Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bakso Pocong

30 Desember 2024   20:14 Diperbarui: 30 Desember 2024   20:14 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Bakso Terenak di kota Malang Sumber : Pinterest

Tidak ada orang yang tidak suka bakso. Apalagi bakso Malang yang rasanya cuma dua, wuenak dan kane lop (=enak pol). Isinya pun serba dua, ada pentol halus dan pentol  kasar. Ada siomay rebus dan siomay goreng. Siomay goreng disebutnya goreng saja, ada dua juga , goreng mekar dan goreng gundul. Ada tahu putih dan tahu pong atau tahu gembos, ada mie putih dan mie kuning. Itu bakso standar minimal. Karena banyak pedagang yang menambah varian isi seperti  paru, babat, usus, pelo ati dsb. Yang pasti bakso adalah pembunuh rasa lapar yang cocok disantap di segala suasana, mau pagi, siang, atau malam, bakso selalu saja kane lop.

Bakso bisa ditemui di restauran, kafetaria, depot maupun warung. Bagi saya yang paling enak tentunya bakso keliling. Rasanya enak, harganya murah, bisa nambah dan tidak perlu ada biaya transport juga parkir. Setidaknya ada empat gerobak bakso yang rutin menyambangi tempat tinggal saya. Ada bakso Jun, bakso Nuris, bakso Makmur dan bakso Pocong. Kecuali bakso pocong, nama tiga bakso itu berasal dari nama pemiliknya. Sedangkan bakso pocong itu bukan karena pocong pemiliknya. Nama yang tertera di gerobaknya itu bakso Saudara tetapi orang-orang menyebutnya bakso pocong karena rumah tempat produksinya dekat kuburan.

Konon katanya makan bakso pocong itu paling enak di markasnya. Rasanya ada manis-manisnya gitu. Beda dengan armada kelilingnya yang  rasaanya sudah terkontaminasi dengan 'sedep-sedepnya tangan' si  abang keliling. Entahlah saya merasa tidak perlu membuktikannya,  bagi saya yang penikmat kuliner, bakso itu selalu enak banget,  sudah cukup.

Kesempatan makan bakso pocong di markasnya ternyata datang pada waktu yang tidak terduga. Saya diajak suami takziah ke salah satu teman yang anaknya berpulang. Saya tak mengenal almarhum, tetapi melihat banyak orang yang menangis, air mata saya ikut-ikut lluruh, saya mewek.  Ketika ikut ke pemakaman, kepala saya mendadak pusing, perut meronta-rontah setengah mual. Suami menyeret saya menuju rumah terdekat yang ternyata markas bakso pocong.

Lhadalah baru juga makan sesuap, pusing saya mendadak lenyap, mual pun melesap.  Saya menikmati kuahnya yang legit, gorengnya yang kriuk, tahunya yang pecah di mulut. Saya perhatikan banyak juga orang-orang yang makan bersama di sini. Mereka yang tadinya menangis sedih sekarang tampak gembira. Di seberang tampak gundukan tanah basah dengan banyak taburan bunga di atasnya. Bakso di mangkok saya telah tandas, mata saya berkaca-kaca.

Saya ingat Hasan al Basri , ulama dan cendekiawan muslim yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah. Beliau  sering menyindir sikap kita terhadap kematian. Kita sering berlaku seperti sapi di tempat jagal. Meskipun tahu pedang sudah dihunus dan tempat jagal sudah disiapkan, sapi tak pernah sekalipun berhenti mengunyah makanan.

Tidak ada orang yang tidak suka bakso. Apalagi bakso Malang yang rasanya cuma dua, wuenak dan kane lop (=enak pol). Isinya pun serba dua, ada pentol halus dan pentol  kasar. Ada siomay rebus dan siomay goreng. Siomay goreng disebutnya goreng saja, ada dua juga , goreng mekar dan goreng gundul. Ada tahu putih dan tahu pong atau tahu gembos, ada mie putih dan mie kuning. Itu bakso standar minimal. Karena banyak pedagang yang menambah varian isi seperti  paru, babat, usus, pelo ati dsb. Yang pasti bakso adalah pembunuh rasa lapar yang cocok disantap di segala suasana, mau pagi, siang, atau malam, bakso selalu saja kane lop.

Bakso bisa ditemui di restauran, kafetaria, depot maupun warung. Bagi saya yang paling enak tentunya bakso keliling. Rasanya enak, harganya murah, bisa nambah dan tidak perlu ada biaya transport juga parkir. Setidaknya ada empat gerobak bakso yang rutin menyambangi tempat tinggal saya. Ada bakso Jun, bakso Nuris, bakso Makmur dan bakso Pocong. Kecuali bakso pocong, nama tiga bakso itu berasal dari nama pemiliknya. Sedangkan bakso pocong itu bukan karena pocong pemiliknya. Nama yang tertera di gerobaknya itu bakso Saudara tetapi orang-orang menyebutnya bakso pocong karena rumah tempat produksinya dekat kuburan.

Konon katanya makan bakso pocong itu paling enak di markasnya. Rasanya ada manis-manisnya gitu. Beda dengan armada kelilingnya yang  rasanya sudah terkontaminasi dengan 'sedep-sedepnya tangan' si  abang keliling. Entahlah saya merasa tidak perlu membuktikannya,  bagi saya yang penikmat kuliner, bakso itu selalu enak banget,  sudah cukup.

Kesempatan makan bakso pocong di markasnya ternyata datang pada waktu yang tidak terduga. Saya diajak suami takziah ke salah satu teman yang anaknya berpulang. Saya tak mengenal almarhum, tetapi melihat banyak orang yang menangis, air mata saya ikut-ikut luruh, saya mewek.  Ketika ikut ke pemakaman, kepala saya mendadak pusing, perut meronta-rontah setengah mual. Suami menyeret saya menuju rumah terdekat yang ternyata markas bakso pocong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun