Mohon tunggu...
Nur Hasanah
Nur Hasanah Mohon Tunggu... Editor - Peminat sastra

Peminat sastra

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mewahkah Petani Makan Beras Organik?

1 Desember 2022   00:58 Diperbarui: 1 Desember 2022   01:05 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah petani Paguyuban Petani Al Barokah memanen padi organik. Sumber: Antara/Akbar Tado 

"Kami tuh ekspor kalau terpaksa saja. Prioritas kami, yang mengonsumsi beras organik kami ya petaninya, kemudian masyarakat Indonesia. Masa beras yang kualitasnya bagus dan menyehatkan malah dibawa ke luar negeri. Terus kita, terutama petaninya, disuruh makan raskin gitu?" ujar Pak Mustofa, Ketua Paguyuban Petani Al Barokah.

Sudah tahu ramalan ekonomi untuk tahun 2023 kan ya? Konon akan terjadi resesi global yang lebih parah daripada resesi pada awal pandemi lalu. Kita pun diwanti-wanti untuk bersiap menghadapi berbagai krisis, di antaranya krisis pangan dan energi. Semenakutkan itu. Dan ramalan-ramalan itu tidak hanya disampaikan oleh para ekonom melalui siaran berita televisi atau talkshow di channel Youtube lho, tetapi juga oleh seorang spiritualis hingga alim ulama.

Berita baiknya, ada ahli-ahli ekonomi yang menyemangati kita untuk memandang resesi dari sisi positifnya karena resesi juga melahirkan orang-orang dan perusahaan-perusahaan yang justru melejit kekayaannya. Seorang spiritualis dan seorang ulama pun menyarankan kita untuk bisa swasembada pangan, misalnya kita bisa mulai menanam umbi-umbian di pekarangan rumah kita. Dan saya melihat potensi kebangkitan pertanian Indonesia setelah berbincang dengan Pak Mustofa, Ketua Paguyuban Tani Al Barokah, pada 30 November 2022 melalui sambungan telepon.

Paguyuban Petani Al Barokah yang berbasis di Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, menarik perhatian saya karena menerapkan pertanian organik. Sekarang ini pertanian organik memang bukanlah hal asing. Sejak sekitar tujuh tahun lalu, media ramai memberitakannya. 

Pemuda-pemuda yang lebih memilih menggeluti pertanian organik dibandingkan kerja kantoran pun dikupas kisahnya agar dijadikan inspirasi bagi generasi muda. Namun, keputusan Paguyuban Petani Al Barokah untuk memilih bertani dengan konsep organik telah diambil sejak 1998, sejak paguyuban petani ini didirikan, dan masih berlangsung hingga sekarang. 

Motifnya sekadar menyayangi lingkungankah? Bagaimana perkembangannya hingga kini? Apakah mereka lebih sejahtera dengan pertanian organik?

Kalau berkunjung ke Desa Ketapang, Anda akan disuguhi pemandangan hamparan sawah yang luas, hijau, beberapa pohon kelapa menjulang tinggi di antaranya, juga petani-petani yang sibuk menggarap sawah mereka. Sesekali mungkin Anda akan melihat sekawanan burung melintas di langit desa ini atau mendengar kicauan burung-burung yang bertengger di dahan-dahan pepohonan.

Jangan lupa, hiruplah udaranya. Kalau Anda tinggal di kota, rasakan bedanya dengan udara yang sehari-hari Anda hirup. Rasakanlah atmosfer sebuah desa yang alamnya sangat dijaga sampai-sampai ada larangan berburu hewan di desa ini.

Warga Ketapang menganggap setiap makhluk hidup, termasuk katak dan ular, berfungsi menjaga ekosistem. Bila salah satunya ditiadakan, akan terjadi ketidakseimbangan rantai makanan. Ketika lingkungan terganggu, manusia juga yang merasakan dampak negatifnya. 

Karena itu, ketika ada pemburu yang tertangkap, si pemburu akan dihadapkan pada pilihan cara kekeluargaan atau dilaporkan kepada polisi. Desa Ketapang memang bekerja sama dengan kepolisian setempat terkait kearifan lokal tersebut. Kalaupun pemburu memilih cara kekeluargaan, dipilih hukuman yang sifatnya membuat jera si pemburu.

Lingkungan sedemikian dijaga, sampai-sampai petani-petani di Desa Ketapang tidak ingin merusaknya walaupun melalui aktivitas pertanian. "Kami ini berpandangan lahan itu bukan warisan nenek moyang, tapi titipan buat anak-cucu," ujar Pak Mustofa. 

"Kalau bertani asal bertani, tanah kehilangan kesuburannya karena kebanyakan dosis pupuk kimia, lalu nggak menghasilkan, yang paling rugi ya petani. Kita juga bersalah sama makhluk hidup yang tinggal di sawah yang jadi mati atau kehilangan habitatnya."

Ilustrasi model tumpukan dalam pembuatan pupuk kompos oleh Paguyuban Petani Al Barokah. Sumber: Albaorganik.com 
Ilustrasi model tumpukan dalam pembuatan pupuk kompos oleh Paguyuban Petani Al Barokah. Sumber: Albaorganik.com 

Selain menjaga lingkungan, paguyuban ini juga berkomitmen untuk menanam benih padi lokal, misalnya benih padi rojolele dan beras cianjur. Secara keseluruhan, Paguyuban Petani Al Barokah memiliki 93 varietas benih padi. Jenis benih padi yang mereka tolak adalah produk GMO (Genetically Modified Organism), yakni benih padi hasil rekayasa genetik. Sifatnya yang tidak alami dikhawatirkan memberikan dampak buruk bagi kesehatan, lingkungan, agama, dan psikis.

Demi kemaslahatan bersama antara alam dan manusia, itulah dasar pijakan Paguyuban Petani Al Barokah dalam bertani. Mereka memang tumbuh dalam lingkungan dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat. Nilai-nilai yang dijaga dengan baik itu mengembangkan paguyuban itu sendiri. Pada awal dibentuk, paguyuban ini hanya beranggotakan 7 kelompok tani di 1 desa, yakni Desa Ketapang.

Kini anggotanya sudah bertambah hingga 16 kelompok di 5 desa, terdiri atas 428 petani. Saya sebagai orang awam yang mengukur kemajuan pertanian salah satunya dengan capaian ekspor jadi kehilangan kata-kata mendengar paparan laki-laki usia 54 tahun itu, "Kami tuh ekspor kalau terpaksa saja. Prioritas kami, yang mengonsumsi beras organik kami ya petaninya, kemudian masyarakat Indonesia. 

Masa beras yang kualitasnya bagus dan menyehatkan malah dibawa ke luar negeri. Terus kita, terutama petaninya, disuruh makan raskin gitu?" Duh, malu saya.

Pertanian organik rupanya dianggap sebagai konsep yang cukup berkeadilan bagi petani. Dari sisi penghasilan, mereka bisa tersenyum dan jauh-jauh dari pikiran menjual sawah kepada pengembang perumahan, hehe.... Produk utama paguyuban ini adalah beras organik. 

Selain itu, banyak pula produk turunannya, misalnya pecahan beras diolah menjadi kerupuk, menir diolah menjadi tepung beras. Kulit ari beras atau bekatul diolah menjadi bubuk minuman yang berfungsi mengurangi kadar gula dalam darah. Kulit gabah hingga sekam padi pun diolah menjadi produk atau sekadar diambil manfaatnya. Semua unsur diambil manfaatnya, tidak dibiarkan terbuang sia-sia.

Anggota Paguyuban Petani Al Barokah sedang menimbang produk turunan beras organik. Sumber: agrikan.id
Anggota Paguyuban Petani Al Barokah sedang menimbang produk turunan beras organik. Sumber: agrikan.id

Hasil panen petani anggota paguyuban ini dijual kepada koperasi bentukan mereka sendiri, yakni Koperasi Serba Usaha Gardu Tani Al Barokah. Koperasi ini lalu memasarkan produk-produk paguyuban ini melalui website. Pembeli produk-produk paguyuban ini tidak terbatas pada masyarakat di Pulau Jawa, tapi meluas hingga ke Kalimantan. 

Pasar lain di luar negeri adalah Singapura, Amerika, Hongkong, dan Timur Tengah. "Timur Tengah itu mintanya 3 kontainer per bulan. Kami mampunya paling cuma setengah kontainer per bulan," jelas Pak Mustofa.

Organisasi rakyat yang dikelola petani pedesaan memasarkan produknya lewat website? Ah, itu tidak mengejutkan pada zaman sekarang ini. Namun, mungkin Anda tidak akan mengira bahwa paguyuban ini bahkan memiliki server sendiri untuk melindungi data mereka, misalnya data puluhan varietas padi yang mereka budidayakan.

Percayalah, mereka tidak buta akan teknologi. Mereka bahkan menerapkan pertanian digital. Mereka punya alat untuk mengukur kualitas udara, tanah, dan air. Alat-alat tersebut bertenaga surya. Data dari alat-alat itu bisa langsung diakses melalui smartphone. 

Dari data tersebut, petani bisa menentukan misalnya memupuk sawah dengan kompos tertentu atau menanami tanaman yang cocok dengan kondisi tanah tersebut. Alat-alat tersebut sedang disiapkan untuk diproduksi dan dijual demi perkembangan pertanian Indonesia.

Panel udara, salah satu alat digital farming yang dimiliki Paguyuban Petani Al Barokah, berfungsi mengukur kualitas udara. Sumber: antaranews.com
Panel udara, salah satu alat digital farming yang dimiliki Paguyuban Petani Al Barokah, berfungsi mengukur kualitas udara. Sumber: antaranews.com

Menariknya lagi, pemuda-pemuda desa turut tergerak dan tertarik menjadi bagian Paguyuban Petani Al Barokah. Biasanya mereka turut ambil bagian pada periode sebelum tanam dan sesudah panen. Misalnya, pemuda-pemuda itu berperanan menganalisis data dari alat-alat pengukur kualitas udara, tanah, dan air. 

Lebih dari itu, aktivitas paguyuban ini ternyata mampu mengurangi angka urbanisasi. Pemuda-pemuda jadi tertarik pada pertanian dan turut ambil bagian dalam paguyuban tersebut.

Belajar dan terus belajar. Agaknya, itulah moto yang selalu diikuti oleh anggota paguyuban ini. Mereka tidak hanya mempelajari hal-hal umum dalam pertanian organik, misalnya belajar mengolah kompos dari limbah rumah tangga, mereka juga terbuka mempelajari ilmu baru lalu mengajarkannya kepada petani lain. Dukungan dari pemerintah maupun instansi-instansi swasta membuat mereka lebih terbuka, optimis, dan siap lebih berkembang.

Astra misalnya, melalui program Desa Sejahtera Astra, sejak 2018 mendukung paguyuban ini melalui bantuan prasarana, pelatihan hardskill, mendatangkan profesor pertanian untuk mengajarkan ilmu-ilmu pertanian, sertifikasi lahan dan produk hingga level internasional, termasuk menciptakan peluang ekspor produk. 

Desa Ketapang memang menjadi salah satu desa dari hampir seribu desa yang Astra dampingi melalui program Desa Sejahtera Astra dan Kampung Berseri Astra. Dengan kedua program tersebut, Astra berupaya memberdayakan dan meningkatkan ekonomi masyarakat.

Program Desa Sejahtera Astra mengadakan pelatihan ekologi tanah kepada Paguyuban Petani Al Barokah (2020). Sumber: albaorganik.com
Program Desa Sejahtera Astra mengadakan pelatihan ekologi tanah kepada Paguyuban Petani Al Barokah (2020). Sumber: albaorganik.com

Satu hal yang perlu digarisbawah, oleh Paguyuban Petani Al Barokah, dukungan berbagai pihak tersebut dikembalikan lagi kepada petani dan masyarakat Indonesia dalam bentuk produk berkualitas dan dukungan kepada kelompok petani dari berbagai daerah. Berbagai penghargaan memang telah diraih oleh paguyuban ini hingga mereka lima kali bolak-balik ke Istana Negara untuk menerima penghargaan. 

Tidak mengherankan banyak pihak seperti mahasiswa, kelompok petani, dan instansi-instansi yang berkunjung ke Desa Ketapang untuk menimba ilmu menjadi petani yang tidak hanya berdaulat akan diri mereka sendiri, tetapi juga melestarikan alam dan memberikan kebaikan bagi sesama manusia.

Mari kita tengok kembali pekarangan rumah kita. Di sudut mana kita bisa menanam?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun