Ragam kesenian di Nusantara memiliki ciri khas setiap asal daerahnya hal itu menjadikan kebanggan tersendiri yang patut kita lestarikan keberadaanya. Salah satu tradisi yang berasal dari Jawa Barat ialah tradisi Sisingaan.Â
Tradisi Sisingaan masih dilakukan di beberapa wilayah Kabupaten Subang tempat asalnya dan sebagian wilayah Jawa Barat sebagai sarana dalam memeriahkan anak-anak yang akan dikhitan agar merasa terhibur.
Seusai dengan nama nya, tradisi ini merupakan adanya boneka berswujud singa, boneka ini dapat ditunggangi dan biasanya yang naik ke sisingaan ini adalah pengantin sunat, umumnya di gotong oleh empat orang yang menanggung sisingaan tersebut kemudian mereka mengarak sang pengantin sunat keliling desa. Tak lupa diiringi dengan musik tradisional.
Di Tasikmalaya sendiri beberapa hari yang lalu, diadakannya tradisi sisingaan yang diiringi alat musik angklung buncis dan tarian-tarian dengan penari yang menaiki kuda-kudaan atau sering kita kenal kuda lumping. Angklung buncis sendiri merupakan kesenian dari alat musik angklung, namun alat musik ini bentuknya lebih besar dan di ujung tabung angklung diberi hiasan. Nada dan lirik yang dihasilkannya pun identik dengan kata "buncis". Â
Sayangnya Kesenian Sisingaan di zaman sekarang ini mulai terlupakan, apalagi sedikit sekali generasi muda yang ingin mempelajari kesenian ini, sehingga para pelaku seni tersebut seringkali hanya lah tersisa orang tua bahkan lansia.
" Yang masih bertahan ya hanya kami para orang tua, anak jaman sekarang tidak begitu minat meneruskan tradisi ini, padahal kalau bukan mereka siapa yang akan menggantikan kami nanti? " Ujar Ibu Ade, salahsatu penari yang mengiringi sisingaan.
Adanya acara sisingaan di Kampung Cihideng, Desa Margaluyu Kab. Tasikmalaya ini diadakan dalam rangka pra khitanan anak Bapak. Neli yaitu Riko berusia 4thn. Pada awalnya acara ini sempat terhambat karena sang pengantin sunat, Riko menolak menaiki boneka singa itu dikarena kan takut. Namun dengan ditemani sang kakak, Riko pun berani ia dan teman-teman sebaya nya yang juga menaiki boneka sisingaan diarak di ikuti masyarakat sekitar sejauh 5 km dari rumah sang pengantin sunat kemudian ke jalan raya dan kembali lagi lokasi awal.
Tradisi ini diadakan di masa pandemi sehingga sangat disayangkan keberlangsungan acara ini kurang menerapkan protokol kesehatan, sebagian dari mereka ada yang memakai masker ada juga yang tidak , ditambah antusiasme masyarakat yang rindu akan vibes acara kesenian membuat timbulnya kerumunan yang cukup besar sepanjang jalan saat pengantin sunat di arak. Meskipun begitu, tradisi ini berjalan dengan lancar dan memberi hiburan kepada khalayak ramai, sekaligus melestarikan tradisi sisingaan dan membuat tradisi ini dapat lebih dikenal oleh masyarakat lain.Â
Pegiat tradisi seni Sisingaan ini pun merasa bersyukur apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini yang mengundang mereka memang berkurang. Sehingga ada nya panggilan untuk mengadakan tradisi ini membuat mereka bersemangat selain bekerja mereka juga menjadi kan acara ini sebagai wadah untuk melestarikan kesenian Sisingaan.Â
" Alhamdulillah Di Tasik masih banyak yang memakai jasa kami untuk acara Sisingaan. Meskipun gak sebanyak saat sebelum pandemi, semoga pandemi segera berakhir agar tradisi ini bisa berlangsung lebih sering" Ujar Bapak. Jeje, salah satu Pegiat Tradisi Sisingaan.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H