Mohon tunggu...
nuriyah amalia
nuriyah amalia Mohon Tunggu... -

Seorang anak bangsa yang peduli pada bangsa dan berkeinginan untuk membangun bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sepucuk Surat yang Tak Akan Pernah Sampai

12 Desember 2010   06:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:48 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, kulepaskan kau dari hatiku. Bukan karena hati ini telah lelah.Bukan karena hati ini telah menyerah.Tetapi karena hati ini telah memenuhi dendamnya...

Aku puas karena telah berhasil membuatmu bersumpah di atas satu kata : ‘MENYESAL’. Ya, kepuasan terbesarku adalah saat akhirnya kau berkata bahwa kau menyesal telah menyia-nyiakanku. Bukan main tertawaku. Sandiwara telah terbalas, sang aktor telah tertipu oleh naskah yang telah dibuatnya sendiri. Naskah tragedi yang ia buat khusus untukku telah mengkhianatinya. Kini ia bisu, bisu meratapi sepi, sepi yang ia buat sendiri

Masih sangat jelas di otakku saat kau menyingkirkanku tanpa iba, “Ini yang terbaik bagi kita,” begitu dulu katamu. Hah? Terbaik bagi kita menurut siapa?Menurutmu kan? Tapi tidak menurutku!Hari itu, hanya lewat sebuah pesan singkat kau mengakhiri segalanya, sungguh aku tak menyangka bahwa kau sepengecut itu. Ya, kau pengecut dan kau tak punya hati. Apa saat mengirimkan pesan itu kau memikirkan keadaanku? Hah? Apa kau pernah memikirkan itu? Sayang, saat menerima pesanmu aku masih berbaur dengan malam, masih dimanja oleh angin liar, dan aku masih merasakan sesak di dadaku setelah sebelumnya masuk UGD di sebuah rumah sakit. Tapi apa kau pernah tahu? Dan kalaupun kau tahu, akankah kau mau tahu?

Kau tahu sayang? Bahwa seberapa pun kuatnya seorang wanita dia tetaplah wanita! “Kau wanita yang kuat,” selalu begitu katamu. Akan tetapi kau lupa sayang, aku juga punya kelenjar airmata. Aku akui, tidak ada malam tanpa hujan di mataku semenjak perpisahan sepihak itu. Perpisahan yang telah dirancang bak drama dan telah jauh-jauh hari kau persiapkan skenarionya. Ingin sekali rasanya aku meludahi kepura-puraanmu!

Kau manusia yang luar biasa tega, kau tega membohongiku dengan sikap manismu. Kau seperti memberiku sayap untuk melintasi cakrawala, namun kemudian kau buru sayap itu, kau panah dan kau tembaki, lalu kau biarkan aku jatuh. Kau tak akan pernah tahu separah apa lukaku...

Sayang andai kau tahu bahwa dulu aku tidak pernah berhenti berharap untuk kembalinya dirimu. Namun harga diri dan rasa malu menahanku, terlebih saat itu kau memiliki sesosok bidadari lain dalam hatimu. Aku hanya mampu menyimpan rasa itu, membiarkannya berkembang, lalu jadi benalu dalam hatiku. Saat itu aku benar-benar membenci diriku yang mencintaimu lebih dari aku membencimu.

Dulu, aku sangat berharap akan ada kesempatan kedua untuk memilikimu. Seberapa lama waktu untuk menunggu tak jadi soal bagiku, yang terpenting pada akhirnya kau milikku.Aku tak peduli akan disebut ‘bodoh’ oleh para sahabatku, yang aku tahu hanya kau yang terbaik untukku. Akan tetapi, disela-sela penantian itu semua keburukanmu mulai terkuak. Ternyata, kau tak lebih dari seorang pengkhianat! Kau telah menipuku dengan sangat sadis, ternyata bagimu aku tak lebih dari  sekedar pelampiasan cinta eros. Hatimu yang sesungguhnya masih tertinggal bersama bidadarimu yang lain. Mungkin kau kira aku tak pernah tahu, tapi kau salah sayang, kau salah! Aku tahu semuanya.

Dan ketika akhirnya datang kesempatan untuk bersamamu kembali, aku tak begitu menginginkannya. Mungkin hati ini masih sedikit berdebar, awalnya kukira ini pertanda masih cinta, tapi begitu kau deklamasikan penyesalanmu, entah mengapa seperti ada beban berat yang meluncur deras dari punggungku. Aku merasa bangga, aku merasa semua telah usai, dan tak perlu ada cinta yang dibalas lagi. Saat aku berada di dekatmu pun sudah sangat hampa rasanya, sudah tak ada lagi debar yang tak biasa. Aku puas, aku telah benar-benar puas. Dan saat itu pun aku tahu, bahwa sebenarnya bukan cintamu lagi yang kuinginkan, tetapi penyesalanmu lah yang aku nantikan. Dan andai kau tahu, aku merasa sangat lapang ketika akhirnya terlepas darimu...

Terimakasih telah menyakitiku, tanpa skenariomu tidak akan ada aku yang tangguh sekarang, dan terimakasih karena setidaknya kau pernah membuatku bahagia...

-Kau tidak akan pernah tahu betapa manisnya balas dendam yang tidak pernah diniatkan

Teruntuk mahalaraku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun