Beberapa waktu yang lalu, sempat gempar berita ustadz kondang dari Indonesia yakni Ustadz Abdul Somad yang dideportasi imigrasi Singapura saat ingin melaksanakan liburan di sana.
Dalam sebuah artikel disebutkan Kementerian Dalam Negeri Singapura mengungkapkan alasan melarang Ustadz Abdul Somad ke wilayah kedaulatan Singapura adalah karena Ustadz Abdul Somad dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan perpecahan, yang tidak dapat diterima di masyarakat multiras dan multiagama Singapura.
Ustadz Abdul Somad juga pernah membuat komentar yang merendahkan anggota komunitas agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal ‘jin (roh/setan) kafir’ dan menyebut non Muslim sebagai kafir secara terang-ternagan.
Masyarakat Indonesia menganggap hal ini sebagai sebuah penghinaan karena di Indonesia sendiri Ustadz Abdul Somad sangat disegani. Ada masyarakat Indonesia yang menganggap tindakan ini sebagai sikap Islamophobia. Islamophobia sendiri adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim.
Di Negara dengan penduduk minoritas Muslim, Islamophobia menjadi hal yang kerap terjadi. Namun, apa jadinya jika Islamophobia terjadi di Negara dengan penduduk mayoritas Muslim seperti di Indonesia?
Indonesia dikenal dengan keberagamannya, dari agama, ras, budaya, dan masih banyak lainnya. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), per 31 Desember 2021 tercatat bahwa sebanyak 237,53 juta jiwa penduduk Indonesia beragama Islam.
Hal tersebut menjadikan masyarakat Muslim sebagai mayoritas di negeri ini. Dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam, akankah kita jumpai adanya Islamophobia di negeri ini?
Warganet berpendapat di Indonesia tidak mungkin ada Islamophobia. Tak wajar jika Islamophobia muncul di negara yang di setiap desanya akan kita jumpai surau sebagai tempat umat Islam melaksanakan ibadahnya.
Tak wajar Islamophobia akan kita jumpai di mana setiap waktu sholat tiba, akan terdengar lantunan adzan yang menyeru umat Islam beristirahat sejenak dari aktivitas duniawinya untuk menemui Tuhannya. Di Indonesia ini yang dapat dijumpai adalah ketakutan masyarakat terhadap masuknya ajaran-ajaran dan aliran-aliran sesat yang dapat mencoreng nama baik dari agama Islam.
Apalagi belakangan dijumpai kasus-kasus asusila dengan pelaku yang merupakan seorang yang mengerti agama. Seperti kasus kyai di Jombang yang mencabuli santrinya, dan masih banyak kasus pemuka agama yang melakukan tindakan asusila lainnya.
Munculnya kasus-kasus tersebut sungguh sangat disayangkan, kyai, pemuka agama, dan tokoh agama lainnya yang kita harapkan dapat kita jadikan suri tauladan malah melakukan hal yang keji seperti itu. Lewat kasus-kasus tersebut juga dapat membuat masyarakat hilang kepercayaan dan hilang keseganan pada tokoh agama. Adanya terorisme, masuknya aliran sesat juga membuat masyarakat menjadi extra waspada jika menjumpai seseorang yang sangat agamis.
Faktanya, masih ada masyarakat yang takut jika bertemu dengan wanita bercadar dan seketika banyak pemikiran negatif muncul. Ia istri terorislah, Ia penyebar aliran sesatlah. Ia penganut Islam keraslah. Padahal tidak semuanya begitu, apa yang salah dari seseorang yang sedang menjaga auratnya dan berpakaian sesuai ajaran?
Sebenarnya tak hanya kepada tokoh agama, kepada tokoh masyarakat yang beragama Islam pun patut kita pertanyakan sumpahnya. Bukankah ia telah bersumpah di bawah al-Qur’an?
Lantas mengapa ia masih berani-beraninya tidak bertanggung jawab terhadap apa yang disumpahnya. Menyelewengkan dana masyarakat, mangkir dari pekerjaan, tidak berpihak pada rakyat, dan masih banyak lainnya. Apa arti agama menurut mereka? Apa arti sumpah mereka? Apa mereka menganggap agama hanya sebuah mainan?
Sebagai seorang muslim yang selalu menggaungkan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, kita harus berkaca pada diri kita sendiri. Sudahkah tindakan kita, perilaku kita, tutur kata kita membawa perdamaian dan ketenangan bagi sesama? Sudahkah segala hal dalam diri kita mencerminkan perilaku “Muslim” itu sendiri?
Maka, mulai sekarang hendaknya kita berbenah diri. Bertindak seperti “Muslim” sebagaimana mestinya agar tercipta citra Islam yang suci dan membawa kedamaian bagi semua dan dapat menghilangkan segala macam “trust issue” yang ada di masyarakat terkait masyarakat Muslim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H