Mohon tunggu...
Nuria Masruroh
Nuria Masruroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Public Relation Student

A full-time learner and storyteller. Still an amateur in writing but interested in various topics that relate to be explored further.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penjelasan 4 Teori Pers (Otoriter, Libertarian, Tanggung Jawab Sosial, Komunis-Soviet)

29 Januari 2024   21:58 Diperbarui: 13 Februari 2024   09:07 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pers adalah salah satu pilar penting dalam masyarakat demokrasi, karena pers berperan sebagai penyampai informasi, pendidik, kontrol sosial, dan hiburan bagi masyarakat. Pers juga memiliki fungsi politik, ekonomi, dan budaya yang dapat mempengaruhi dinamika masyarakat. Salah satu cara untuk memahami peran dan posisi pers dalam masyarakat adalah dengan menggunakan teori pers. Teori pers adalah suatu kerangka pemikiran yang menjelaskan bagaimana pers seharusnya berfungsi, berhubungan, dan bertanggung jawab dalam masyarakat. Teori pers juga mencerminkan nilai-nilai, norma, dan ideologi yang mendasari praktik pers di suatu negara. 

Klasifikasi teori pers yang paling terkenal adalah yang dikemukakan oleh Siebert, Peterson, dan Schramm dalam buku Four Theories of the Press (1956). Mereka membagi teori pers menjadi empat, yaitu teori pers otoriter, teori pers bebas, teori pers tanggung jawab sosial, dan teori pers komunis Soviet. Keempat teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi tentang sifat manusia, hak-hak individu, peran negara, dan tujuan pers. 

Teori Pers Otoriter (Authoritarian Theory) 

Teori pers otoriter merupakan teori normative yang menempatkan semua bentuk komunikasi dibawah kontrol elit pemerintah/otoritas. Teori ini pada mulanya berkembang di negara-negara monarki di Eropa, dimana kerajaan dan gereja merupakan otoritas tertinggi di suatu negara. Aplikasi teori ini dimulai pada abad 16 di Inggris, Perancis, dan Spanyol yang pada zaman berikutnya meluas ke Rusia, Jerman, Jepang, dan Negara-negara lain di Asia dan Amerika Latin. 

Pada mulanya, teori pers otoriter ingin menciptakan kondisi ideal melalui informasi yang disaring oleh pemegang otoritas (pada umumnya raja/petinggi negara atau pihak yang diatur dalam peraturan sebagai praktisi media) dengan tujuan melindungi dan memelihara tatanan sosial (Baran & Davis, 2012: 102). Namun pada perkembangannya, pers ototarianisme menjadi suatu bentuk perangkat penekanan dan ketertundukan kepada pemerintah. Di dalam teori ini sensor dan hukuman dari pedoman yang telah ditetapkan berlaku untuk hal hal yang sifatnya politis atau segala sesuatu yang memiliki ideologi jelas.

Model komunikasi yang terjadi pada paham otoriterisme adalah komunikasi satu arah. Dalam menjalankan tugasnya baik dalam menyampaikan gagasan, pemikiran, dan pesan, orang otoritarian hanya mengenal satu bentuk komunikasi, yaitu instruksi. Bentuk komunikasi yang persuasif untuk meyakinkan, dinilai menghabiskan waktu dan tidak efisien. Meski kebebasan bersuara dibatasi, namun selama pandangan (termasuk kaum minoritas) yang dikemukakan tidak mengancam pemerintahan masih diperbolehkan. 

Teori Pers Bebas (Libertarian Theory) 

Teori pers bebas muncul di Inggris pada abad ke-18 dan kemudian diterapkan di wilayah yang merdeka dari pemerintahan kolonial Inggris setelah tahun 1776. Teori pers liberal berkembang sebagai respons terhadap masa pencerahan dan bertujuan melawan pendekatan yang otoriter. Teori pers bebas adalah salah satu teori normatif yang menggambarkan bagaimana media massa harus beroperasi dalam masyarakat. 

Teori ini berasal dari pemikiran John Milton, seorang pemikir abad ke-17, yang berpendapat bahwa manusia memiliki hak untuk menyatakan pendapatnya tanpa harus ditindas oleh penguasa. Teori ini juga dipengaruhi oleh filsafat liberalisme, yang menekankan nilai-nilai kebebasan, kesetaraan, dan hak asasi manusia. Konsep teori pers bebas adalah bahwa media massa harus bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak lain yang berkuasa, dan harus dapat memberikan informasi yang akurat, objektif, dan berimbang kepada publik. Media massa juga harus menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengekspresikan gagasan, pendapat, dan kritik secara terbuka dan bebas. Dengan demikian, media massa berperan sebagai penjaga demokrasi, kontrol sosial, dan pencari kebenaran. 

Teori Pers Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility Theory) 

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Siebert, Peterson, dan Schramm dalam buku mereka yang berjudul Four Theories of the Press (1956). Teori ini merupakan perkembangan dari teori pers libertarian, yang dianggap terlalu bebas dan tidak memperhatikan dampak negatif media massa terhadap masyarakat. Teori ini juga dipengaruhi oleh pemikiran para filsuf liberal, seperti John Stuart Mill, John Locke, dan Thomas Jefferson, yang berpendapat bahwa kebebasan pers harus diimbangi dengan tanggung jawab moral dan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun