Begitu berharga petuah-petuah dan nasihat dari Bapak untuk saya teladani. Bapak seperti oase di padang gurun yang tandus. Pemberi semangat agar kami bertahan menghadapi hari-hari yang penuh liku dan rintang. Hanya Tuhan yang mampu menimbang semua kebaikan Bapak.
Bapak adalah figur Ayah yang didambakan oleh setiap anak. Begitu beruntungnya saya menemukan Bapak di Kompasiana tercinta ini. Saya yang sejak kecil sudah ditinggalkan oleh Almarhum Ayah saya, rasanya menemukan sosok ayah kembali dari Bapak.
Ya Allah, terima kasih atas segala rahmat-Mu. Berkat semua kebaikan-Mu saya mampu menapakkan kaki di bumi ini dan mendapatkan keluarga yang hangat di Kompasiana, saling berbagi, memberi nasihat, mensuport, dan saling membimbing dalam kebenaran.
Bapak, inilah untaian perasaan yang selalu saya pendam di dasar hati kecil.yang paling dalam. Terima kasih untuk semuanya. Saya sayang Bapak dan Bu Lina. Semoga Bapak dan Bu Lina selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Sampai jumpa di Kompasianival 2015 nanti.
Gresik (Dini Hari), 12 Oktober 2015
Selengkapnya
Saya mendapat kiriman buku tersebut dari beliau pada tanggal 11 Desember 2015. Mestinya buku tersebut akan diberikan oleh beliau pas bertemu di Kompasianival tahun 2015. Namun karena ada tugas mendadak sehingga saya tidak bisa hadir, maka dipaketin dech sama beliau. Sebagai ungkapan bahagia yang tak terkira, saya pun sempat menuangkannya dalam tulisan.
Di antaranya sebagai berikut:
…………………………………………………………………………………………………
Sesampai di rumah, kebahagiaan pun menjemput diri yang sudah terasa letih. Di atas meja kerjaku, tergeletak paket kiriman dari Ayah Tjiptadinata Effendi. Bahagia pun menjalar ke seluruh tubuh. Tak sabar ingin segera kubuka, paket pertama kali yang saya terima dari seorang Ayah setelah sejak kecil sudah tidak merasakan kasih sayang seorang ayah. Tak terasa meneteslah air mata di pipi. Rasa bahagia, haru bercampur menjadi satu.
Kubuka paket dari seorang Ayah yang tak sempat kutemui karena adanya tugas yang harus saya jalani. di dalamnya ada satu set perhiasan bermata mutiara hitam dari Lombok, sebuah alat pemotong kuku dari Italia dan dua buah buku karya beliau. Buku pertama berjudul “Sehangat Matahari Pagi” dan “The Power of Dream”.
Saya merasa bahagia, haru, dan terheran-heran karena perhiasan (cincin) yang dibelikan Bunda Roselina sangat pas di jari manis saya dan gelangnya pun pas di pergelangan tangan saya. Padahal kami hanya bertemu sekali dan hanya beberapa jam di Kompasianival 2014 tahun lalu. Sementara saya sendiri kalau membeli cincin atau pun gelang, milihnya agak lama karena jarang yang pas. Makanya saya benar-benar merasa terharu. Ingin peluk Bunda Roselina dan Ayah Tjiptadinata. Hiks…