Biaya Haji Naik, Ibadah Kok di Kapitalisasi!
Oleh: Nurhayati, S.S.T.
Alhamdulillah, setelah dua tahun penantian, resmi dibuka tahun ini pemberangkatan haji untuk jamaah asal Indonesia yang mendapatkan kuota haji dari pemerintah Saudi sebagaimana yang dilansir dari BBC.com (3/6/2022) yaitu sebanyak 100.051 orang yang terdiri dari 92.825 kuota haji reguler dan 7.226 kuota haji khusus.
Namun kabar terbaru yang mengejutkan dengan adanya biaya tambahan yang harus dibayarkan oleh calon jamaah haji dengan jumlah Rp69.193.733,60. Hal ini disampaikan oleh Menag, Yaqut Cholil Qoumas memberikan paparan pada Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR di Gedung DPR RI, Kamis 19 Januari 2023 (mapaybandung.pikiran-rakyat, 20/1/2023).
Meski wacana penambahan tersebut tidak diberlakukan untuk calon jamaah di tahun ini, namun akan menjadi beban untuk calon jamaah di tahun-tahun berikutnya. Seperti yang dirasakan oleh Yati calon jamaah haji khusus asal Tangerang yang mewanti-wanti dirinya akan adanya kenaikan biaya haji sebesar US$2.000 atau sekitar Rp29 juta. Yati pun mengaku dirinya bukan orang kaya, dan mendaftar haji khusus karena antrian haji reguler di kota asalnya, Tangerang, sampai 20 tahun. Ia mengatakan sudah membayar Rp150 juta (bbc.com, 3/6/2022).
Panggilan Baitullah adalah Bagi Yang "Mampu"
Haji dan umrah adalah ibadah yang masih dianggap sakral bagi sebagian besar kaum Muslimin di seluruh dunia. Maka tak sedikit orang yang banyak berkorban khususnya dari segi harta untuk bisa berkunjung melakukan perjalanan ibadah ke Tanah Haram tersebut. Namun hari ini kita melihat dengan melihat wacana kenaikan ini menjadikan kita merenungi bahwa benarlah ungkapanÂ
Bagaimana tidak biaya yang tidak murah ditambah sekarang adanya penambahan yang harus dibayarkan dengan alasan perbaikan fasilitas bukanlah menjadi sesuatu yang harus dipelintir untuk "mempersulit" keinginan untuk beribadah kaum Muslimin.
Anehnya Pemerintahan Saudi malah menurunkan asuransi perjalanan sebesar 63% bagi para jamaah dari luar negeri, sebagaimana yang dilansir dalam arabnews.com (17/1/2023). Disana diungkapkan penurunan ini dilakukan untuk  memfasilitasi lebih banyak jamaah haji untuk menunaikan ibadah umrah dan haji.
Justru kenaikan biaya ini  yang dibahas oleh Kemenag bersama DPR Komisi VIII dan BPKH dalam hal ini yang telah menjadi lembaga fasilitator pendanaan haji, tentu menimbulkan pertanyaan akan komitmen negara memudahkan ibadah rakyatnya yang mayoritas muslim.Â
Di tengah kesulitan ekonomi, negara seharusnya memfasilitasi rakyat agar lebih mudah beribadah. Â Kenaikan biaya justru menimbulkan dugaan adanya kapitalisasi ibadah, di mana negara mencari keuntungan dari dana haji rakyat.
Negara yang mayoritas Muslim namun persoalan ibadah dipersulit dengan alasan biaya menjadikan kita bertanya-tanya adakah negara benar menjadi pihak yang memudahkan urusan rakyatnya atau malah mempersulit urusan rakyatnya?
Â
Negara Wajib Memberikan Pelayanan TerbaikÂ
Sebagaimana kita ketahui bahwa haji merupakan rukun Islam yang kelima. Haji dilakukan bagi yang memiliki kondisi fisik yang mampu (sehat), memiliki perbekalan harta yang cukup untuk dirinya dan keluarga yang ditinggalkan. Untuk itu ibadah ini menjadi sesuatu yang dijamin oleh negara dalam rangka menunaikan hak-hak warga negaranya. '
Namun, hari ini negara yang mengemban ekonomi kapitalis menjadikan materi adalah tolak ukur pelaksanaan aktifitasnya tak terkecuali urusan pengaturan ibadah.
Hal ini berbeda dengan pengaturan ibadah haji di bawah naungan Khilafah.  Negara akan mempermudah rakyat dalam menjalankan ibadah haji dan memberikan fasilitas terbaik untuk para tamu Allah. Karena kewajiban inilah, Allah memberikan amanah besar pengurusan kepada pemimpin kaum Muslim yakni Khalifah. Karena  sesungguhnya "Imam (khalifah) adalah pengurus urusan rakyat dan ia bertangggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR. Bukhari).
Persoalan haji memang harus didasarkan kepada kemampuan dan ketersediaan materi namun ibadah besar ini juga butuh peran serta negara yakni bagaimana negara memfasilitasi perjalanan dan fasilitas berupa kemudahan akses selama beribadah disana. Selain itu negara pun mengatur kuota haji dan umrah ini didahulukan hanya satu kali. Jika masih ada kuota yang berlebih maka boleh untuk umrah maupun haji lebih dari satu kali. Hal ini untuk memberikan kesempatan untuk kaum Muslimin bisa turut merasakan ibadah ini.
Tak kalah penting adalah bagi warga negara khilafah saat itu pemerintahan Islam tegak bukan pula disulitkan dengan pengurusan administratif berupa visa karena kaum muslimin berada dalam wilayah yang satu.
Sungguh kita merindukan sistem Islam seperti ini, dimana ibadah terasa mudah sehingga ridho Allah adalah satu-satu tujuan utama yang diraih dikala umrah dan haji. Wallahu 'alam bishowab[]