Lima menit sebelum masuk, hp saya berdering. Ada wa dari  Ortu Hasyem 9, satu wali murid,  bunyinya seperti judul di atas
Jam pertama saya mengajar di kelas 9. Â Seperti biasa anak-anak berbaris di depan kelas masing-masing, masuk dengan tertib, berdoa, mengaji juz 30 Â lalu mulai proses belajar di kelas.
"Baiklah anak-anak, ayo kumpulkan tugasnya," seru saya setelah mengabsen.
Tugas yang harus dikumpulkan anak-anak adalah menelaah  peristiwa-peristiwa konflik yang pernah terjadi di Indonesia sehubungan dengan materi Keberagaman  Masyarakat  Indonesia. Tugas itu sudah saya berikan seminggu yang lalu. Anak-anak boleh mencari  informasi  dari sumber-sumber belajar yang lain, bisa dari buku atau pun internet.
Sebagian besar anak-anak mengumpulkan  PR.  Ada dua anak yang tidak mengumpulkan, yang satu beralasan tidak masuk, satunya lagi karena lupa. Marahkah saya kepada mereka? Buat apa? Marah hanya membuat lelah  jasmani dan rohani. Dan percayalah, anak-anak hanya takut sesaat setelah itu mereka melupakan dengan sangat cepat.
Kepada yang belum mengumpulkan PR  saya memberi mereka waktu sehari lagi.  Hari ini mereka tidak  boleh mengerjakan LKPD sehingga tidak akan mendapat nilai untuk hari ini. Nah, daripada mereka membuat rusuh kelas, mereka harus menulis surah Al Fatihah sebanyak dua lembar bolak-balik di kertas folio bergaris.
Saat istirahat, saya sempatkan untuk mengunjungi Hasyem.  Kebetulan saya ada jam mengajar  sekitar dua jam lagi. Rumahnya tidak seberapa jauh juga, lima belas menit saya sampai di rumahnya.
Rumahnya sepi, pada ketukan yang ketiga, pintu baru dibuka, Â itu pun dibantu dengan teriakan tetangga,. Hasyem terkejut melihat kedatangan saya. Wajahnya tampak kusut masai seperti baru bangun tidur.
"Bapak kerja di lar kota, ibu setiap pagi kerja menggoreng tempe," jawabnya ketika saya tanya dimana orang tuanya.
Saya membantunya mengerjakan tugas. Alhamdulillah hanya perlu lima belas menit tugas selesai.
"Tidak sulit 'kan tugasnya. Mengapa tidak mau masuk sekolah?"
Hasyem sepertinya sedang berpikir untuk menjawab pertanyaan saya. Sebenarnya ia sudah seminggu ini tidak masuk sekolah. Hari pertama ia beralasan sakit, hari keempat katanya pergi menengok saudara di luar kota, hari kelima dan keenam tidak ada ijin, hari ketujuh tugas saya yang dijadikan alibi.
Ibunya Hasyem datang, sepertinya ada tetangga yang memberitahunya di tempat kerja yang tidak jauh dari rumah ini. Ia tergopoh-gopoh datang sambil membawa sebungkus gorengan.
"Maaf Bu Guru, jadi merepotkan. Hasyem sudah saya suruh sekolah bahkan sampai mau dihajar sama ayahnya, tapi dasar anaknya ini ndableg tidak mau berangkat juga."
 "Jadi seminggu ini Hasyem bolos ya. Ngapain di rumah?"
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H