Bagi sebagian orang Islam di Malang Raya, masjid Ath-Thohiyah bukanlah masjid yang asing, karena masjid ini berada dalam satu kompleks dengan pondok pesantren Miftahul Falah atau Pondok Bungkuk, yang dulu pernah menjadi acuan tempat menuntut ilmu agama Islam di wilayah Malang Raya.
Nama masjid itu sendiri diambilkan dari nama Mbah Kyai Thohir, salah seorang Kyai terkenal di Malang sekaligus pengasuk pondok Bungkuk. Semula masjid ini hanya dikenal dengan sebutan Masjid Bungkuk, karena bangunan masjid ini berada di jalan Bungkuk, Singosari, Malang. Konon, sebutan Bungkuk berasal dari masyarakat sekitar yang mengetahui banyak orang yang sedang membungkuk pada saat melakukan gerakan salat.
Cikal bakal keberadaan masjid ini tidak lepas dari sosok seorang kyai yang bernama Kyai Hamimuddin. Beliau adalah salah seorang mantan laskar Pangeran Diponegoro yang lari dari kejaran tentara Belanda sekitar tahun 1830. Di area inilah beliau lalu mendirikan tempat tinggal, pesantren dan mushalla sekitar tahun 1850.
Sebagaimana yang telah diketahui hampir semua bangsa Indonesia, bahwa Singosari adalah sebuah kerajaan Hindu. Oleh karena itu, di area yang tidak jauh dari bekas daerah pusat kerajaan ini masih sangat kuat pengaruh ajaran Hindu dan bahkan Budha. Jadi jelaslah bahwa kehadiran Kyai Hamimuddin merupakan langkah awal penyebaran agama Islam di Malang, khusunya Malang Utara.
Pada saat itu, Kyai Hamimuddin berusaha menyebarkan agama Islam dengan mendirikan perantren. Dengan tujuan untuk mempercepat syiar Islam di Singosari, Kyai Hamim menikahkan salah seorang putrinya dengan Kyai Thohir dari Bangil yang masih termasuk keturunan Sunan Ampel. Benar saja setelah itu, pondok Bungkuk menjadi maju pesat, karena setelah Kyai Hamim berpulang Mbah Kyai Thohir waliyullah yang menggantikannya.
Saat memimpin pesantren itulah, Kyai Thohir mulai membangun masjid yang dulunya hanya sebuah musalla kecil. Seiring dengan perkembangan pesantren, pada tahun 1950-an masjid ini dipugar untuk kedua kalinya. Hingga kini, Masjid At-Thohiriah sudah mengalami tiga kali pemugaran, yaitu sebelum tahun 1950-an, sekitar tahun 1950-an, dan yang terakhir pada tahun 2008.
Meskipun sudah dipugar sampai tiga kali, namun ada bagian masjid yang tetap dirawat hingga sekarang. Yaitu berupa empat tiang utama masjid berbentuk kubus dengan ukuran 2x2 meter, yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran kaligrafi yang sangat indah.
Keempat tiang itu masih kokoh dan berdiri tegak di tengah-tengah ruangan utama masjid Ath-Thohiriyah sampai sekarang. "Ya, tiang ini sudah ada sejak masjid ini berdiri," kata salah seorang takmir masjid. Tentu saja keempat tiang ini sekaligus menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Malang Raya, khususnya di wilayah Malang Utara, tepatnya di Singosari.
Hingga kini, masjid tertua di Malang Raya ini memiliki daya tampung 800 jamaah, yang tidak hanya digunakan untuk salat lima waktu saja. Tetapi, salat Jumat, salat idul Fitri dan Idul Adha dilaksanakan di masjid ini. Â Selain itu, di masjid ini juga sering diadakan pengajian-pengajian akbar oleh masyarakat Malang dan sekitarnya.
Bahkan, Masjid Ath-Thahiriyah kini sudah menjadi salah satu destinasi wisata religius di Malang Raya. Hal ini tentunya karena di area masjid ini, tepatnya di belakang bangunan utama masjid, terdapat makam Kyai Hamimuddin dan Mbah Kyai Thohir beserta keturunannya, termasuk K.H. Masjkur cucu mantu Mbah Kyai Thohir, sekaligus  mantan salah satu menteri agama di era Presiden Soekarno sekitar tahun 1947.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H