Pada masanya sosok guru adalah sosok yang secara otomatis menjadi teladan bagi semua siswa dan semua orang yang berada di lingkungan sekitarnya. Tingginya prestise seorang guru kala itu hingga memunculkan sebuah perumpamaan bahwa guru adalah seseorang yang patut “digugu lan di tiru”. Pamor seorang guru melambung tidak hanya dari sisi akademis tetapi juga dari sisi attitude atau karakter dan juga sosialnya. Sosok guru terlihat sangat sempurna hingga pesonanya dapat menempatkan sosok guru dalam strata sosial yang tinggi pada masa itu.
Seiring dengan adanya perkembangan budaya dan teknologi, zaman mulai berubah. Perkembangan teknologi yang cukup pesat di era ini berpengaruh pada semua lini kehidupan. Salah satu area yang terdampak adalah bidang pendidikan. Perkembangan teknologi dalam ranah pendidikan tidak hanya mengubah sistem saja tetapi juga tingkah laku atau karakter dan sumber daya manusia di dalamnya baik itu tingkah laku guru atau siswa. Sosok guru dengan perumpamaannya pada masa itu mulai terkikis oleh budaya dan teknologi. Pamor guru dalam hal attitude, sosial dan akademis mulai memudar. Dalam hal attitude pamor guru mulai pudar seiring dengan banyaknya kasus kriminal yang dilakukan oleh guru mencuat dalam lini masa, pamor sosial mulai redup dipicu self-ego dan sifat konsumtif sosok guru dimasyarakat mulai muncul karena semakin meningkatnya kesejahteraan guru sehingga mulai menyebabkan adanya kesenjangan ekonomi. Satu hal yang cukup signifikan dampaknya adalah memudarnya pamor guru di bidang akademis. Risetyawan (2010:6) menyatakan bahwa akademik adalah suatu bidang yang mempelajari tentang kurikulum dan fungsinya untuk meningkatkan pengetahuan dalam segi pendidikan yang dapat dikelola oleh suatu sekolah. Dari istilah akademik ini nanti akan muncul istilah lainnya yaitu istilah academic honesty atau biasa disebut kejujuran akademik. Dalam hal ini kejujuran akademik merupakan salah satu aspek dari integritas akademik. Menurut Dr. Tracey Bretag, seorang peneliti dari University of South Australia, integritas akademik adalah sebagai suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan pada nilai kepercayaan, keadilan, menghargai, tanggung jawab, rendah hati, dan kejujuran itu sendiri. Nilai kepercayaan akademis ini yang kemudian menjadi sumber utama pudarnya pamor guru dalam pandangan siswa-siswinya. Sebuah kepercayaan dibangun oleh beberapa faktor sikap atau karakter yang harus dimiliki guru, diantaranya kejujuran, keadilan, tanggung jawab, rendah hati dan saling menghargai. Realitanya kini banyak guru yang melakukan suatu tindakan yang sangat bertolak belakang dengan unsur - unsur akademik honesty tersebut. Salah satu contoh sikap yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran dikelas adalah lepasnya tanggung jawab akademik dikelas dengan menyerahkan semua unsur akademis termasuk didalamnya adalah materi pelajaran kepada Google sebagai sebuah “mesin” akademik. Google menjadi role model dan menjadi kiblat pembelajaran didalam proses pembelajaran. Apapun permasalahan yang berkaitan dengan materi pelajaran sekarang semua berujung pada sang mesin akademis google. Untuk menjadi pintar itu mudah sekarang ini. Tidak perlu sosok guru pun semua siswa bisa pintar sekarang. Dalam senyap mereka bisa sukses dan menguasai dunia. Tanpa penjelasan guru tentang materi, tanpa diskusi dengan guru dan teman tentang materi, tanpa adanya tumpukan buku-buku, tanpa adanya aktivitas diruang perpustakaan, siswa bisa pintar karena berteman dengan google. Sangat miris keberadaan guru tidak dibutuhkan lagi. Inilah dampak akademis dari perkembangan teknologi di era 4.0 kalau guru tidak mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Dampak positif yang dialami siswa karena adanya mesin akademis google di era digital ini adalah kemudahan dalam hal belajar. Bagi siswa yang mempunyai motivasi belajar yang kuat dan bagus, mereka dapat mengakses materi pelajaran, pembahasan dan Latihan soal seluas-luasnya sehingga mereka dapat menguasai materi tanpa harus membeli buku – buku yang mahal, membacanya berkali-kali dan juga tanpa adanya penjelasan dari guru. Siswa-siswa akan menjadi sosok atau pribadi yang mandiri dalam mengeksplore semua kemampuan dan keilmuannya dimanapun dan kapanpun mereka inginkan. Siswa dengan motivasi belajar yang kuat akan memiliki karakter self-learning dimana dia akan menjadi seorang individu yang mampu dalam mengambil inisiatif dengan ataupun tanpa bantuan orang lain, dalam menentukan kebutuhan, tujuan, sumber dan juga evaluasi dari sebuah pembelajaran Selain dampak positif, dampak negatif dari mesin akademis ini adalah karakter siswa. Secara total karakter siswa yang terdidik di era digital atau 4.0 ini akan berbeda dengan generasi sebelumnya. Hal ini sangat manusiawi bahwa siswa -siswa dengan positif vipes dan belajar melalui mesin google juga akan memiliki sisi negatif walaupun tidak semuanya. Beberapa siswa kadang merasa angkuh atau jumawa karena merasa bisa pintar tanpa adanya sosok guru yang membimbingnya. Kesombongan akademis yang dimiliki siswa inilah yang kadang membuat siswa menjadi tidak hormat lagi pada guru atau meremehkan kemampuan akademis yang dimiliki oleh guru-guru di sekolah. Tidak hanya dengan guru, dengan teman-teman sebayapun sikap jumawa ini juga muncul sehingga memunculkan self ego yang tinggi. Kondisi yang demikian menyebabkan siswa sulit untuk bekerjasama dalam team. Melihat dinamika perubahan akademis dan sosial dalam ranah pendidikan di era 4.0 ini, maka untuk mengendalikan dan mengatasi perubahan tersebut pemerintah melakukan redesain kurikulum. Perubahan kurikulum dari kurikulum 2013 ke dalam kurikulum merdeka belajar diharapkan dapat menjadi sebuah solusi mengembalikan lagi kesakralan proses pendidikan disekolah dan juga kembalinya pamor guru menjadi sosok yang patut di gugu lan di tiru. Kurikulum merdeka belajar di luncurkan sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memulihkan proses pembelajaran. Kurikulum ini bersifat lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik. Fleksibel dalam hal ini adalah kurikulum merdeka ini mampu di integrasikan dengan perkembangan teknologi di era 4.0. Kurikulum merdeka menekankan pada pengembangan soft skills, karakter, serta kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. Selanjutnya apa yang harus dilakukan oleh guru untuk mengembalikan pesona akademisnya? Bertolak dari fenomena tersebut maka guru harus berani jujur bahwa keilmuan yang selama ini menjadi pondasi mengajar menjadi tertinggal atau perlu di up-date. Mereka harus mempunyai kemauan untuk berbenah, dan berbesar hati untuk menjadi sosok atau pribadi yang terbuka. Dalam hal ini terbuka terhadap perubahan zaman, budaya dan teknologi serta mempunyai kemauan untuk belajar lagi tentang perubahan tersebut. Dari proses belajar hal-hal baru tersebut, guru juga harus mampu bersikap kritis, kreatif dan inovatif sehingga mampu mengintegrasikannya dengan latar belakang keilmuan yang di miliki serta guru mampu mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran dikelas. Inti dari beberapa kegiatan nyata yang harus dilakukan guru untuk memulihkan pesona akademisnya adalah; (1) melakukan inovasi dalam model pembelajaran kurikulum merdeka di era 4.0, (2) melakukan inovasi bahan ajar atau materi ajar pada pembelajaran kurikulum merdeka di era 4.0, dan (3) melakukan inovasi atau up-grade kompetensi dan ilmu pengetahuan yang relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era 4.0. Jika guru mampu melaksanakan tiga hal tersebut diatas, niscaya pesona guru akan kembali jaya seperti dahulu kala.
