Mohon tunggu...
nurqodriutama
nurqodriutama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pentingnya Pencatatan Perkawinan Dalam Hukum Perdata

29 September 2022   09:22 Diperbarui: 29 September 2022   09:37 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat baik itu perkawinan yang dilakukan menurut hukum Islam maupun perkawinan yang tidak dilakukan  berdasarkan hukum islam.

Dalam Pasal 5 ayat (1) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam juga dipertegas bahwa pencatatan nikah adalah  agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam perkawinan harus dicatat.

Pencatatan perkawinan sangat penting karena untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang diakibatkan oleh adanya pernikahan. Hal ini juga sebagai suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian pernikahan, khususnya bagi kaum perempuan dan anak dalam kehidupan rumah tangga guna melindungi hak-haknya.

Perkawinan merupakan suatu peristiwa hukum, maka suatu perkawinan harus mengikuti hukum yang dianut oleh pelakunya. Hukum yang dianut oleh pelakunya bisa mengacu kepada hukum agama dan  hukum negara, mengikuti hukum agama dan atau mengikuti hukum negara saja. Semuanya tergantung kepada pelakunya, hukum mana yang dipakai, meski negara telah mengatur di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Seperti dalam perkawinan siri yang dilakukan oleh masyarakat di Indonesia yang memakai ketentuan dan tata cara menurut hukum hukum Islam.

Pelaksanaan perkawinan siri berbeda dengan pelaksanaan yang telah ditentukan dan diatur dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Pasal 12 yang berbunyi "Tata-cara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri" selanjutnya yang menentukan tata cara pelaksanaan perkawinan  diatur dan dijabarkan melalui Peraturan perundang-undangan  Nomor 9 Tahun 1975, yang juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, sedangkan perkawinan siri dilakukan hanya didepan Penghulu dan saksi saja .

Bagi pasangan yang ingin melakukan perkawinan siri, cukup datang ke tempat ustadz yang diinginkan dengan membawa seorang wali bagi mempelai wanita dan dua orang saksi, pernikahan siri tersebut tidak dilaporkan kepada pihak yang berwenang yaitu Kantor Urusan Agama Kecamatan (KUA).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun