Mohon tunggu...
Nuriah Muyassaroh
Nuriah Muyassaroh Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Penulis adalah mahasiswa Universitas Negeri Malang jurusan akuntansi yang menekuni dunia kepenulisan baik fiksi maupun non fiksi. Penulis juga berpengalaman menjadi penulis freelance di salah satu media online.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Indonesia Krisis Literasi di Era Revolusi Industri 4.0

7 Januari 2019   21:07 Diperbarui: 7 Juli 2021   18:11 13149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan itulah yang menyebabkan anak-anak Indonesia memiliki minat baca yang rendah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Siauseni (2010), hal-hal yang menjadi kendala dalam meningkatkankegemaran membaca anak adalah derasnya arus hiburan serta permainan dari media elektronik. Karena kebiasaan itulah yang menentukan minat seseorang di masa yang akan datang.

Ketiga, Kurangnya tanggapan dari lembaga pendidikan. Sekolah dan pengajar merupakan salah satu elemen penting untuk mendorong tumbuhnya minat baca dalam diri anak. Apalagi dengan fasilitas perpustakaan. 

Munaf (2002:247) menyatakan bahwa dalam menumbuhkan minat baca erat sekali hubungan dengan perpustakaan. Sehingga, seharusnya sekolah memaksimalkan fungsi perpustakaan tersebut sebagai tempat untuk meningkatkan budaya literasi di lingkungan sekolah.

Dari beberapa penyebab rendahnya minat baca anak-anak Indonesia tersebut, tentu butuh sebuah kebijakan yang  bisa menggerakkan dan membangkitkan budaya literasi dalam diri anak. Kebijakan tersebut seharusnya tidak hanya sebagai wacana, tetapi juga perlu impelementasi sehingga menghasilkan sebuah bukti konkrit.

Untuk mengatasi kritis literasi yang mengancam masa depan anak-anak Indonesia di era revolusi industry 4.0 ini, pemerintah harus bergerak cepat. Banyak sekali solusi yang bisa terapkan untuk menumbuhkan budaya baca dalam diri anak.

Yang pertama, yaitu memaksimalkan fungsi perpustakaan sebagai tempat yang nyaman untuk membaca. Sehingga pengunjung akan merasa nyaman dengan suasana perpustakaan yang tidak membosankan. 

Pihak pemerintah daerah sebagai pengelola perpustakaan umum, atau pihak sekolah, bisa merenovasi ruangan sekreatif dan semenarik mungkin serta menyediakan persediaan buku yang lengkap sesuai dengan usia dan kebutuhan pengunjung. 

Mulai dari bacaan untuk anak-anak, remaja, hingga dewasa. Baik berupa komik, buku cerita, Novel, buku referensi, dan sebagainya. Sehingga perpustakaan menjadi tempat rujukan untuk mencari apapun seputar literasi.

Yang kedua, adalah penerapan wajib membaca di lingkungan sekolah. Beberapa tahun yang lalu, pemerintah sudah menetapkan kebijakan ini. Namun, di beberapa sekolah, kebijakan ini tidak dijalankan secara efektif. Sehingga lama-lama kebijakan tersebut tidak berlaku lagi. 

Hal ini juga butuh dorongan dan penekanan dari pihak sekolah untuk mewajibkan siswanya membaca dalam durasi waktu tertentu. Sehingga, akan ada dampak positif dengan dirutinkannya kebijakan ini. Alhasil, budaya membaca itu secara perlahan akan tumbuh dengan sendirinya dalam diri siswa. Karena budaya tersebut muncul dari sebuah kebiasaan.

Yang ketiga, memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia dengan melakukan pemerataan pendidikan ke seluruh wilayah pelosok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan angka melek huruf yang masih terhitung sangat rendah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun