Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tari Gandrung Pelipur Nestapa di Blambangan

5 Oktober 2024   21:01 Diperbarui: 5 Oktober 2024   21:05 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen SMP Islam Maarif 03 Malang

Adapun gandrung dimulai ketika seorang lelaki bernama Marsan yang berkeliling dan mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat Blambangan. Konon, saat itu hanya tersisa 5000 jiwa. Mereka adalah para orang tua, janda dan anak-anak yatim piatu.

Berkat gandrung orang-orang yang hidup di hutan mulai kembali pulang ke kampung untuk membentuk kehidupan yang baru. Banyak juga yang ikut membabat hutan Tirta Arum kemudian tinggal di ibu kota baru.

Ibu kota baru inilah yang dikenal dengan nama Banyuwangi sesuai dengan konotasi dari nama hutan yang telah dibabad yaitu Tirta Arum.

Pada tahun 1895 muncul gandrung perempuan yang dikenal dengan nama gandrung semi. Semi adalah anak perempuan yang berusia sepuluh tahun. Ia menderita penyakit parah. Segala cara sudah dilakukan termasuk pergi ke dukun. Karena tak kunjung sembuh, ibunya yang bernama Mak Midhah bernadzar," kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing" (Jika kamu sembuh, saya akan jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi).

Ternyata Semi sembuh maka ia dijadikan seblang. Disinilah babak baru dari gandrung. Semula tari gandrung hanya ditarikan oleh lelaki yang berdandan seperti perempuan. Instrumen yang mengiringi tari gandrung lanang adalah kendang kadang juga biola.

Tari gandrung lanang mulai menghilang pada tahun 1890-an diduga karena ajaran Islam yang melarang transvestisme. Penari gandrung lanang terakhir adalah Marsan yang meninggal tahun 1914.

Tradisi gandrung Semi diikuti adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan "gandrung" sebagai nama panggung. Kesenian ini berkembang pesat di daerah Banyuwangi sampai menjadi ikon khas daerah setempat.

Pada mulanya, gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan dari penari gandrung sebelumnya saja, akan tetapi sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis muda yang bukan keturunan dari gandrung ikut mempelajari tari gandrung dan menjadikannya sebagai sumber dari mata pencaharian, selain untuk mempertahankan eksistensi tari gandrung yang makin terdesak pada akhir abad ke 20.

.Pada tahun 2000, tari gandrung menjadi maskot pariwisata Banyuwangi. Sejak itu tari ini dipertunjukkan di berbagai tempat seperti Jakarta, Surabaya, Hongkong dan Amerika Serikat.

Tari gandrung juga mengalami perkembangan menjadi tari kreasi baru seperti Tari Gandrung Arum karya R. Yuyun Kusumadinata. Tari Jejer Gandrung Kembang Manur karya Jajulaidik  dan Yuda Gadis Octiani. Tari gandrung juga dikembangkan menjadi tari massal seperti Gandrung Sewu. 

Anak murid saya juga senang menarikan gandrung karena gerak tarinya yang lincah, gamelannya juga perpaduan antara Jawa dan Bali. Pakaiannya yang berwarna cerah membuat mereka tampak cantik dan energik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun