"Eh, ngapain kamu senyum. Emang aku badut?" tanya Kenan.
"maaf..!" sahut Kenan sambil gelagapan, mata indah Hitomi mengerling jenaka. Namun ituyang membuat Kenan semakin salah tingkah, tak mengerti ia dengan perasaan yangmenjalar di hatinya. Sejurus kemudian tangan Hitomi membimbing tubuh Kenanmenuju ruang Fisioterapi. Dimana pak Yanto telah menunggunya untuk menjalaniterapi kaki Kenan. Sebelum sampai di pintu ruang terapi Hitomi menghentikan langkahnya, dan berbalik ke arah tubuh Kenan sambil berbisik " Kenan, cepatlah pulih aku pulang untukmu."
‘Penyiksaan’ itu dimulai lagi. Tibia kanannya mengalami fracture tapi hanya retak rambut dan berkat obat-obat penguat tulang yang diberikan dokter sudah mulai tertutup oleh jaringan tulang rawan. Terjadi dislokasi pada femur dan patella yang segera direlokasi. Kenan setengah sadar saat itu. Sebenarnya ia inginnya sepenuhnya pingsan, tetapi tohia masih memiliki kesadaran, dan ingat betapa kerasnya lolongannya saat tulang paha dan tempurung lutut kanan digeser paksa agar kembali ke tempat semula.Kaki kanannya masih berdenyut karena ligamennya banyak yang rusak. Itulah yang sedang dikerjakan oleh pak Yanto.
“Otot-ototmu harus dikembalikan dandilatih lagi. Bulan depan kamu mau ikut 10K, nggak?” sambil menekan dan mengurut kaki kanannya, sama sekali tak mempedulikan desis kesakitan Kenan yang terlalu malu untuk berteriak, apalagi meneteskan air mata. Rasanya ia ingin menendang pak Yanto, kalau saja kakinya tak bengkak dan nyeri.
Edisi penyiksaan usai sudah. Kenan keluar dari ruang Fisioterapi dengan raut mukayang masih menahan rasa nyeri, efek dari sentuhan tangan ajaib Pak Yanto.
"Syukurlah sudah selesai. Aku cemas menunggumu nggak keluar-keluar. Masih parahkah
kondisinya?" tanya Hitomi sambil sedikit berlari ke arah Kenan.
"Doakan saja tulang kakiku ini cepat kembali seperti semula. Semoga berkat pertolongan-Nya lewat tangan Pak Yanto, aku benar-benar segera pulih dan bisa mengikuti kejuaraan lagi," jawab Kenan dengan raut muka yang serius.
"Aamiin ..." Hitomi pun dengan cepat mengaamiininya dengan perasaan penuh harap akan terkabulnya doa-doa mereka berdua.
Kenan mulai berlatih kembali untukmenghadapi lomba 10K. Dengan semangat empat lima layaknya pejuang, Kenanberlari dan berlari. Dengan dukungan Tomi menambah semangat tujuh belas kalilipat. Entah telah berapa kali lapangan bola ini dikitarinya. Saking semangatnya, ia sampai lupa, bahwa ia pernah cidera.
"Aduuh.." serunya. Akan tetapi semangat itu melebihi rasa sakitnya, hingga ia