Mohon tunggu...
Nuril Faaiz
Nuril Faaiz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dikotomi Digital:Antara Inklusifitas dan Intoleransi

19 Desember 2024   12:21 Diperbarui: 19 Desember 2024   12:21 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Era digital telah membawa kita ke dalam sebuah dunia yang terhubung secara global. Teknologi telah memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang, budaya, dan keyakinan. Namun, di balik kemudahan akses informasi dan konektivitas ini, terdapat tantangan yang signifikan, yaitu menjaga keberagaman dan toleransi dalam ruang digital.

Argumen Utama

  1. Potensi Inklusivitas:

    • Akses Informasi: Internet telah membuka pintu bagi siapa saja untuk mengakses informasi dari seluruh dunia. Hal ini memungkinkan kita untuk belajar tentang budaya dan keyakinan yang berbeda, sehingga memperkaya pemahaman kita tentang dunia.
    • Komunitas Online: Media sosial telah menciptakan ruang bagi komunitas-komunitas yang beragam untuk berinteraksi dan saling mendukung, terlepas dari perbedaan geografis atau sosial.
    • Kampanye Toleransi: Banyak kampanye toleransi dan inklusivitas memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan pesan positif dan mendorong dialog antarbudaya.
  2. Ancaman Intoleransi:

    • Ujaran Kebencian: Anonymity dan kemudahan akses internet membuat orang-orang lebih berani menyebarkan ujaran kebencian, diskriminasi, dan hoaks tanpa konsekuensi yang nyata.
    • Eko Kamar: Algoritma media sosial yang dirancang untuk menyajikan konten yang relevan dengan minat pengguna seringkali menciptakan "eko kamar" atau filter bubble, di mana pengguna hanya terpapar pada informasi yang sesuai dengan pandangan mereka, sehingga memperkuat polarisasi dan intoleransi.
    • Misinformasi: Berita palsu dan hoaks dapat menyebar dengan sangat cepat di ruang digital, memicu konflik dan perpecahan di masyarakat.

Analisis Lebih Lanjut

  • Peran Pemerintah dan Platform: Pemerintah memiliki peran penting dalam mengatur ruang digital dan melindungi masyarakat dari ujaran kebencian. Platform media sosial juga perlu bertanggung jawab dalam moderasi konten dan mencegah penyebaran informasi yang salah.
  • Literasi Digital: Peningkatan literasi digital menjadi kunci untuk menghadapi tantangan di era digital. Masyarakat perlu diajarkan untuk berpikir kritis, memverifikasi informasi, dan berinteraksi secara santun di ruang digital.
  • Pendidikan Karakter: Pendidikan karakter yang kuat sejak dini dapat membantu individu untuk mengembangkan sikap toleransi, empati, dan menghargai perbedaan.

Kesimpulan

Era digital telah menghadirkan peluang besar untuk mempromosikan pluralisme dan toleransi. Namun, kita juga harus waspada terhadap ancaman intoleransi yang mengintai di balik layar. Dengan kesadaran dan upaya bersama, kita dapat menciptakan ruang digital yang lebih inklusif dan harmonis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun