"Tidak perlu menjadi sempurna hanya menjadi bahagia"
Siapa yang tidak mengenal kerupuk? Makanan berbahan dasar tepung dengan berbagai macam rasa, bentuk dan warna ini adalah makanan paling bervitamin di planet bumi. Bagaimana tidak? Hambar rasanya makan soto tanpa kerupuk. Rawon? Gado-gado? Tahu campur? Rujak cingur? Sama, apapun makanannya harus ada kerupuk menyertainya.
Kerupuk juga menjadi sajian wajib di rumah. Masbojo hampir-hampir tak bisa makan tanpa kerupuk. Anak semata wayang pun demikian. Seminggu sekali saya membeli kerupuk bundar putih itu satu kaleng besar. Isinya sekitar delapan puluh biji. Selain jadi lauk juga jadi camilan. Selagi nonton tivi, nyemil kerupuk yang dicocolkan ke dalam sambal kecap dengan cabe sepuluh. Rasanya? Cobalah sendiri.
Tak heran kerupuk sekaleng atau kami menyebutnya sakblek itu habis paling lama tiga hari. Serumah hanya ada tiga orang, suka kerupuk semua. Sambil menunggu pak kerupuk yang datangnya seminggu sekali, saya banyak membeli kerupuk yang lain. Ada yang bentuknya kotak , panjang, oval, mlintir-mlintir, ada yang seperti pipa berlubang tengah, ada yang bulat-bulat kecil . Rasanya pun beraneka, pedas, asin, gurih, manis, berasa bawang, berasa ikan bahkan ada juga yang berasa buah.
Haga kerupuk blek paling murah dua ratus rupiah sebiji. Kalau beli sakblek hanya sepuluh ribu rupiah. Murah meriah anti mahal. Mana ada cemilan seharga sepuluh ribu rupiah habis dalam tiga hari?
Ada juga yang agak mahal, seperti kerupuk udang atau kerupuk ikan. Biasanya dijual dalam kemasan kecil, isi dua atau tiga biji. Harganya paling murah seribu rupiah. Di warung-warung makan biasanya dijual 2500 sampai 3000, tergantung rasa dan isinya.
Selain dijual matang, kerupuk juga dijual mentahan, istilahnya krecekan. Biasanya dijual seperempatan kilo yang paling kecil. Kalau membeli krecekan sempatkan bertanya kepada penjualnya, krecekannya perlu dijemur dulu atau tidak. Karena ada yang harus dijemur dulu baru digoreng ada pula yang langsung digoreng. Jenis kerupuk ikan malah harus digoreng dua kali. Sekali di minyak dingin dan sekali di minyak panas.
Dulu, saya menganggap remeh menggoreng kerupuk. Apanya yang sulit? Tinggal memanaskan minyak di wajan lalu cemplung, sreng sreng, angkat. Ternyata tidak sesederhana itu. Ketika minyak sudah memanas, segenggam krecekan saya masukkan. Lalu sreng, sreng... Krecekan yang hanya segenggam itu menjelma menjadi besar-besar dan banyak, sampai meluber di atas wajan. Mana seroknya kecil.Gak muat. Belum juga menyiapkan tempeh buat tempat menapiskan kerupuk. Akhirnya, gosong, hitam tak manis.
Sampai sekarang pun saya belum pernah berhasil menggoreng kerupuk. Biasanya hanya berhasil satu atau dua gorengan di awal setelah itu gagal. Minyak kepanasan, kerupuk jadi mengkeret, kurang renyah dan alot. Minyak kurang panas, kerupuk juga tidak bisa mekar mengembang. Serba salah, jadi beli saja. Oke!
Kerupuk yang nikmat tiada tara itu sering juga menjadi korban bulliying. Dianggap menjadikan anak bodoh, tidak berprestasi karena kebanyakan makan kerupuk. Kayak micin saja. Dianggap penyebab obesitas dan menggagalkan diet, karena makan apapun dengan kerupuk itu susah berhentinya.