Mohon tunggu...
Nur Hasanah
Nur Hasanah Mohon Tunggu... Editor - Peminat sastra

Peminat sastra

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Memecahkan Misteri Buku "Best-Seller"

1 Agustus 2016   15:16 Diperbarui: 1 Agustus 2016   18:37 9061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Seorang gadis sedang membaca buku di Toko Buku Gramedia. (Tribunjateng)

Untuk poin ini, saya tidak punya contoh kasus selain Sayembara Novel DKJ. Menerbitkan buku pemenang suatu lomba adalah pilihan yang cerdas. Tidak heran kalau para pemenang Sayembara Novel DKJ langsung dikontak oleh banyak penerbit. Penerbit yang menjadi pemenang tidak selalu penerbit besar walaupun peluang penerbit besar memang lebih besar. Penerbit Mahatari (tidak terkenal bukan?) pernah mendapat proyek menerbitkan novel juara pertama (Dadaisme) dan kedua (Geni Jora) lomba novel DKJ tahun 2003. 

  • Berdayakan Editor

Novel best-seller pada awalnya tidak selalu berupa naskah sempurna. A Time To Kill contohnya. John Grisham, penulisnya, telah menawarkan naskah itu ke banyak penerbit (saya lupa berapa tepatnya, tapi lebih dari 20 penerbit). Tidak satu pun yang menerimanya sampai akhirnya salah satu penerbit bersedia menerbitkannya dengan satu syarat. Editor di penerbit itu, Bill Thompson, meminta John Grisham untuk memangkas novelnya dan jadilah 300 halaman dari 900 halaman dibuang. Tapi apa dampaknya? A Time To Kill menjadi novel best-seller dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, termasuk bahasa Indonesia.

Menurut beberapa kritikus, karya-karya Ernest Hemingway mengalami penurunan kualitas setelah tidak diedit oleh Max Perkins. Sehebat apa pun penulis, ia membutuhkan orang lain untuk membaca karyanya dengan lebih berjarak dan dengan sudut pandang yang berbeda. Editor yang hebat sering kali ada di balik buku yang hebat dan tentu saja best-seller.

  • Terjemahkan Buku Best-Seller

Memang tidak mudah mendapatkan calon buku best-seller. Cara termudah untuk menjual buku best-seller ya dengan menerjemahkan buku best-seller. Bisa dibilang ini cara aman karena buku itu sudah punya nama. Tapi bukankah buku best-seller sering kali dijadikan rebutan oleh para penerbit? The Art of Loving karya Erich Fromm pada awalnya diterbitkan oleh Fresh Book. Tidak lama kemudian, Gramedia Pustaka Utama menerbitkannya juga. Saya mencari buku itu di salah satu search engine salah satu toko buku online. Yang ditampilkan terbitan Gramedia. The Alchemist-nya Paulo Coelho pun demikian. Setahu saya, The Alchemist lebih dulu diterbitkan oleh Alvabet dengan judul Sang Alkemis. Kemudian, Gramedia menerbitkannya juga. Karena saya ingin tahu nasib Sang Alkemis, saya cari buku itu di toko buku online yang sama. Yang keluar lagi-lagi terbitan Gramedia.

Mengapa Gramedia lebih unggul untuk kasus kedua buku itu? Saya tidak tahu persis soal The Alchemist. Tapi saya tahu kalau Gramedia mengantongi hak penerbitan The Art of Loving, sedangkan Fresh Book—yang notabene penerbit kecil—tidak.

  • Tambahkan Endorsement Sang Tokoh

Sebagian pembaca (baca: calon pembeli buku) butuh diyakinkan agar hatinya tergerak untuk membeli sebuah buku. Dalam hal inilah endorsement sangat penting. Tokoh atau orang yang memberikan endorsement bisa berasal dari kalangan tertentu sesuai dengan isi buku atau dari beberapa kalangan yang berbeda untuk melihat apakah buku itu bisa dibaca oleh banyak kalangan.

  • Buatlah Orang-Orang Membicarakannya

Mungkin saja Laskar Pelangi tidak akan terlalu booming kalau Andi F. Noya tidak “menendangnya” ke acara Kick Andy. Atau, andai saja para kritikus sastra, terutama yang sangat menjaga norma Timur, tidak terlalu keras berkoar-koar tentang Saman, barangkali Saman tidak akan sampai diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, Belanda, Inggris, dan Prancis. Manfaatkan pula halaman resensi buku di koran dan dunia maya. Gaet peresensi ternama dan bloger untuk lebih mencetarkan gaung keberadaan buku. 

  • Buatlah Mereka Menghampiri atau Mengeklik Buku Anda

Kalaupun Andi F. Noya dan para kritikus tidak berhasil digaet, penerbit masih punya cara lain untuk menjadikan bukunya sebagai buku best-seller. Judul, kover, dan layout yang menarik adalah salah satu jalan untuk membuat pengunjung toko buku (online) menghampiri atau mengeklik buku Anda.

  • Masanya Toko Buku Online!

Dulu tidak ada toko buku online. Mau lihat buku ya ke toko buku. Sekarang, cukup duduk di depan komputer dan klik-klik, beberapa hari kemudian, diantarlah buku yang dipesan. Simpel dan tidak terkena risiko kaki pegal karena terlalu lama berdiri di toko buku. Jadi, kerja sama dengan toko buku online adalah salah satu pemulus jalan bagi penerbit untuk mem-best-seller-kan buku-bukunya. Beberapa penerbit bahkan membuat toko buku online khusus untuk menjual buku terbitannya. 

Di toko buku online, memang calon pembeli hanya bisa melihat review, tidak bisa melihat isi buku. Singkat berupa kalimat di sampul belakang buku dan (kalau ada, tapi sangat jarang) resensinya. Google Books-lah yang memfasilitasi apa yang tidak bisa difasilitasi oleh toko buku online. Buku-buku yang “dipajang” di Google Books bisa dilihat isinya walaupun dalam jumlah halaman yang terbatas. 

-------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun