Hampa menyelimuti malamku saat ini. Kutatap langit langit kamar, kosong dan nanar. Aku lalu terlelap tanpa sadar sampai akhirnya merasakan pelukan hangat dari balik tubuhku. Ada bidadari kecil tersenyum hangat saat ku buka mata dan kubalikkan tubuh. Sang bidadari dengan lembut membelai pipiku dan berbisik lirih di telingaku "Ibu selamat ulang tahun".
Tidak ada kado ulang tahun yang lebih mewah dari ini. Begitu tulus dan penuh cinta ucapan itu keluar dari bibir mungilnya. Indah sekali. Aku begitu terharu, tidak sanggup mengucapkan satu aku hanya bisa memeluk erat jalan bahagia dalam tangis bahagia. Bidadari itu buah hatiku anugrah terindah Tuhan dalam hidupku, yang membuat kisahku jauh lebih bermakna setelah apa yang kualami tahun tahun lalu.
=====
Aku, Dessy, lahir sebagai anak kedua dalam keluarga berkecukupan. Seperti anak kecil lain, aku tidak mentidak mengerti mengapa orang tuaku bercerai saat aku hampir berumur 11 tahun, masih duduk di kelas 5 SD. Kedua saudaraku dan aku tinggal bersama ayah yang kami panggil babeh. Sejak perceraian kami tidak pernah tahu lagi keberadaan ibu.
Mungkin merasa frustasi dari dan akibat perceraian babeh berubah menjadi sosok temperamen dan ringan tangan. Setiap malam adikku selalu menangis mencari ibu. Aku hanya bisa menghiburnya dengan nyanyian, cerita cerita lucu hingga tertidur melupakan ibu, walau saat ku lakukan itu hati ini menangis pedih. Tiap malam kubacakan dia dongeng sebelum tidur, adikku saat itu masih kelas 1 SD.
Secara materi aku punya segalanya, tidak kekurangan apa apa. Hanya kasih sayang yang tidak kudapatkan dari orangtuaku. Aku tumbuh menjadi anak perempuan yang nakal, tapi dala sosok nakal itu tersimpan hati yang tegar dan mandiri.
Saat masuk SMP aku memutuskan untu berusaha membuktikan kebaikan-kebaikanku yang bisa dibanggakan dan memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Aku giat belajat, selalu masuk peringkat lima besar di sekolah. Bukan itu saja, aku mulai berjualan sendiri di sekolah. Setiap pulang sekolah, aku mampit ke pasar untuk membeli bahan bahan pembuat nasi goreng pesana teman temanku disekolah. Hal itu kujalani sampai aku duduk di bangku SMA.
Saat kelas tiga SMA, kelakuanku mulai menyimpang, walaupun secara prestasi aku masih berada diperingkat tiga besar sekolah. Aku dikenalkan dengan narkoba dan pergaulan bebas.
Saat aku kelas tiga SMA jugalah, tanpa kami duga ibu datang ke rumah mengunjugi aku, kakak dan adikku yang sedang libur sekolah. Kebahagiaan bertemu ibu tidak dapat kami sembunyikan. Rasanya seperti menang lotere. Bayangkan, sudah berapa tahun kami tidak pernah lagi melihatnya samasekali, apalagi merasakan kasih sayangnya. Namun, rasa bahagia itu tiba tiba menjadi sakit hati saat ibu memberitahu kami bahwa ia telah menikah lagi dan mempunyai anak dari pernikahannya sekarang. Kacau dan galau sekali perasaanku mengetahui hal itu.
Aku lulus SMA dengan hasil sangat memuaskan, membuat orangtuaku bangga. Oh ya... Aku juga sudah mulai mengenal cinta saat itu. Tapi kenakalanku yang sudah mengenal narkoba juga semakin menjadi. Melakukan hubungan suami istri dengan pacarku yang juga pecandu narkoba. Ia mengaku sangat mencintaiku, walau kutahu ia tidak pernah baik untukku. Yah... apa sih yang bisa diharapkan dari seorang pecandu?
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H