Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perang Saudara

16 Desember 2024   20:04 Diperbarui: 16 Desember 2024   20:04 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berisik. Kedua kakak beradik itu bertengkar lagi. Suaranya bersaut-sautan, menganggu tidurku saja. "Melek" itu suara Ayon, si kakak. "Merem," balas adiknya, Bian. Sepertinya masalahnya masih sama seperti kemarin. Mereka sedang berdebat apakah ayam jago itu merem atau melek bila sedang berkokok. Duh, masalah yang sangat tidak penting. Kata temanku, mereka berkokok bila sedang menarik perhatian betina, saat menemukan makanan atau sedang menandai wilayahnya.

Suara mereka masih keras terdengar dari sini. Bisa kubayangkan Ayon sedang berkacak pinggang sambil matanya melotot. Sedangkan Bian yang gendut pasti sedang jinjit sambil mengepalkan tangan. Ibunya? Ah, perempuan itu mana peduli? Perang saudara yang terjadi hampir setiap hari ini tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari hp yang selalu dipegangnya. Heran dengan ulah manusia jaman sekarang. Apa sih asyiknya benda segenggaman tangan itu?  Dulu, saat masih TK, Ayon sering menyanyi "Bangun tidur ku terus mandi, tidak lupa menggosok gigi." Hahaha itu lagu jadul sekarang liriknya sudah berubah  menjadi : "Bangun tidur ku lihat Hp, tidak lupa lihat instagram,  FB,BB, twiter hingga lupa mandi dan gosok gigi."     

                        

Gencatan senjata terjadi ketika ada motor yang suaranya cempreng dan knalpotnya mengeluarkan asap hitam memasuki halaman. Ayah datang sambil membawa ayam. Pertanyaan bertubi-tubi dari ibu tak didengarnya. Ayah bersama kedua anakn memasukkan ayam baru itu ke dalam kandang di sebelah.  "Besok pagi kalian lihat apakah ayam ini berkokok sambil merem atau melek," katanya sambil menutup pintu. Keesokan paginya keributan terjadi lagi di depan kandang. Aku yang semalam kurang tidur jadi terpaksa melek. Ayon dan Bian mengamati ayam yang tak kunjung berkokok. Mungkin ayam itu masih stress dengan kandang baru. Atau sedang malas berkokok karena tidak ada kepentingan. "Lha ayam tidak berguna ini, dipotong saja," usul Ibu. Ayah membuka pintu kandang, mengangkat tubuhku. Mataku merem tak sanggup  melihat pisau yang berkilat siap menebas leherku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun