Pendidikan merupakan kunci utama dalam pembentukan jiwa nasionalis bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kita dapat melahirkan generasi yang berkarakter kuat dan berjiwa nasionalis yang luhur, sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang hebat dan berkeadilan. Lebih khusus lagi, pendidikan Islam dalam konteks nasional harus mampu memberikan pemahaman Islam yang komperehensif, menyeluruh, dan kontektual. Namun jika Pendidikan Islam gagal, yang terjadi justru sebaliknya. Negara Indonesia akan terpecah menjadi banyak bagian kecil berdasarkan perbedaan suku, ras, agama, atau bahkan hierarki ekonomi. Oleh karena itu, tujuan dan cita-cita mulia bangsa yang terangkum dalam Pancasila dan UUD 1945
Nasionalisme berasal dari kata nation yang disamakan dengan bangsa yang mempunyai dua arti, yaitu antropologis, sosiologis, dan politik. Dalam pengertian antropologis dan sosiologis, bangsa adalah suatu komunitas hidup mandiri dan setiap anggota komunitas hidup yang mandiri dan setiap anggota komunitas hidup tersebut merasakan kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat.
Enest Renan  mendefinisikan nasonalisme merupakan unsur yang dominan dalam kehidupan sosial-politik sekelompok manusia dan telah mendorong terbentuknya suatu bangsa guna menyatukan kehendak untuk bersatu.
Selanjutnya ada pepatah umat Islam: hubbul wathani minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman). Hal ini ditegaskan dalam Al-Quran yang mewajibkan masyarakat untuk melakukan perubahan.
Islam adalah pedoman dan sumber nilai bagi umat islam. Proses konversi ajaran Islam dapat dicapai melalui berbagai bentuk pendidikan agama Islam, yang merupakan suatu tugas yang sulit. Namun hingga saat ini Pendidikan di Indonesia dinilai belum menjalankan fungsinya. Begitu pula dengan Pendidikan agama islam yang mempunyai peranan sentral dalam membentuk karakter manusia dalam kehidupan nyata.
Oleh karena itu kita dapat menyimpulkan bahwa Pendidikan Agama islam memiliki tujuan yang berbeda-beda. Bukti kegagalannya adalah ketidakmampuannya dalam menanamkan ajaran agama ke masyarakat agar bisa diterapkan dalam kehidupan nyata. Misalnya, meski agama  Islam sangat cinti perdamaian, namun banyak pemeluknya yang melakukan aksi terorisme, agama ini menginginkan keadilan sosial namun masyarakat enggan membayar zakat dan pajak, atau banyaknya kasus korupsi dan politik kotor di Indonesia.
Tantangan pendidikan agama Islam saat ini terletak pada kenyataan bahwa Pendidikan tersebut  tidak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga dapat mengarahkan peserta didik memiliki sifat keberagaman yang kuat sehingga mendidik agama dapa membentuk sikap dan kepribadian manusia yang beriman dan bertaqwa yang hakiki, dan juga dipraktikkan dalam konteks dunia nyata.
Kendala yang dihadapi pendidikan Agama islam adalah pengajarannya tidak memperhatikan aspek kinerja dan psikomotor. Hal ini karena mengajar lebih dari sekedar formalitas, ritual dan pengetahuan belaka. Padahal, Pendidikan agama lebih jauh dari itu, artinya berkaitan dengan pembinaan moral dan menyentuh ranah emosional dan psikomotorik.
Pendidikan Islam tidak hanya diajarkan melalui pendidikan formal di sekolah, tetapi juga lebih banyak melibatkan komunikasi dari luar sekolah. Diakui, pendidikan memiliki model pengajaran, baik dalam bentuk pengajaran akademis maupun Pendidikan informal seperti  arisan dan pengajian . Kenyataan ini harus diakui dan diingat, karena jika tidak maka pendidikan Islam akan dianggap timpang. Jadi ketika kita berbicara tentang  peningkatan Pendidikan Agama Islam, yang kita pikirkan adalah seluruh aspek pendidikan formal, non formal dan informal.
Menghadapi dunia yang semakin modern, pendidikan Islam harus mampu beradaptasi. Dua hal yang saling berkaitan dalam pendidikan Islam saat ini adalah inovasi (tajdid) dan modernisasi (al hadasah). Dalam kebangkitan pendidikan Islam, ajaran formal harus diutamakan, dan umat islam harus dididik sesuai ajaran agamanya. Yang berubah adalah cara penyampaiannya sehingga dia bisa memahami dan menjaga kebenaran. Modernisasi Pendidikan Islam menuntut umat Islam untuk menghadapi tantangan modernisasi. Tantangan seperti pengentasan kemiskinan, lingkungan hidup dan kebangsaan.
Islam sangat memperhatikan model dan permasalahan yang dihadapi suatu negara. Di Indonesia, KH Ahmad Siddiq mengusulkan konsep persaudaraan yang mencakup dari empat. Pertama, persaudaraan antarmanusia (ukhuwah Basyariyah), yakni cara bergaul dengan sesame manusia tanpa ada unsur membeda-bedakan. Kedua, persaudaraan antar umat beragama (ukhuwah diniyah),yang menjadi landasan saling menghormati antar umat beragama lainnya. Ketiga, persaudaraan antar umat Islam (ukhuwah Islamiyah), asas persaudaraan internal apapun organisasinya dan keempat, persaudaraan antar sesama warga negara (ukhuwah wathoniyah), asas persaudaraan untuk solidaritas dan persatuan dalam menjaga kedaulatan negara dan ancaman apapun.
Keempat prinsip tersebut perlu ditanamkan pada setiap individu masyarakat Indonesia. Umat islam tidak boleh melupakan sebuah kebenaran penting berupa penjabaran ajaran islam yang sebenarnya, sebagaimana tertuang dalam ayat Al-Quran bahwa Allah telah menciptakan manusia dengan segala perbedaanya untuk saling mengenal dan sikap dasar peraturan Allah harus tetap ditaati. Dan janganlah kamu putuskan menjadi berkeping-keping.
Sikap dasar ini juga merupakan ramalan terhadap realitas masa depan agama islam dan umat islam yang terbukti saat ini, yaitu Islam adalah agama agung, sama sekali tidak meremehkan agama lain. Hal ini masih belum disadari oleh sebagian umat islam, itulah sebabnya mereka memilih jalan yang keras dan tanpa kompromi. Kami berharap sikap keras yang masih ada di kalangan umat islam akan hilang melalui Pendidikan yang lebih baik dan komunikasi yang lebih baik.
Proses sosialisasi hasil proses internalisasi yang berenergi juga dapat dikembangan melalui  forum-forum keagamaan (seperti pengajian, diskusi hukum keeagamaan, pendidikan agama dan lain-lain) yang bertujuan untuk membahas permasalahan yang perlu diinternalisasikan secara dinamis, seperti pada kasus penggunaan semua forum di atas untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya arah Pembangunan yang baru dan lain-lain.
Nasionalisme dapat dianggap sebagai keadaan psikologis dimana seluruh kesetiaaan seseorang dicurahkan langsung kepada negara, dimana masyarakat bersatu karena ras, bahasa, agama, sejarah dan adat. Hal ini didasarkan pada penciptaan manusia yang terdiri dari laki-laki dan Perempuan, suku dan bangsa.
Nasionalisme merupakan semangat kelompok manusia yang hendak membangun suatu bangsa yang mandiri, dilandasi satu jiwa dan kesetiakawanan yang besar. Mencintai tanah air tidak dilarang agama. Yang dilarang adalah mengurus suatu negara atau mengajak orang lain untuk mengurusnya dengan asa kebangsaan tanpa mengambil aturan islam. Semangat nasionalisme serta cinta tanah air dan menyatukannya dengan aturan islam adalah sikap terpuji. Sebagaimana alquran surah Al-Hujurat mengakui eksitensi bangsa-bangsa, tapi menolak nasionalisme sempit yang mengarah kepada Ashabiyah. Kebangsaan merupakan suatu hal yang wajar.
Semua itu hanya dapat dicapai melalui pendidikan yang tidak bertujuan menjadikan seseorang menjadi pintar atau kaya raya, melainkan melalui pendidikan menyeluruh yang mampu menjadi seorang manusia seutuhnya, menyesuaikan diri, menghilangkan sifat-sifat hewaninya.
Yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a) Mengembangkan materi keagamaan yang komprehensif sehingga dapat menghadirkan agama sebagai anugerah bagi pemeluk agama lain (rahmatun lil alamin) didalam semua bidang kehidupan. b) Mengembangkan metode pengajaran agama yang kritis, dialogis, dan aplikatif  dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip baku agama. c) Menciptakan kehidupan beragama (intra dan antar umat bergama agama). d). Mewujudkan kehidupan keagamaan yang penuh interaksi, dialog dan toleransi (dalam dan antar umat beragama) untuk menumbuhkan semangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H