Mohon tunggu...
nurhanifahrizky
nurhanifahrizky Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk menebar manfaat

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kapan Anak Siap Menerima Perceraian Orangtua?

13 Juni 2019   12:25 Diperbarui: 13 Juni 2019   12:28 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Orang tua yang bercerai merupakan penderitaan pada masa kanak-kanak yang berkontribusi pada buruknya kesehatan mental anak, terlebih lagi jika terdapat kekerasan pada anak. Sekalipun perceraian secara baik-baik dan terbuka, anak-anak tetap mengingat perpisahan orangtua dengan perasaan emosi sebagaimana korban bencana alam seperti kehilangan,berduka, dan mudah terluka, yang semuanya terjadi di luar kontrol mereka. 

Dampak perceraian pada anak tergantung beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin, hasil dari perceraian, kualitas hubungan anak dan orangtua selama dan setelah perceraian. Tulisan kali ini memaparkan bagaimana dampak perceraian terhadap perasaan dan perilaku anak berdasarkan usianya.

Bayi

Berdampak pada berkurangnya pengasuhan

Sifat rewel meningkat

Gangguan makan, tidur dan eliminasi (BAK/BAB)

Terganggu dengan proses perceraian, anak dipisah dengan orangtua)


Prasekolah dini (Usia 2 sampai 3 tahun)

Ketakutan dan kebingungan

Menyalahkan dirinya sebagai penyebab perceraian

Takut akan ditelantarkan

Sifat rewel, meraung-raung dan marah tidak jelas menjadi meningkat

Menunjukkan perilaku regresif (menghisap jempol, mengompol atau tidak dapat mengontrol BAK/BAB walau sedang tidak tidur)

Cemas akan perpisahan


Prasekolah lanjut (Usia 3 sampai 5 tahun)

Takut akan ditelantarkan

Menyalahkan dirinya sebagai penyebab perceraian: rasa percaya diri menurun

Mengalami kebingungan pada semua hubungan manusia

Menjadi lebih agresif saat berhubungan dengan orang lain (saudara atau teman sebaya)

Membangun fantasi untuk memahami perceraian


Usia sekolah dini (usia 5 sampai 6 tahun)

Depresi dan perilaku immatur

Hilang nafsu makan dan gangguan tidur

Kemungkinan mampu mengungkapkan perasaan dan memahami beberapa perubahan akibat perceraian

Rasa cemas dan agresif meningkat

Perasaan ditelantarkan dari salah satu orang tua


Usia sekolah menengah (usia 6 sampai 8 tahun)

Muncul reaksi panik

Perasaan kehilangan, seperti kehilangan orang tua, perhatian, uang, dan jaminan masa depan

Kesedihan yang sangat mendalam, depresi, takut, dan merasa tidak aman

Perasaan ditelantarkan dan ditolak

Takut akanmasa depan

Sulit mengekspresikan kemarahan pada orangtua

Berupaya intensif mendamaikan orangtua

Gangguan kemampuan bermain dan tidak menikmati aktivitas di luar rumah 

Penurunan kemampuan belajar di sekolah

Perubahan hubungan dengan teman sebaya, seperti menjadi bos, mudah marah, banyak menuntut dan manipulatif

Sering menangis hilang nafsu makan dan gangguan tidur

Rutinitas terganggu dan mudah lalai


Usia sekolah akhir (usia 9 sampai 12 tahun)

Lebih realistis dalam memahami perceraian

Sering menunjukkan kemarahan secara langsung pada salah satu atau kedua orangtua

Kesetiaan terbagi

Mampu mengekspresikan perasaan marah

Merasa malu atas perilaku orangtua

Berkeinginan untuk balas dendam, berharap dapat menghukum orangtua agar orangtua lebih bertanggungjawab

Merasa kesepian, penolakan dan ditelantarkan

Perubahan hubungan dengan teman sebaya

Penurunan kemampuan belajar di sekolah

Kemungkinan berkembang sifat mengeluh somatik

Kemungkinan muncul perilaku menyimpang seperti menipu, mencuri

Tempertantrum

Sikap diktator


Remaja (usia 12 sampai 18 tahun)

Mampu memisahkan dirinya dengan konflik orangtua

Perasaan kehilangan yang mendalam atas keluarga dan masa kanak-kanak

Perasaan cemas

Khawatir pada diri sendiri, orangtua dan saudaranya

Mengekspresikan kemarahan, kesedihan, malu dan dipermalukan

Kemungkinan menarik diri dari keluarga dan teman sebaya

Gangguan konsep seksual

Kemungkinan muncul perilaku berpura-pura atau sikap palsu


Bagaimana, adakah usia yang menurut Anda terburuk atau terbaik untuk melakukan perceraian? Tulisan ini tentu tidak ingin mendukung terjadinya perceraian atau memilih waktu yang tepatuntuk bercerai, bukan, bukan itu tujuannya. Apa pun alasan bercerai, bagaimanapun proses perceraian akan selalu berdampak negatif pada anak. Adanya pemaparan dampak percerairan pada usia anak merupakan bentuk informasi untuk antisipasi yang harus dilakukan jika perceraian benar-benar tidak dapat dihindarkan. 

Walaupun (semoga tidak) sedang mengurus perceraian, perubahan sikap anak tetap harus dipahami. Jangan sampai perubahan sikap anak justru dianggap menambah masalah karena perceraian sudah sangat menyita perhatian ditambah lagi anak yang tidak bisa kooperatif. Tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua, sama halnya dengan anak, tidak ada sekolah untuk menjadi anak, kecuali orang tua tu sendiri yang mengajarinya. Semoga keluarga kita senantiasa harmonis. Semoga bermanfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun