konten kreator dan pengguna media sosial di Indonesia.Â
Peraturan Presiden (Perpres) tentang jurnalisme berkualitas adalah isu yang hangat diperbincangkan di kalangan paraSebagai langkah untuk mengendalikan penyebaran berita palsu (hoax) dan meningkatkan standar media di era digital, Perpres ini menuai beragam tanggapan.Â
Artikel ini mencoba menguraikan beberapa poin utama yang terkandung dalam Perpres tersebut, menganalisis implikasinya terhadap kreativitas konten kreator, dan membahas potensi dampak pada kebebasan berpendapat di dunia digital.
Peningkatan penggunaan media sosial dan platform digital telah memicu pertumbuhan pesat konten kreator di Indonesia. Namun, Perpres jurnalisme berkualitas yang baru-baru ini diusulkan dapat mengubah lanskap media digital.Â
Dengan memeriksa dengan cermat poin-poin utama dalam Perpres ini, kita dapat memahami bagaimana peraturan tersebut dapat memengaruhi ekosistem media digital.
Kesulitan Bagi Konten Kreator (Pasal 7 Ayat 1D)
Salah satu poin penting dalam Perpres adalah potensi kesulitan yang akan dihadapi oleh konten kreator. Dengan adanya peraturan yang mengatur berbagai aspek konten, seperti kurasi dan kode etik, kreativitas para konten kreator dapat terbatas. Dalam perspektif ilmiah, ini bisa dianggap sebagai hambatan terhadap inovasi dan perkembangan media digital.
Peran Dewan Pers dan Kurasi Konten (Pasal 7 Ayat 1A dan 1E)
Peran Dewan Pers dalam mengatur media digital adalah langkah yang dimaksudkan untuk memerangi penyebaran berita palsu. Namun, tantangan muncul dalam hal bagaimana Dewan Pers akan mengkurasi konten.Â
Pertanyaan tentang siapa yang akan menjadi kurator dan apakah mereka memiliki pemahaman yang cukup dalam berbagai bidang menjadi pertimbangan yang relevan. Ini mengingatkan kita pada pentingnya kualifikasi dan objektivitas dalam kurasi konten di era digital.
Kendali Terhadap Algoritma (Pasal 7 Ayat 1C)
Sebuah poin yang sering terlupakan adalah peran Dewan Pers dalam mengendalikan algoritma platform digital. Algoritma adalah inti dari pengalaman pengguna di media sosial, dan jika ada entitas yang memiliki kendali penuh atasnya, maka itu memiliki implikasi yang jauh lebih dalam daripada yang mungkin terlihat pada awalnya.
Kesetaraan Peluang dan Kode Etik (Pasal 7 Ayat 1B)
Pasal mengenai kesetaraan peluang dan kode etik juga menciptakan tantangan tersendiri. Bagaimana platform digital akan menghilangkan konten yang dianggap melanggar kode etik jurnalistik? Apakah ada risiko penyalahgunaan kekuasaan dalam menghapus konten yang dianggap tidak menguntungkan oleh pihak tertentu?
Kualifikasi Dewan Pers (Pasal 8 Ayat 1)
Penting untuk mempertanyakan apakah Dewan Pers memiliki kualifikasi yang memadai dalam berbagai bidang yang mencakup media digital. Dalam sebuah dunia yang terus berkembang, pemahaman mendalam tentang teknologi dan berbagai topik yang relevan menjadi krusial.
Kesimpulan
Perpres jurnalisme berkualitas adalah langkah yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas media di Indonesia, terutama dalam menangani berita palsu. Namun, ada banyak pertanyaan dan implikasi yang perlu diperhatikan dalam implementasinya. Peraturan ini harus diperdebatkan secara cermat dan proporsional agar tidak menghambat kreativitas, inovasi, dan kebebasan berpendapat dalam ekosistem media digital.
Dengan demikian, kita diingatkan akan pentingnya menjaga keseimbangan antara keamanan informasi dan kebebasan berekspresi di dunia digital yang semakin kompleks. Semoga Perpres ini dapat direvisi untuk memenuhi tujuan yang baik tanpa mengorbankan nilai-nilai yang menjadi dasar dari demokrasi dan kebebasan berpendapat di era digital yang terus berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H