Dokpri
Senin (14/12) merupakan hari terakhir saya melaksanakan tugas pendampingan dalam Workshop Implementasi Kurikulum 2013 di SMP Negeri 12 Surabaya. Meski terasa lelah karena setiap hari harus menempuh perjalanan 40 km dari rumah ke tempat pelatihan, namun terhapus oleh kebahagiaan melihat para Guru Sasaran merasa senang selama pendampingan.
Pada hari terakhir tersebut, banyak yang harus diselesaikan oleh Instruktur. Mulai membuat pelaporan selama pelatihan, mengentry data pre test dan post test, juga mengisi LK para peserta. Maka pulangnya pun tetap sore hari meski para peserta sudah pulang sejak siang hari.
Sepulang dari tempat pelatihan, di jalan kejebak macet. Berjam-jam berada di dalam angkot. Giliran harus oper angkot SG (Surabaya-Gresik) di pertigaan Margomulyo, turun hujan. Bingunglah saya karena tidak memiliki tas kresek, sementara saya membawa lap top. Hadeehh.. situasi dan kondisi yang benar-benar menguji kesabaran saya.
Untungnya tidak terlalu lama segera mendapatkan angkot SG, setelah beberapa angkot sudah sarat dengan penumpang. Namun kemacetan sepanjang jalan Margomulyo, Greges hingga Osowilangon tak terelakkan lagi. Macet dari berbagai arah. Hiks …
Sesampai di rumah, kebahagiaan pun menjemput diri yang sudah terasa letih. Di atas meja kerjaku, tergeletak paket kiriman dari Ayah Tjiptadinata Effendi. Bahagia pun menjalar ke seluruh tubuh. Tak sabar ingin segera kubuka, paket pertama kali yang saya terima dari seorang Ayah setelah sejak kecil sudah tidak merasakan kasih sayang seorang ayah. Tak terasa meneteslah air mata di pipi. Rasa bahagia, haru bercampur menjadi satu.
Kubuka paket dari seorang Ayah yang tak sempat kutemui karena adanya tugas yang harus saya jalani. di dalamnya ada satu set perhiasan bermata mutiara hitam dari Lombok, sebuah alat pemotong kuku dari Italia dan dua buah buku karya beliau. Buku pertama berjudul “Sehangat Matahari Pagi” dan “The Power of Dream”.
Satu set perhiasan
Saya merasa bahagia, haru, dan terheran-heran karena perhiasan (cincin) yang dibelikan Bunda Roselina sangat pas di jari manis saya dan gelangnya pun pas di pergelangan tangan saya. Padahal kami hanya bertemu sekali dan hanya beberapa jam di Kompasianival 2014 tahun lalu. Sementara saya sendiri kalau membeli cincin atau pun gelang, milihnya agak lama karena jarang yang pas. Makanya saya benar-benar merasa terharu. Ingin peluk Bunda Roselina dan Ayah Tjiptadinata. Hiks …