[caption id="attachment_369858" align="aligncenter" width="504" caption="Taman prancis, salah satu taman di TBN. (Dokumentasi pribadi)"][/caption]
Setelah lama penasaran merasakan sensasi ber-solo traveling, Minggu (26/10) saya memutuskan untuk mengunjungi Taman Bunga Nusantara (TBN) di Cianjur. Pukul delapan pagi saya berangkat dari tempat saya di Slipi, Jakarta, menuju Stasiun Tanah Abang. Untuk tujuan Stasiun Bogor, saya dikenai tarif tiket seharga Rp 4.500,00. Pukul 10.00 WIB sampailah saya di Stasiun Bogor. Berbekal info dari hasil pencarian di Google, saya naik angkot 03 Baranangsiang-Bubulak. Maksud hati turun di Terminal Baranangsiang. Tapi di tengah perjalanan, seorang penumpang bertanya kepada penumpang lainnya yang tampaknya orang Bogor. Kebetulan rute yang ditanyakannya sama dengan tujuan saya. Orang Bogor itu lalu menyarankan si penumpang itu dan saya untuk berhenti di pertigaan tempat mini colt jurusan Bogor-Cianjur ngetem. Saya membayar Rp 3.000,00 kepada si sopir angkot. Duh, saya lupa bertanya nama jalan saya berhenti.
Di mini colt, saya berdesak-desakan dengan penumpang lainnya dan dimintai ongkos Rp 25.000,00. Saya dengar seorang penumpang mengeluhkan ongkos yang kemahalan. "Si preman" yang memintai ongkos, bukan sopir, berkilah, "Ini kan hari libur." Saya yang mengangsurkan uang Rp 20.000,00 sambil bilang, "Pasar Cipanas," langsung dimintai tambahannya, "Lima ribu lagi, Neng. Jauh-dekat sama." Duh, mahal bener. Namun, harga tiket itu langsung bisa saya maklumi karena ternyata perjalanannya lama, dua jam. Semilir hawa dingin Bogor mulai terasa ketika mini colt memasuki jalan tol. Semakin lama, pemandangan berganti menjadi pemandangan perbukitan, deretan hotel dan papan-papan pemberitahuan sewa villa. Melewati Cisarua, mini colt yang saya tumpangi memang melewati kawasan wisata Puncak.
Di sebuah pertigaan sebelum Pasar Cipanas, yang lagi-lagi saya lupa tanyakan nama tempatnya, saya disarankan oleh seorang bapak-bapak yang duduk di sebelah saya untuk turun dan naik angkot Cipanas-Mariwati. Setelah menempuh perjalanan kurang dari setengah jam, melewati jalan berbatu, saya pun sampai di TBN pada pukul satu siang. Tidak sulit menemukan taman bunga ini walaupun belum pernah ke sini sebelumnya. Untuk ongkos angkot ini, saya dikenai Rp 4.000,00.
Memasuki kawasan TBN, sebagai blogger, tentu saja saya langsung jeprat-jepret, hehe.... Mobil-mobil berderet hampir memenuhi area parkir. Ternyata tujuan wisata di tempat terpencil ini didatangi banyak wisatawan. Saya pikir jumlah pengunjungnya takkan sebanyak itu.
[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Papan nama Taman Bunga Nusantara. (Dokumentasi pribadi)"]
[caption id="attachment_369832" align="aligncenter" width="504" caption="Parkiran mobil hampir penuh, tapi ternyata jumlah wisatawan yang berkunjung tergolong lagi sedikit. (Dokumentasi pribadi)"]
[caption id="attachment_369872" align="aligncenter" width="504" caption="Bangunan bagian depan TBN. (Dokumentasi pribadi)"]
Harga tiket masuk ke taman ini Rp 30.000,00. Kalau mau berkeliling taman dengan trem, cukup menambah Rp 10.000,00. Begitu masuk ke area taman, pengunjung langsung disambut oleh kolam panjang yang gemericik airnya terasa menyejukkan hati. Ditambah sejauh mata memandang, pemandangan hijau dan warna-warni bunga terbentang. Rasanya seperti memasuki dunia lain. Hehe.. lebay ya. Tapi memang rasanya menakjubkan melihat hamparan luas bunga dan bunga-bunga di permukaan patung-patung binatang seperti dinosaurus dan merak, dalam ukuran raksasa pula. Sengatan matahari tengah hari tidak begitu terasa di taman ini.
[caption id="attachment_369836" align="aligncenter" width="504" caption="Begitu masuk area taman, langsung disambut kolam yang menyejukkan mata ini. (Dokumentasi pribadi)"]
Tidak jauh dari kolam penyambut itu, saya dapati papan petunjuk jalan. Wah, terbayang luasnya taman yang diresmikan Presiden Soeharto pada 10 September 1995 ini. Di taman ini memang tumbuh bunga-bunga dari seluruh dunia. Luasnya 23 hektar dan ada 49 titik lokasi. Di antara 49 titik lokasi itu adalah taman-taman dengan gaya berbeda, misalnya taman jepang, taman mediterania, taman prancis, taman bali, taman mawar, taman palem, taman labirin, taman amerika, dan taman air. Ada pula green house, area bermain anak, area piknik, dan musical fountain. Selain itu, tersedia pula restoran-restoran dan gerai hotdog di beberapa titik. Di gerai ini saya beli Minute Minude Pulpy Orange seharga Rp 10.000,00. Pastinya masih ada titik-titik yang belum saya sebutkan. Anda bisa membaca selengkapnya di www.tamanbunganusantara.com.
[caption id="attachment_369838" align="aligncenter" width="504" caption="Papan petunjuk. (Dokumentasi pribadi)"]
Seusai membaca papan petunjuk itu, saya lalu menuju Swan Lake. Di danau kecil ini memang ada angsa-angsanya. Sebuah patung dewi dalam ukuran raksasa turut memperindah danau ini. Pengunjung bisa menikmati pemandangan di Swan Lake ini di gazebo di tengah danau. Saya lalu beranjak ke taman jepang. Memasuki pintu taman, saya teringat pada bangunan Pusat Studi Bahasa Jepang tempat belajar-mengajar mahasiswa Sastra Jepang di Universitas Padjadjaran. Rasanya agak was-was memasuki taman ini. Namun, ternyata di dalamnya ada pula pengunjungnya, berfoto-foto di jembatan kolam. Di antara taman yang paling menyedot perhatian saya adalah taman mediterania. Gaya klasiknya sungguh membuat taman ini jadi tempat foto yang spesial. Foto di tempat ini serasa berfoto di masa lalu, hehe....
[caption id="attachment_369848" align="aligncenter" width="504" caption="Dua "]
[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Saya berpose di Taman Mediterania TBN. Kompasianer, terutama yang perempuan, yakin tidak iri ingin foto di taman ini? Hehe... (Dokumentasi pribadi)"]
TBN sangat bersih, tertata rapi. Petugas kebersihan hilir-mudik mengambili sampah yang mungkin secara sengaja dibuang oleh pengunjung alay. Sayangnya, petugas kebersihan itu tidak bisa membersihkan jejak-jejak vandalisme yang terlihat di tanaman-tanaman seperti yang terlihat di taman mediterania. Ternyata tidak ada tembok, tanaman pun bisa dijadikan sasaran tangan-tangan jahil pengunjung yang pasti alay juga. Mungkin juga sebenarnya banyak coretan di tembok tapi sudah dicat ulang oleh pihak TBN. Duh, harusnya pihak TBN menyerukan larangan "bertindak alay" semacam itu secara tertulis di lembar tiket misalnya.
[caption id="attachment_369845" align="aligncenter" width="504" caption="Vandalisme pun dilakukan pada tumbuhan. (Dokumentasi pribadi)"]
Setelah berhasil mendapatkan jepretan yang ciamik di taman mediterania, saya melanjutkan langkah ke observation tower. Menara empat lantai ini boleh dinaiki pengunjung untuk melihat area TBN dari atas. Di menara ini, terlihatlah betapa luasnya taman ini. Di satu sisi menara, terlihat taman gaya bali, lengkap dengan gapuranya. Saya dengar seorang pengunjung berkata, "Gak perlu ke Bali ya." Ya, dengan berpose di pintu taman ini dan mengunggahnya ke media sosial, mungkin orang-orang akan berpikir pose itu di Bali. Sayangnya saya lupa masuk ke taman ini saking banyaknya orang yang antre berpose di gapura, tidak enak kalau mengganggu aktivitas memotret mereka.
Di sisi yang lain, terlihat bundaran yang tampaknya terletak persis di tengah-tengah taman. Di sisi yang lain, ada Musical Fountain. Sesuai dengan namanya, ada musik yang mengalun di lokasi air mancur ini. Cukup ramai juga titik ini. Di sisi terakhir saya lihat taman labirin. Berkelok-kelok seperti yang ada di film-film Eropa klasik. Ada petugas yang menjajakan peta seharga Rp 2.000,00 ini. Dengan pedenya saya menolak tawaran membeli peta itu. Tapi begitu memasuki taman itu, saya khawatir sendiri. Lalu, keluar lagi, daripada nanti tidak bisa keluar, terjebak di dalam labirin. Sendiri pula. Hahaha...
[caption id="attachment_369850" align="aligncenter" width="504" caption="Taman bergaya Bali dilihat dari atas (kiri atas), bundaran di tengah taman (kanan atas), musical fountain (kiri bawah), dan taman labirin (kanan bawah). (Dokumentasi pribadi)"]
TBN ini memang tepat dijadikan tempat bersantai bersama keluarga atau pacar. Tidak sedikit rombongan atau pasangan yang bersantai di rerumputan di bawah pohon, bahkan banyak yang sambil tidur-tiduran. Tujuan wisata yang sangat mainstream-lah. Jadi, rasanya saya salah pilih TBN untuk solo traveling. Tapi karena sudah telanjur, ya lempeng sajalah. Cuma sekali minta tolong difotoin sama orang. Selebihnya, kalau ada foto yang ada sayanya, itu pakai jasa timer kamera. Kadang-kadang agak malu juga bergaya sambil menunggu kamera selesai menghitung sampai sepuluh hitungan. Khawatir dikira aneh bergaya sendiri tanpa si pemotret. Ya mereka mana lihat kamera yang saya letakkan jauh di depan saya. Hahaha... mungkin solo traveler pemula seperti saya pernah merasakan apa yang saya rasakan itu.
Selain suasana teduh dan indah, yang dijual TBN tentu saja lokasi pemotretan. Potret-memotret, itulah aktivitas utama pengunjung taman ini, terutama yang masih muda-muda. Berpose di sini, di situ. Semua tempat terlihat indah. Ada juga sekelompok muda-mudi berpakaian ala India yang sedang melakukan pemotretan. Kalau saya datang bersama fotografer saya, yang tidak lain adalah adik saya yang anak Desain Komunikasi Visual, fotomodel gagal macam saya ini pastinya juga jadi yang paling sibuk berpose, hehe.... Tapi tentu saja saya tetap memotret untuk urusan menulis blog. Belakangan ketika saya sudah pulang, saya baru ingat untuk menjajal jual foto di situs-situs photo stock macam Shutterstock. Duh, kalau ingat itu, pasti saya akan sibuk foto-foto juga. Tapi dari foto-foto yang ada, lumayan banyak yang bisa diajukan ke situs photo stock. Suatu saat kalau sudah mahir motret, bisa ke TBN lagi.
[caption id="attachment_369853" align="aligncenter" width="504" caption="Pergola seperti ini cukup banyak di TBN. (Dokumentasi pribadi)"]
Menjelajahi TBN selama 2,5 jam rasanya sangat lama. Mungkin karena iri melihat pasangan-pasangan kekasih, makanya jadi rasanya lama. Sebenarnya ada beberapa titik yang belum saya datangi, seperti area bermain, lokasi piknik, dan taman amerika. Tapi lalu hujan mengguyur taman, memaksa para pengunjung berlarian menuju gazebo dan berteduh di sana hingga hujan reda. Dari mendengar obrolan mereka yang berteduh satu gazebo dengan saya, ketahuanlah kalau mereka anak-anak Jakarta juga. Rata-rata mereka memang orang Jakarta dan menggunakan kendaraan pribadi.
Setengah jam kemudian hujan baru reda. Tapi mood saya sudah hilang untuk mengunjungi titik-titik yang belum saya datangi. Akhirnya saya memilih pulang. Sudah pukul empat sore. Khawatir kemalaman di jalan. Keluar dari area taman, saya lalu nongkrong di area parkir sambil makan popmie di dekat penjual popmie. Ya, saya terinspirasi tulisan Rahmat Hadi tentang berbagi ketika traveling. Jadilah saya berusaha menyisihkan uang saya untuk berbagi dengan pedagang-pedagang kecil. Menyoal pedagang kecil, TBN tampaknya tidak terlalu menolak kehadiran para pedagang kecil ini. Walaupun dilarang masuk ke area taman, di sana-sini pedagang tampak mangkal di area parkir, tidak tertata.
Sebagaimana tujuan wisata lainnya, di TBN juga kita bisa membeli oleh-oleh. Ya, tidak berbeda dengan oleh-oleh dari tujuan wisata lainnya, di TBN saya menjumpai pedagang tas, mobil-mobilan kayu, aksesoris, hingga makanan seperti keripik tempe, keripik bayam, dan dodol. Saya membeli dua gelang dan sebungkus keripik tempe.
[caption id="attachment_369860" align="aligncenter" width="504" caption="Tempat jual oleh-oleh, berupa makanan dan kerajinan tangan. (Dokumentasi pribadi)"]
Selesai membeli oleh-oleh, saya keluar dan naik angkot Cipanas-Mariwati. Angkot ini ada sampai malam. Oya, TBN ini kalau weekday buka pukul 8.00 - 17.00, sedangkan weekend pukul 8.00-17.30. Di Pasar Cipanas saya turun lalu naik mini colt Bogor-Cianjur setelah sempat naik bus Cianjur-Kampung Rambutan yang penuh sesak. Kemacetan membuat saya tiba di Bogor pukul sembilan malam. Eh, ternyata pulangnya itu ongkos mini colt cuma Rp 15.ooo,00. Kampret tuh preman mini colt yang saya naiki pas berangkat.
Pukul 21.30 saya tiba di Stasiun Bogor. Untungnya masih ada kereta yang ke Jakarta. Satu jam kemudian saya turun di Stasiun Cikini dan dilanjut naik taksi ke tempat tinggal saya. Ah, lega bisa pulang dengan selamat. Tapi, rasanya, solo traveling pertama ini tidak terlalu berkesan. Entah kalau Anda yang ke sana. Oya, alamatnya Jalan Mariwati KM 7 Desa Kawungluwuk, Kecamatan Sukaresmi, Kab. Cianjur, Jawa Barat. Dengan keluarga atau pacar, pasti kunjungan ke TBN takkan segaring kunjungan saya :(
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H