Mohon tunggu...
NURHAYATI
NURHAYATI Mohon Tunggu... Guru - Guru di SDN Wringinagung 04 Kecamatan Jombang Kabupaten Jember

Hobi membaca dan menulis untuk berbagi. Selalu berusaha berbuat baik di mana pun kapan pun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hadiah Wisuda

27 Mei 2023   20:15 Diperbarui: 27 Mei 2023   20:20 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bruk, tanpa sengaja tubuhku menabrak sesorang. Topi wisuda yang kupegang terjatuh. Aku segera berjongkok untuk menganmbilnya. Sebelum tanganku meraihnya, sebuah tangan kekar telah mengambil dan mengulurkannya padaku. Dengan sigap aku menerimanya. Sejenak aku menatap matanya, setajam elang. Kuanggukkan kepala sebagai ucapan terima kasih. Lalu bergegas menuju ruang wisuda yang sudah penuh sesak.

Kuhela nafas dalam-dalam, lega. Ternyata aku belum terlambat. Kuperhatikan  seluruh ruangan mencari-cari teman-temanku. Beberapa diantaranya duduk tak jauh dariku. Mereka menatapku dan tertawa. Kembali mataku mengitari seluruh ruangan.  Hampir semua teman cewek mengenakan kebaya dengan make up kekinian. Sedangkan aku hanyamemakai blus dan rok sederhana tanpa riasan. Aku cuek saja, yang penting aku merasa nyaman, pikirku. Untunglah tertutup oleh jubah toga, jadi tidak begitu kelihatan.

Ketika acara dimulai, aku tidak bisa fokus sepenuhnya. Fikiranku kembali terngiang --ngiang  percakapan ayah dan ibu yang tak sengaja kudengar pagi tadi. Mereka berniat menikahkanku setelah wisuda. Menikah? Ah, nonsen. Pacar saja aku tak punya. Karena terus melamun dan bertanya -- tanya dalam hati, akhirnya aku nyaris  terlambat  tadi.

Ketika namaku dipanggil, aku melangkah dengan tenang. Kutundukkan kepala di depan rektor yang memindahkan tali togaku. Alhamdulillah, akhirnya aku lulus  juga. Setelah sembilan semester berkutat dengan buku dan segala aktivitas perkuliahan yang  melelahkan. Demi secarik kertas ini.

"Sudah, silahkan bergeser." Sebuah suara mengejutkanku. Aku yamg masih menunduk tersipu dan melangkah kembali ke tempat duduk. Sekilas kulirik sang rektor menahan senyum. Deg, jantungku seakan berhenti berdetak. Mengapa wajah itu begitu familiar? Siapa dia ya. Ah, masa bodo amat. Aku tak mau ambil pusing. Semoga setelah ini tak bertemu lagi. Baiklah kini aku harus fokus, agar tak terjadi hal  yang memalukan lagi.

Menjelang pukul 13.00 acara wisuda selesai. Aku bergegas menemui ayah dan ibu yang telah menunggu di luar, di kursi undangan. Mereka memelukku bergantian sebagai ucapan selamat. Setelah berswafoto sebentar, aku meminta izin kepada ayah dan ibu untuk pergi bersama teman-taman. Semula mereka tak mengizinkan, setelah aku memohon dengan berjanji hanya sebentar, akhirnya diizinkan juga.  Aku menitipkan toga dan jubah wisuda kepada ibu. 

Aku meluapkan kegembiraan bersama teman-temanku dengan makan-makan di warteg pavorit kami. Hampir menjelang  Magrib aku tiba di rumah. Kulihat sebuah sedan merah terparkir di halaman. Hah, ini hadiah wisudaku?  Ayah berdiri di teras menyambut dengan mata melotot.

"Ini 'kan hari kelulusanku, Yah," ujarku membela diri  ketika ayah mengomeliku. Lalu wajah ayah kembali tenang seperti biasa.  Ayahku yang penyabar, wajahnya selalu teduh dan tersenyum.

"Yah, itu mobil hadiah wisudaku, ya? Kok jelek amat sih?"  Aku melangkah sambil menggandeng  lengannya.

"Ssst, pelankan suaramu. Ada yang ingin bertemu denganmu. Atur nafas, bersikap yang anggun, jangan slengean gitu. Ayo, masuk!"  ucap ayah setengah berbisik. Di ruang tamu, nampak ibu tengah berbincang dengan seseorang.  Ketika menyalami sang tamu,  sontak  mataku terbelalak.  Aku ingat, dia adalah rektor yang baru saja mewisudaku. Hah, ada urusan apa dia mencariku? Mau jual mobilnya atau mau menawariku  bea siswa? Atau jangan-jangan dia naksir aku? Ah, segera kutepis semua fikiran yang bukan-bukan.

Ternyata Rektor Abdul Gani adalah anak teman ayah yang telah lama dijodohkan denganku. Muda, mapan dan tampan memang.  Aku protes, menolak keras perjodohan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun