Tahun 2021 merupakan tahun penuh dengan kejutan, banyak penemuan baru bermunculan hingga kita di beri cobaan yakni adanya Corona virus di tahun 2019. Namun dibalik itu ada hal baik yang patut kita apresiasi.
Ditemukannya Vaksin merupakan awal dari terbebasnya kita dari pandemi ini namun kita tidak boleh puas. Bukan hanya pengetahuan yang terus mengalami pembeharuan, seiring berjalannya waktu penyakit juga mengalami perubahan.
Pada perkembangannya Vaksin pada era saat ini sudah sampai titik merekombinan DNA sebagai target yang akan disisipi, restriksi dan ligasi DNA target dan vektor, transformasi vector ke sel inang dan analisis DNA rekombinan dalam sel inang.
Namun sebenarnya hal ini penuh dengan kontroversi, sebab banyak peneliti masih belum setuju dengan sistem kloning ini. Sistem kloning dianggap perbuatan yang tidak baik yakni mendahului sang pencipta.
Sistem Kloning
Apa itu kloning? Secara umum, kloning berarti penggunaan metode buatan untuk menghasilkan organisme baru dari salinan genetika yang identik. Melalui penggunaan metode buatan ini dikembangkan untuk memodifikasi materi genetik organisme sehingga menghasilkan senyawa baru.
Sejak penemuan struktur DNA pada tahun 1953, ilmuwan telah banyak menggunakan metode ini untuk meningkatkan kualitas ternak dan pertanian hingga mampu menyembuhkan berbagai penyakit pada manusia.
Mengenal He Jiankui
Dia adalah He Jiankui, seorang peneliti biofisika dari SUSTech Shenzhen, ilmuwan pertama (yang diketahui) telah berhasil mengedit genetika bayi manusia dengan nama samaran Lulu dan Nana. He Jiankui dan timnya menargetkan studi pengeditan genome ini untuk mengeliminasi gen CCR5. Pasalnya, virus HIV memerlukan gen ini untuk masuk ke dalam sel darah putih dan menginfeksi tubuh.
Telah berlangsung dua tahun sejak bayi kembar ini dilahirkan (sejak Oktober 2018), Jiankui telah mendorong sebuah gerakan revolusioner dalam sejarah peradaban manusia.
3 Tahun sudah berjalan pasca kelahiran bayi kembar ini , hal ini merupakan stimulus gerakan revolusioner dalam sejarah perdaban manusia. Namun pengeditan genetika pada manusia ini dianggap melanggar etis penelitian. Bahkan beberapa ilmuan dari institusi ternama mengangap bayi tersebut tidak akan berumur panjang.
Hal ini di dasari oleh penelitian terdahulu yakni domba dolli. Domba dolli merupakan produk pertama dari hasil kloning pada hewan.
Namun perlu diketahui matinya domba dolli bukan karena mati prematur dari hasil kloning namun karena mengikuti  umur induknya. hal ini menjadi dasar bahwa kloning tidak memperpendek umur makhluk hidup.
Jangka umur Domba Dolly lebih pendek dari domba lainnya karena dia memiliki pemrograman biologis yang sama dengan pendonor selnya. Pemrograman biologis ini menentukan jangka waktu maksimum makhluk hidup. Seperti apa?
Dalam reproduksi alamiah maupun buatan, setiap kromosom memiliki "topi" di bagian ujung yang bernama telomer. Ini adalah bagian dari kromosom yang tidak membawa sifat genetika apapun.
Apa fungsi dari telomer?
Kita membutuhkan telomer karena setiap kali sel kita melakukan pembelahan dan kromosom tereplikasi, sebagian kecil dari ujung telomer ini akan terkikis. Panjang telomer akan semakin memendek hingga habis, yang berarti pembelahan sel berikutnya akan mengalami kegagalan.
Panjang telomer akan selalu mengikuti panjang telomer dari induk pada kondisi utuh (sebelum tereplikasi). Ini berarti panjang telomer Domba Dolly saat baru lahir sama dengan panjang telomer pendonornya saat baru lahir.
Hal ini juga yang menyebabkan tingkat harapan hidup kita sangat bergantung pada panjang umur orang tua biologis kita. Ya, jangka waktu hidup maksimum kita telah ditetapkan sejak lahir. Kita hidup dengan jam pasir biologis yang telah ditetapkan untuk habis pada waktu tertentu. Suatu saat, sel kita akan berhenti membelah dan kita akan mati secara perlahan.
Kematian ini lah yang dalam dunia medis disebut kematian akibat "age-associated diseases", yaitu penyakit yang umumnya muncul seiring bertambahnya usia, seperti kanker, alzheimer, serangan jantung, dan stroke.
Apa yang bisa sains lakukan untuk mencegah penuaan?
Saat ini, ilmuwan tengah mengembanglan Reverse Aging Technolgy, sebuah teknologi yang berfokus pada pembalikan proses penuaan. Teknologi ini telah terbukti memungkinkan untuk membalikan tipe sel tertentu dan organisme sederhana, tetapi belum hingga ke tahap organisme yang lebih kompleks seperti manusia.
Dalam sebuah studi yang menargetkan protein molekular pada tikus, ilmuwan menemukan bahwa pencampuran sistem peredarah darah antara tikus muda dan tua berhasil membuat tikus tua menjadi lebih muda. Penemuan ini menjadi sebuah harapan besar bagi manusia.
Apakah memungkinkan bagi manusia untuk hidup abadi?
Kemungkinan tidak, tetapi kita bisa belajar untuk menjadi resisten terhadap penuaan untuk mendapatkan jangka waktu hidup yang jauh lebih panjang. Bahkan, nyatanya sudah ada berbagai spesies yang berevolusi untuk mendapatkan keuntungan ini.
Misalnya, lobster memiliki enzim telomerase untuk selalu memperpanjang ukuran telomer. Hal ini membuat lobster terbilang abadi, selama ini lobster hanya mati karena dimakan atau bertumbuh menjadi sangat besar hingga tidak bisa membuat cangkang baru dalam keadaan aman. Bukan tidak mungkin jika terdapat lobster di lautan dalam sana yang telah hidup selama ratusan atau bahkan ribuan tahun.
Namun hingga saat ini belum.sebenarnya  Kita sudah punya hal serupa yang bisa terus menngalami pembelahan, yaitu sel kanker. Nyatanya sel kanker memang abadi, tetapi manusia yang memilikinya tidak.
Saat ini masih banyak yang perlu kita pelajari untuk mendapatkan resistensi terhadap penuaan, tetapi bukan sepenuhnya mustahil jika suatu saat anak-cucu kita bisa hidup hingga ratusan bahkan ribuan tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H