Mohon tunggu...
Nurhasan Wirayuda
Nurhasan Wirayuda Mohon Tunggu... -

Tiada yang diadakan, lalu tiada lagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Habib Rizieq Perlu Belajar Kepada Gandhi

7 November 2016   12:39 Diperbarui: 7 November 2016   15:47 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini berangkat dari khayalan saya tentang Bib Rizieq Guruku yang mulia. Saya bermimpi andaikan guruku mau belajar kepada Mahatma Gandhi.

Siapa yang tidak mengenal Gandhi? Salah seorang yang paling penting dalam Gerakan kemerdekaan India.

Pada suatu waktu, setelah lulus kuliah hukum di London, ia pergi mencari kerja ke Afrika Selatan, salah satu koloni lain dari Inggris. Di Suatu perjalanan Gandhi pernah diusir secara paksa dari kereta, diseret lalu dilempar keluar kereta hanya karena orang barat berkulit putih tidak percaya ada pemuda turunan India yang bisa memiliki tiket kereta kelas 1.

Pada kesempatan yang lain, Gandhi juga pernah dibogem oleh kusir kereta kuda hanya karena dirinya menolak turun untuk memberikan tumpangan penumpang kulit putih. Dia yang sebelumnya menyandang status sosial yang lumayan tinggi di tanah kelahirannya, harus mengalami pengusiran-pengusiran secara paksa di Afrika Selatan.

Kejadian-kejadian ini menjadi titik balik dalam pandangan hidup seorang Gandhi. Ketika dirinya mengalami diskriminasi berkali-kali, diusir, dicaci-maki, dia tidak dendam. Ia mampu menyalurkan pengalaman pahitnya menjadi energi, suatu sikap hidup untuk menghapuskan diskriminasi dari muka bumi.

Di saat bangsa-bangsa lain termasuk Hindia Belanda (Indonesia) berjuang melawan kolonialisme dengan mengangkat senjata pemberontakan secara fisik untuk mengusir penjajah. Di India ia melakukan  (1) perlawanan tanpa kekerasan, atau yang lebih dikenal dengan Ahimsa. (2) aksi tidak berbuat sesuatu apapun untuk kepentingan kolonial Inggris, atau mogok kerja dikenal dengan sebutan Hartal. (3) Tidak bersedia bekerjasama dengan pemerintah kolonial Inggris (non kooperatif) lebih dikenal dengan Satyagraha.  (4) tidak memakai bahan-bahan buatan Inggris dan mengutamakan pemakaian bahan buatan sendiri. Swadeshi.

Keempat prinsip ini sekilas nampak konyol, naif, dan mungkin tidak masuk akal, tetapi dibalik itu ada gagasan cemerlang yang membutuhkan tekad dan komitmen yang tidak main-main. Gandhi berpendapat bahwa Inggris adalah tamu di India, tamu yang berjumlah sedikit tidak akan mampu mengendalikan tuan rumah yang berjumlah begitu banyak jika sang tuan rumah menolak untuk bekerja sama.

Keempat prinsip ini kemudian tersebar luas dan dibuktikan oleh  Gandhi dengan mengumumkan pada seluruh rakyat India untuk secara serentak melakukan hari doa bersama dan berpuasa nasional. Hasilnya sangat mencengangkan, hari itu tidak ada orang India yang datang ke pabrik, jalur transportasi lumpuh total, jutaan orang berpawai di jalan, jutaan yang lain berdoa dan berpuasa di rumah. Pemerintah Inggris betul-betul panik dan tercengang dengan aksi kolektif masal yang mampu membuat seluruh India lumpuh total hanya karena hasutan yang berawal dari seorang Gandhi.

Bagaimana dengan Bib Rizieq? Pentolan FPI yang punya banyak massa fanatik. Dengan adanya demo kemarin, sedikitnya atau sekurang-kurangnya akan merubah arah perjalanan Indonesia. Asalkan, fokus utamanya adalah skala prioritas. Misalnya, karena (1) harta benda bangsa Indonesia dicuri habis-habisan. Lah, Kok kenapa presiden sebagai babu ke-1 pagar kebon rumahnya rakyat dirubuhkan sehingga kirik-kirik dan berang-berang dari kutub utara masuk kebon. (2) karena makin hilangnya martabat dan harga diri bangsa serta manusia Indonesia di mata dunia atau murni untuk perjuangan moral.

Tentu saja Bib Rizieq harus meniru atau belajar kepada 4 prinsip Gandhi di atas tadi.

Alhamdulillah demo kemarin sudah bisa mewakili ahimsa-nya Gandhi. Kalaupun ada yang bentrok, ya wajar. Prinsip anti-kekerasan ini tidak semudah itu merasuk ke setiap sendi-sendi masyarakat. Kalau masih ada perpecahan diantara umat, Bib Rizieq siap berpuasa sampai mati seperti Gandhi. Sampai rakyat bersatu menjadi Ummatan Wahidan.

Kedua, hartal. melakukan mogok kerja. Untuk yang ini seluruh rakyat siap mendukung Bib Rizieq.

Ketiga, satyagraha. Tidak bekerja sama dengan para perampok kekayaan bangsa. Yang ini pun rakyat siap.

Keempat, swadeshi. Tidak memakai barang buatan asing dan memakai produk sendiri. Rakyat Siap banget pokoknya lah! Bila perlu, Bib Rizieq berjalan kaki ratusan kilometer seperti Gandhi untuk mengajak rakyat memakai produk buatan sendiri.

Istriku bilang, sudahlah jangan menghayal terlalu tinggi. Itu hal yang mus-ta-hil.

Ah, iya juga. Dari pada capek-capek begitu lebih baik menikmati hasil kerja yang varokah (Mitsubishi Pajero Sport) ini sendiri.

*Data tentang Gandhi dari berbagai sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun