Mohon tunggu...
Money

Transaksi dalam Minimarket Modern yang Bersyariah

13 Januari 2018   13:08 Diperbarui: 13 Januari 2018   14:46 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Transaksi dalam Minimarket Modern selama ini masih ada beberapa yang memperdepatkan tentang sah atau tidaknya. Padahal faktanya sekarang kita tidak terlepas dari proses transaksi jual beli tersebut. Dimana hampir setiap hari kita melakukannya disaat berbelanja di minimarket modern. Dalam transaksi jual beli kita mengenal istilah ijab qobul yang menjadi salah satu rukun sahnya jual beli tersebut secara islami.

Ijab secara bahasa berarti mengharuskan ( Wajib), sedang secara istilah,ijab berati segala sesuatu yang dilontarkan oleh penjual untuk menunjukkan kerelaannya atas suatu barang yang dijual belikan. Sedangkan qobul merupakan kebalikan dari Ijab.Qobul berarti segala sesuatu yang dilontarkan pembeli untuk menunjukkan kerelaan dalam bertransaksi. Ijab dan Qobul pada dasarnya menggunakan lafal. Pelafalan ijab dan qobul harus jelas dan tidak membingungkan.

Sedangkan permasalahan mu'amalat (interaksi sesama manusia) tidaklah termasuk amalan ibadah atau masuk dalam kategori mubah sehingga tidak harus seratus persen sesuai dengan yang dicontohkan. Mu'amalat hanyalah hubungan sesama manusia, sehingga apa saja yang mereka anggap sebagai transaksi jual-beli, maka itu dikatakan jual-beli. Dalam Mu'amalat karena hukum dasarnya mubah, sehingga dalam proses transaksinya lebih banyak bersandar pada adat kebiasaan dimana proses transaksi terjadi.

Dalam sejarahnya tidak ada dalil ataupun standar ijab qobul , baik dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau para sahabatnya yang dapat dijadikan dalil guna menggariskan definisi akad jual-beli harus seperti apa. Hanya ada penegasan prinsip dasar dari Mu'amalah atau jual beli nya saja.

Telah diketahui bahwa Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menyebutkan definisi jual-beli  baik dalam Al Qur'an atau As sunnah. Sebagaimana tidak pernah diriwayatkan dari seorang sahabat, atau tabi'in , bahwa ia menentukan ucapan tertentu guna menjalankan akad ini. Juga tidak pernah ditemukan satu ucapan yang dapat mengarah kepada pemahaman bahwa suatu akad tidak sah, kecuali bila dijalin dengan ucapan-ucapan tertentu.

Sebaliknya, sebagian ulama' menegaskan bahwa anggapan semacam ini nyata-nyata menyelisihi kesepakatan ulama' zaman dahulu, sehingga dapat dikatagorikan sebagai bid'ah. Bila suatu hal tidak memiliki definisi dalam syari'at, tidak juga dalam ilmu bahasa, maka rujukannya adalah tradisi masing-masing masyarakat. Adat kebiasaan suatu masyarakat bisa menjadi hukum disaat permasalahan tersebut tidak disyariatkan dalam islam. Sehingga apa yang menjadi kebiasaan masyarakat setempat dalam bertransaksi jual beli maka itulah jual beli dan apa yang tidak pernah dilakukan oleh masyarakat setempat maka tidak dimaksud jual beli. Dalam Majmu Fatwa Ibnu Taimiyyah 19/16 beliau mengatakan "apa saja yang oleh masyarakat disebut sebagai jual-beli maka itulah jual-beli. Dan apa saja yang mereka sebut sebagai hibah, maka itulah hibah"

Pada kesempatan lain beliau berkata: "Pendapat yang benar, bahwa kedua pihak bila telah saling mengetahui maksud lawan transaksinya, maka dengan ucapan apa saja mereka menjalankan suatu akad, akad antara mereka berdua adalah sah. Dan ini berlaku umum pada seluruh jenis transaksi. Dikarenakan Allah dan rasul-Nya tidak pernah memberikan batasan dalam hal ucapan akad. Akan tetapi Allah Ta'ala dan rasul-Nya menyebutkannya tanpa ada batasan. Sebagaimana transaksi dapat dijalin dengan bahasa Persia, Romawi atau lainnya, maka transaksi boleh dijalin dengan ucapan apa saja dalam bahasa Arab yang menunjukkan akan transaksi tersebut."

Kesimpulan beliau ini didukung oleh kaedah ilmu fiqih yang berbunyi, "Adat-istiadat itu memiliki kekuatan hukum.". Yang dimaksud dengan adat-istiadat disini ialah adat-istiadat yang telah berlaku dan dijalankan oleh setiap orang dan tidak menyelisihi syari'at.

Dan kaedah berikut juga menguatkan kesimpulan beliau di atas, "Hukum asal pada setiap masalah yang tercakup dalam adat kebiasaan, adalah boleh." Dan akad jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan dan yang serupa adalah sebagian dari bentuk adat istiadat, dan bukan peribadahan. Dengan demikian, semua akad ini tercakup oleh keumuman kaedah tersebut.

"Bila ada yang berkata: Akad nikah, disebutkan oleh Allah dengan kata-kata nikah, sehingga pada akadnya harus menggunakan kata-kata: menikahkan. Maka kita jawab: begitu juga halnya dengan jual-beli, Allah sebutkan dengan kata jual-beli, apakah kita juga akan berpendapat bahwa ketika kita bertransaksi jual-beli harus menggunakan kata: saya jual? Jawabannya pasti: tidak. Bila demikian, akad jual-beli beli dapat terjalin dengan ucapan apa saja yang biasa digunakan ketika menjual (ijab) dan begitu juga ketika membeli (kabul)."Kita  bisa bayangkan, betapa susahnya hidup kita , bila setiap transaksi yang kita jalankan harus diutarakan dan diucapkan. Bila demikian adanya, maka kita tidak akan bisa berbelanja di supermarket, atau tempat-tempat serupa.

Dan di antara metode jual-beli yang dibenarkan dalam syari'at ialah dengan cara saling menyerahkan barang yang dimaksud, pembeli menyerahkan uang pembayaran, dan penjual menyerahkan barang yang dibeli oleh pembeli tanpa ada satu katapun dari kedua belah pihak (metode mu'athah). Hal ini sebagaimana yang lazim terjadi di pusat-pusat perbelanjaan, seperti supermarket, dan yang serupa. Allah Ta'ala melalui Al Qur'an dan As Sunnah An Nabawiyyah hanya mensyaratkan dalam perniagaan adanya taradhi(suka sama suka), dan hal ini letaknya dalam hati setiap orang. Sebagaimana ucapan ijab dan qabul dianggap sebagai bukti adanya rasa suka sama suka dalam hati, begitu juga perbuatan saling menyerahkan, dapat menjadi bukti adanya rasa suka sama suka yang dimaksudkan. Dan praktek masyarakat sejak zaman dahulu menunjukkan akan hal ini. Inilah pendapat yang lebih kuat dalam permasalahan ini.

Ibnu Qudamah berkata: "Sesungguhnya Allah telah menghalalkan transaksi jual-beli, dan Allah tidak pernah menjelaskan kepada kita tentang metodenya, sehingga wajib atas kita untuk mengikuti tradisi yang telah berlaku, sebagaimana tradisi telah dijadikan standar/pedoman dalam penentuan metode penyerah-terimaan barang yang diperjual-belikan, dan juga dalam batasan perpisahan dalam akad. Dan seperti inilah praktek kaum muslimun di pasar-pasar dan dalam setiap perniagaan mereka. Karena perniagaan telah ada sejak zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan telah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi Allah dan Rasul-Nya hanya menentukan beberapa hukum dengan peniagaan tersebut, dan tetap membiarkannya seperti yang telah berjalan di masyarakat, sehingga tidak boleh bagi kita untuk merubah yang telah berlaku hanya berdasarkan akal-pikiran dan seenak sendiri. Dan tidak pernah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan juga tidak dari para sahabatnya --padahal mereka seering melakukan perniagaan- penggunaan kata ijab dan qabul. Dan seandainya mereka menggunakan ijab dan qabul dalam perniagaan mereka, niscaya akan diriwayatkan secara mutawatir. Dan seandainya ijab dan qabul adalah syarat dalam setiap perniagaan, niscaya hukumnya wajib untuk diriwayatkan, dan tidak mungkiun para ulama' melupakannya, karena perniagaan adalah hal yang telah memasyarakat"

Dengan demikian, akad jual-beli dapat dilakukan dengan metode ucapan lisan dan metode perbuatan. Metode ucapan lisan, yaitu dengan adanya ucapan ijab dari penjual dan kabul dari pembeli. Metode perbuatan, yaitu yang diistilahkan dengan al mu'athah,yaitu dengan saling menyerahkan barang yang dimaksudkan oleh masing-masing dari yang menjalankan akad jual-beli, tanpa adanya ucapan ijab atau qabul dari keduanya, atau dari salah satunya. Sehingga dari sini mengenai jual beli yang berlaku di pasar, supermarket, dan mall tanpa adanya ucapan apa-apa, cukup saling ridho dengan si penjual menyerahkan barang dan si pembeli menyerahkan uang, maka itu sudah dianggap sah.

Nurhidayatuloh

Mahasiswa FIAI Universitas IslamIndonesia

Referensi :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun