreatif dan tidak monoton. Karenanya, membaca novel ini harus runtut supaya bisa merasakan sensasi yang sangat luar biasa melalui alur ciptaan perempuan kelahiran, 21 November 1968 itu.

Novel ini pernah memenangi sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel yang dianggap oleh para kritikus sebagai pemberi warna baru dalam sastra Indonesia. Sebagaimana ungkapan Sapardi Djoko Damono. Dalam endorsement novel tersebut, Sapardi mengatakan "Dahsyat... memamerkan teknit komposisi yang-sepanjang pengetahuan saya-belum pernah dicoba pengarang lain di Indonesia, bahkan mungkin di negeri lain"

Novel bersampul motif bunga dengan dasaran gelap menggambarkan makna batin atau pengalaman wisanggeni. Hanya saja novel tidak memiliki daftar isi, sehingga menjadi kelemahan pengemasan buku dan pembaca kesulitan mencari halaman buku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun