Sore itu saya beserta Doni dan Maki  menengok  Slamet yang katanya sakit. Sudah tiga hari ia tidak masuk kerja. Di rumah orang tuanya yang asri, halamannya ditumbuhi tanaman buah seperti mangga, jeruk, blimbing dan apukat, kami menemukan hal yang aneh.  Hanya ada foto Presiden Soeharto  yang dipajang pas di atas pintu di sebelah jam dinding.
"Ini Presiden yang tidak ada duanya di dunia," katanya sambil menunjuk foto yang dimaksud. Entah sudah berapa tahun foto itu bertenger di sana, warnanya sudah pudar.
Jawabanya membuat saya dan Doni saling memandang. Heran!
"Kok bisa?" tanya Maki.
"Jamannya Pak Harto itu semua  GRATIS. TIS!" jawab Slamet mantap.
Mata Doni terbelalak mendengarnya. Apapun yang gratis memang selalu  menarik.
"Listrik gak mbayar, air gak mbayar, sekolah GRATIS, buku-buku dipinjami, ulangan gak mbayar, sepatu, seragam, tas juga tidak beli. "
Wah, menarik ini. Â Doni dan Maki mendekatkan diri kepada Slamet. Saya juga.
"BPJS gak ada tetapi kalau sakit gak usah resah dan gelisah. GRATIS. TIS!"
"Wah, keluargamu istimewa ya, apa bapakmu pejabat?" tanya Doni.
"Bapakku guru SD, teman-teman." Slamet menepuk dada dengan bangga.