Mohon tunggu...
Money

Minimarket Modern (Konvensional) yang Bersyariah Bagian 1

8 Januari 2018   20:42 Diperbarui: 8 Januari 2018   21:01 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam menghadapai persaingan dengan kompetitor lain, setiap perusahaan retail harus mempersiapkan strategi yang terintegrasi dengan managemen pemasaran yang tetap dan selalu dinamis. Hal ini diperlukan mengingat bisnis retail merupakan bisnis yang tidak hanya memberikan kenyamanan berbelanja baik prodact, fasilitas maupun tempat,akan tetapi juga memberikan kualitas pelayanan terhadap konsumen, sehingga kepuasan konsumen menjadi salah satu indikator pencapaian keberhasilan dari perusahaan retail. Salah satu strategi yang sering diterapkan dalam mangemen pemasaran yaitu strategi Marketing Mix ( Bauran Pemasaran).

Dalam bauran pemasaran terdapat seperangkat alat pemasaran yang dikenal dengan marketing mix 4P, yaitu product (produk), price (harga), place (tempat atau saluran distribusi), dan promotion (promosi), sedangkan dalam pemasaran jasa memiliki beberapa alat pemasaran tambahan seperti people (orang), physical evidence (fasilitas fisik), dan process (proses), sehingga dikenal dengan marketing mix 7P.

Bauran pemasaran jasa mencakup 7P yakni: product, price, place, promotion, people, physical evidence, dan process. Ketujuh unsur bauran pemasaran tersebut saling berhubungan dan berpengaruh satu sama lain, sehingga harus diupayakan untuk menghasilkan suatu kebijakan pemasaran yang mengarah kepada layanan efektif dan kepuasan konsumen. Jadi di dalam bauran pemasaran terdapat variable-variabel yang saling mendukung satu dengan yang lainnya, yang kemudian oleh perusahaan digabungkan untuk memperoleh tanggapan-tanggapan yang diinginkan di dalam pasar sasaran. Kombinasi dari perangkat tersebut perusahaan dapat mempengaruhi permintaan akan produknya.

Alat bauran pemasaran yang paling mendasar adalah produk, yang merupakan penawaran berwujud perusahaan kepada pasar, yang mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek, dan kemasan produk atau yang lebih dikenal dalam dunia ritel dengan sebutan etiket prodak. Pelayanan pendukung tersebut dapat memberikan keunggulan kompetitif dalam pasar persaingan global

Para pelaku usaha retail seharusnya dalam menggagas bisnis Islami haruslah memperhatikan implementasi syariat pada marketing mix. Marketing mix atau Bauran Pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya pada pasar yang menjadi sasaran. Implementasi syariat dapat diterapkan dalam variabel-variabel marketing mixyakni product, price, place,dan promotion

Berkaitan dengan bauran pemasaran konvensional, maka penerapan dalam syariah akan merujuk pada konsep dasar kaidah fiqih yakni "Al-ashlu fil-muamalah al-ibahah illa ayyadulla dalilun 'ala tahrimiha" yang berarti bahwa pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya[1].  

Dalam artikel ini kami akan membahas dua dari tujuh marketing mix yang bersyariah, sisanya akan dibahas di artikel selanjutnya.

1. Produk

Produk dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan pada pasar ( konsumen) untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Namun, jika ditinjau dari perspektif syariah, Islam memiliki batasan tertentu yang lebih spesifik mengenai definisi produk.Minimal ada tiga hal yang perlu dipenuhi dalam menawarkan sebuah produk dalam prinsip syariah ;

        a. Produk yang ditawarkan memiliki kejelasan barang, kejelasan ukuran/ takaran, kejelasan komposisi, tidak rusak/ kadaluarsa dan menggunakan bahan yang baik,dalam hal ini mungkin tidak terlalu berbeda dengan pengertian produk secara konvensional. Hanya saja dalam perspektif syariah lebih menitik beratkan pada proses terbuatnya produk tersebut.

        b. Produk yang diperjual-belikan adalah produk yang halal dan higienis. Pemahaman masyarakat selama ini hanya terbatas pada produk yang halal saja atau produk yang higienis saja,akan tetapi pada pemahaman bahwa produk yang halal harus higienis atau sebaliknya.

        c. Palam promosi maupun iklan tidak melakukan kebohongan. "Jika barang itu rusak katakanlah rusak, jangan engkau sembunyikan. Jika barang itu murah, jangan engkau katakan mahal. Jika barang ini jelek katakanlah jelek, jangan engkau katakan bagus". (HR. Tirmidzi)

Hadits tersebut juga didukung hadits riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hambal, "Tidak dihalalkan bagi seorang muslim menjual barang yang cacat, kecuali ia memberitahukannya,". Pernyataan lebih tegas disebutkan dalam Al Quran Surat Al Muthaffifiin (1-3) "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi".

Uraian diatas jelas mengatakan bahwa hukum menjual produk cacat dan disembunyikan adalah haram. Artinya, produk meliputi barang dan jasa yang ditawarkan pada calon pembeli haruslah yang berkualitas sesuai dengan yang dijanjikan. Persyaratan mutlak yang juga harus ada dalam sebuah produk adalah harus memenuhi kriteria halal. "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung". (An-Nahl: 116). Makanlah olehmu makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakan amal shalih. (Al-Mu'minuun: 51).

2. Harga

Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan untuk mendapatkan sebuah produk atau jasa tertentu. Harga merupakan keseluruhan nilai ( uang)  yang ditukarkan konsumen untuk mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap sebuah produk atau jasa. Harga merupakan cerminan dari kualitas suatu produk dan jasa. Sehingga harga yang ditawarkan kepada konsumen harus disajikan secara kompetitif, rasional sesuai dengan nilai dari produk atau jasa yang diperjualbelikan. Dalam hal ini Islam sependapat dengan penentuan harga yang kompetitif.

Namun dalam menentukan harga tidak boleh menggunakan cara-cara yang merugikan pebisnis lainnya. Islam tentu memperbolehkan pedagang untuk mengambil keuntungan. Karena hakekat dari berdagang adalah untuk mencari keuntungan. Namun, untuk mengambil keuntungan tersebut janganlah berlebih-lebihan. Karena, jika harga yang ditetapkan adalah harga wajar, maka pedagang tersebut pasti akan unggul dalam kuantitas. Dengan kata lain, mendapat banyak keuntungan dari banyaknya jumlah barang yang terjual, dan tampak nyatalah keberkahan rizkinya. Dalam proses penentuan harga, Islam juga memandang bahwa harga haruslah disesuaikan dengan kondisi barang yang dijual. Nabi Muhammad SAW pernah marah saat melihat seorang pedagang menyembunyikan jagung basah di bawah jagung kering, kemudian si pedagang menjualnya dengan harga tinggi. Dalam sebuah hadits beliau mengatakan: "Mengapa tidak engkau letakkan yang kebasahan itu diatas bahan makanan itu, sehingga orang-orang dapat mengetahui keadaannya. Barang siapa menipu, maka ia bukanlah masuk golongan kita" (HR. Muslim).

Hadits diatas mengindikasikan jika memang barang (produk dan jasa)  itu bagus, maka wajar jika harganya mahal. Namun jika barang (produk dan jasa) itu jelek kualitasnya, sudah sewajarnya dijual dengan harga murah. Nabi Muhammad SAW mengajarkan penetapan harga yang baik. Barang yang bagus dijual dengan harga bagus. Dan barang dengan kualitas lebih rendah dijual dengan harga yang lebih rendah. Tidak selayaknya barang yang jelek dijual dengan harga mahal.

Rasulullah SAW juga melarang perihal najasy (false demand).Transaksi najasy diharamkan karena si penjual menyuruh orang lain memuji barangnya atau menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik untuk membeli. Padahal, si penawar sendiri tidak bermaksud untuk benar-benar membeli barang tersebut. Ia hanya ingin menipu orang lain yang benar-benar ingin membeli. Sebelumnya, orang ini telah mengadakan kesepakatan dengan penjual untuk membeli dengan harga tinggi agar ada pembeli yang sesungguhnya dengan harga yang tinggi pula dengan maksud untuk ditipu. Akibatnya terjadi permintaan palsu atau false demand.Model transaksi falsedemand masih marak kita jumpai di perdagangan tradisional.

Nurhidayatuloh

Mahasiswa FIAI Universitas Islam Indonesia
 
 

[1] Kertajaya, Hermawan dan Muhammad Syakir Sula, 2006, Syariah Marketing,Bandung, Mizan

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun