Mohon tunggu...
Nurhidayah
Nurhidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia Biasa

"Membacalah dan menulis, bentuk peradaban maju di dalam pola pikirmu." - Instagram: hayzdy Linkedin: www.linkedin.com/in/nurhidayah-h-23aab8225

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ada Banyak Jenis Kebahagiaan, Kamu Hanya Boleh Memilih Satu!

20 Januari 2023   14:16 Diperbarui: 20 Januari 2023   14:36 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nane tidak mengerti bagaimana kebahagiaan itu terjadi, yang ia tahu kebahagiaan selalu tidak terduga dan datang dari banyak tempat, orang dan suasana. 

Nane tengah berbincang dengan Fikran, di sebuah kedai es Mataram di bawah payung raksasa warna-warni. Dikerumuni pengunjung lain dengan banyak variasi suara dan topik perbincangan. 

Bolehkah Nane katakan, bahwa salah satu kebahagiaannya ialah ketika menemukan partner berkomunikasi yang baik. Bukan hanya mendengar, dia memahami dan terlibat. 

"Menurutku, para penggosip itu kumpulan orang-orang yang tidak percaya diri dan tidak bersyukur dengan kehidupannya. Makanya aib orang lain menjadi batu loncatan bagi mereka untuk merasa lebih baik, untuk merasa menang," tutur Nane menerawang, mengaduk es Mataram di mangkok.

 "Miris dan menyedihkan," komentar Fikran yang duduk di hadapannya. 

"Tapi aku penasaran, kenapa gosip identik dengan mulut perempuan," lanjutnya, menatap Nane yang sibuk memisahkan kacang goreng dari kuah es.

 "Jangan tersinggung, okey." Ungkap Fikran menunggu respon Nane yang terdiam.

 "Menurutku, perempuan itu dilengkapi dua sifat, mereka bertenaga kuat tapi mereka juga rentan terhadap hal-hal yang menyentuh hatinya. Disitulah uniknya, perempuan jika ia bersungguh-sungguh belajar, fokus terhadap dirinya sendiri, mungkin mereka akan menjadi makhluk paling awesome. Itu kenapa, perempuan semacam itu banyak dimanipulasi oleh omong kosong sebab menimbulkan banyak kecemburuan. Padahal jika kita berlapang dada dengan semua hal-hal seperti itu, entah perkembangan apa yang akan kita lihat." Cetus Nane kemudian. 

"Menurutmu, jika kamu ditakdirkan dengan seorang perempuan luar biasa, Apakah ada kemungkinan kamu cemburu?" lanjut Nane bertanya, melirik Fikran yang sedari tadi menatap Nane. 

"Seharusnya tidak. Jika tidak dipicu, sih, lebih tepatnya. Yah, lelaki identik dengan makhluk yang mendahulukan logika, kan, tapi tetap saja jika ada banyak pemicu bisa saja timbul kecemburuan." Balas Fikran, memutus pandangan dengan Nane, beralih menatap sekitar yang semakin ramai. 

"Ya aku setuju, lingkungan dan orang sekitar berpotensi menjadi pemicu, dan hanya orang hebat yang bisa mengatasi hal tersebut, huft, masyarakat awam benar-benar cobaan, bukan?" Tutur Nane dengan sedikit tawa, menyelesaikan suapan terakhir dan menyiapkan selembar uang sepuluh ribu. 

"Biar aku yang bayar," ujar Fikran menginterupsi suara Nane yang akan bergaung memanggil si penjual es. 

"Eh, nggak perlu, aku punya uang, lagipula kita hanya tidak sengaja ketemu, rasanya nggak enak kalau harus kamu yang bayar," ungkap Nane, lantas menyodorkan uang kepada si penjual. 

"Ehm, omong-omong bulan depan aku bakal nikah," jelas Nane, sembari membenarkan hijab bersiap pulang ke rumah. 

"Eng, sorry, nikah? Lalu, kenapa terima tawaranku tadi?" tanya Fikran menandakan keheranan dan keterkejutan. 

"Kita hanya nggak sengaja ketemu, lagipula aku memang berniat kesini tadi, bukan sengaja terima tawaranmu," ungkap Nane, menatap wajah Fikran yang mendadak sayu. 

"Oh, okey, kayaknya aku salah paham lagi dan terlalu terbawa suasana. Aku minta maaf," lanjutnya, membenarkan posisi duduknya yang tiba-tiba tidak enak. 

"Ada-ada saja, ini bukan kesalahan, Fik, hanya saja apapun yang terjadi itu urusan masing-masing," jelas Nane, mengakhirkan pertemuan dengan Fikran. 

"Aku pamit ya." Ucapnya, kemudian melangkah menjauh ke arah mobil yang menunggu. "Okey, hati-hati dan semoga semuanya berjalan lancar," balas Fikran yang menjadi kalimat terakhir yang didengar Nane. 

Berbincang dengan Fikran memang menyenangkan, salah satu kebahagiaan. Sayangnya, Fikran hanya kebahagiaan yang lain, bukan kebahagiaan yang patut Nane rasakan di sisa-sisa hidupnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun