Kontestasi politik yang sangat melelahkan telah berlangsung, dimana suhu panasnya mulai kentara tujuh bulan sebelum hari penentuan. Bahkan perseteruan dua kubu dimulai saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta---saling tikam kedua kubu sangat terlihat mulai dari isu, hoax, pergerakan masa, hingga masuknya Ahok ke dalam hotel prodeo tak bisa terelakan.
Suhu panas semakin meningkat pasca pendaftaran Capres dan Cawapres dilanjut pembentukan tim pemenangan---dengan strategi mereka masing-masing untuk mendongkrak elektabilitas namun masih terlihat sangat kotor dengan banyaknya hoax yang terlihat selama proses kampanye.
17 April 2019 telah berlalu, hasil samar-samar mulai terlihat, QCÂ dari beberapa lembaga survei menyatakan bahwa pasangan Jokowi-Ma'aruf mengungguli pasangan Prabowo-Sandi.Â
Hal ini tak lantas membuat pasangan 01 menjadi jumawa---Jokowi mengatakan kepada tim pemenangan jangan tergesa-gesa untuk menyatakan kemenangannya karena hasil pilpres yang sah secara konstitusional berada di tangan KPU.
Di sisi lain pasangan 02 mengklaim bahwa mereka telah memenangkan RC yang dilakukan badan pemenangan mereka, dilanjut deklarasi kemenangan yang dilakukan oleh Prabowo di halaman rumahnya dengan didampingi oleh badan pemenangan, koalisi, dan relawan yang berjuang selama masa kampanye.Â
Akan tetapi ada yang ganjil saat proses deklarasi tersebut, pasalnya ekspresi wajah Prabowo ataupun tim 02 tidak ada yang menunjukan ekpresi bahagia, bahkan cenderung menahan perasaan yang mungkin mereka sendiri yang mampu menjawabnya. Pun wapres dari nomor urut 02 (Sandiaga Uno) tak terlihat mendampingi deklarasi kemenangan tersebut.
Terlepas dari siapa yang berhak menduduki jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, hasil yang benar-benar real akan diumumkan oleh KPU pada tanggal 22 Mei 2019 mendatang.
Yang perlu digaris bawahi dari panasnya kontestasi panggung pemilihan Gubernur hingga Presiden ialah bagaimana masyarakat yang kacau dan terkotak-kotak. Perseteruan masyarakat vs masyarakat tak dapat dihindari.Â
Bahkan kita bisa amati seakan kotak yang terbagi dua tersebut bisa saya sebut "Penduduk Desa VS Penduduk Surga" diamana dibelakang Jokowi terlihat bagaimana penduduk desa hingga kalangan intelek yang memiliki pemikiran rasional, dibandingkan dengan kelompok-kelompok dibelakang Prabowo yang seringkali mengklaim mereka yang paling beragama, yang lain hanya pencitraan.Â
Ironisnya egoisme mereka telah mengintimidasi Tuhan---jika paslon pasangan mereka unggul, mereka menyatakan bahwa ini kehendak Tuhan.Â
Namun jika pasangan mereka tak mampu meraup suara terbanyak, mereka berteriak mereka telah dicurangi. Dari hal tersebut kita dapat berfikir bagaimana mereka menempatkan kehendak Tuhan dan takdir Tuhan harus selaras dengan keinginan mereka.