Mohon tunggu...
Hasna Nurhaliza
Hasna Nurhaliza Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Representasi Tiongkok di Media Global mengenai "Covid-19 Origins"

7 Maret 2022   12:00 Diperbarui: 7 Maret 2022   12:36 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu mengenai Covid-19 menjadi peristiwa yang marak diberitakan saat ini. Bagaimana tidak, kehidupan masyarakat dunia seperti dijungkir balikan sejak kemunculan awalnya dua tahun silam, Desember 2019, di kota Wuhan, Tiongkok. Bukan hanya kesehatan tapi aspek kehidupan lain pun ikut terkena dampak, contohnya kehidupan ekonomi dan sosial manusia seketika menjerit dari efek pandemi. Oleh karena itu, segala upaya dilakukan untuk menanggulangi penyebaran virus corona, termasuk penelitian mengenai awal kemunculannya.

Apakah kemunculan virus ini merupakan peristiwa alami atau buatan? Hingga saat ini, asal usul Covid-19 masih menjadi misteri yang memancing banyak spekulasi dari berbagai pihak. Sebagai langkah penting untuk memahami virus corona, WHO dan Tiongkok mengadakan penelitian bersama mengenai asal usul Covid-19 yang dilaksanakan pada 14 Januari sampai 10 Februari 2021 di Wuhan. Beberapa ilmuwan dari berbagai negara tergabung dalam satu tim untuk penelitian tersebut. Laporan hasil penelitian telah dipublikasikan pada 30 Maret 2021 di laman resmi WHO dengan judul dokumen “WHO-convened global study of origins of SARS-CoV-2: China Part”. Selanjutnya pada bulan Juli 2021, Direktur WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengajukan rencana investigasi tahap kedua kepada Tiongkok untuk penelitian lanjutan asal usul virus corona karena hasil investigasi tahap pertama kurang memadai. Namun, pihak Tiongkok menolak usulan tersebut.

Media dari berbagai negara tidak melewatkan peristiwa itu dan giat memberitakannya melalui surat kabar. Tujuan dasar dari pemberitaan media adalah memberikan informasi faktual dan objektif kepada pembaca. Tapi ada sisi lain dibalik sebuah pemberitaan yang mungkin luput dari pandangan pembaca, yaitu ideologi penulis terhadap peristiwa atau pihak yang diberitakan. Dengan menggunakan bahasa sedemikian rupa, penulis dapat mempengaruhi opini pembaca lewat tulisannya.

Dalam kajian linguistik, kita dapat menganalisis aspek-aspek bahasa dalam berita untuk membongkar makna yang tersembunyi di dalamnya, antara lain mengaplikasikan teori Analisis Wacana Kritis pada teks berita untuk menunjukkan representasi suatu pihak dalam berita yang dapat mencerminkan ideologi penulis. Secara umum, Analisis Wacana Kritis adalah studi yang bertujuan untuk mengungkap makna tersembunyi dibalik sebuah wacana, biasanya berupa hubungan kekuasaan pihak-pihak tertentu dalam konteks sosial dan politik. Sedangkan representasi merupakan penggunaan bahasa oleh pembicara untuk menyampaikan suatu hal kepada lawan bicaranya. Tentu representasi yang disampaikan setiap orang dapat berbeda karena penggunaan bahasa yang mereka pilih adalah cerminan dari sudut pandang masing-masing.

Di sisi lain, keunikan penggunaan bahasa dalam artikel berita dapat terlihat jelas pada judul dan kepala berita. Kedua elemen ini merupakan bagian terpenting dari artikel surat kabar karena bisa menarik minat pembaca. Selain itu, judul dan kepala berita memuat topik umum pemberitaan sehingga kita bisa melihat fokus utama yang disorot penulis mengenai isu yang diangkat. Analisis makna kata pada judul dan kepala berita termasuk aspek kajian makrostruktur dalam Analisis Wacana Kritis (van Dijk, 2015). Salah satu instrumen analisis yang dapat digunakan adalah the lexical expression, yaitu penggunaan kata tertentu oleh penulis yang dapat mempengaruhi perspektif audiensi terhadap isu yang dibahas.

Contoh variasi penggunaan bahasa dalam judul dan kepala berita dimuat di artikel media global, seperti The New York Times dari Amerika, The Guardian dari Inggris, Al Jazeera dari Qatar, France 24 dari Perancis, WION dari India, yang memberitakan penolakan Tiongkok terhadap usulan WHO dengan versinya masing-masing. Berikut judul dan kepala berita dari kelima media yang sekaligus menjadi objek kajian ini:

The New York Times

tnyt-622582b3e2d60e486d1f4a23.jpg
tnyt-622582b3e2d60e486d1f4a23.jpg

The Guardian

the-guardian-622582c8bb44863fe314baf2.jpg
the-guardian-622582c8bb44863fe314baf2.jpg

France 24

france-24-622582efe2d60e7c670316e2.jpg
france-24-622582efe2d60e7c670316e2.jpg

Al Jazeera

al-jazeera-622583083179496bcf1eb533.jpg
al-jazeera-622583083179496bcf1eb533.jpg

WION

wion-6225831bbb4486701173f972.jpg
wion-6225831bbb4486701173f972.jpg
Beberapa kata dari judul dan kepala berita di atas dijadikan sebagai data untuk dianalisis menggunakan instrumen the lexical expression. Kita dapat mengungkap konotasi kata tertentu melalui keterkaitan makna kamus dan konteks kalimatnya untuk menunjukkan representasi Tiongkok dalam berita. 

Kata yang dipakai sebagai data dari artikel The New York Times adalah shocked dan dismissed. Shocked (adjective) memiliki arti “surprised or upset because something unexpected and usually unpleasant has happened” sementara dismiss (verb) artinya “to decide that something or someone is not important and not worth considering” (Cambridge dictionary, t.t.). Kedua kata tersebut digunakan penulis untuk mendeskripsikan sikap Wakil Menteri Kesehatan Tiongkok yang merasa terkejut setelah menerima usulan WHO untuk meneliti lebih lanjut laboratorium di Wuhan. Zeng Yixin juga tidak menganggap serius teori mengenai Covid-19 yang diduga dibuat oleh ilmuwan di laboratorium tersebut. Jadi penggunaan kata shocked dan dismissed mengandung konotasi negatif yang merepresentasikan Tiongkok secara negatif juga.

Media kedua dari Inggris, The Guardian, menggunakan kata refuse (verb) yang memiliki arti “to say or show that you are not willing to do, accept, or allow something” (Cambridge dictionary, t.t.). Kata refuse dipakai penulis untuk menjelaskan sikap tidak kooperatif Tiongkok yang menolak usulan penelitian lanjutan dari WHO, terutama karena pihak WHO mengusulkan audit lab di Wuhan sebagai bagian investigasi. Maka dari itu, penggunaan kata refuse mengandung konotasi negatif dan representasi negatif terhadap Tiongkok.

Pada artikel ketiga dari France 24, kata reject secara berturut-turut digunakan dalam judul dan kepala berita. Cambridge dictionary mendefinisikan reject (verb) sebagai “to refuse to accept an idea, suggestion, etc.”. Dari makna tersebut, France 24 mendeskripsikan penolakan Tiongkok terhadap usulan WHO mengenai penelitian Covid-19 karena diyakini adanya unsur politik dibalik rencana investigasi itu. Bagi Tiongkok, penolakan yang dilakukannya adalah tindakan tepat untuk mendukung penelitian berbasis pengetahuan daripada politik. Alhasil, kata refuse memiliki konotasi negatif yang menunjukkan representasi Tiongkok secara serupa.

Dalam artikel Al Jazeera pun, kata reject digunakan untuk menggambarkan sikap Tiongkok yang enggan menerima kunjungan lanjutan WHO ke Wuhan. Justru Tiongkok mengusulkan WHO untuk memprioritaskan penelitian asal usul Covid-19 yang dipercayai berasal dari hewan, bukan dari lab. Tiongkok juga menyarankan agar WHO memperluas penelitian hingga ke negara-negara lain, bukan hanya di negaranya saja. Dari penjelasan ini, kata reject mencerminkan konotasi dan representasi negatif pada Tiongkok.

Berbeda dengan keempat media sebelumnya yang mengekspos penolakan Tiongkok pada judul dan kepala berita, artikel dari WION sama sekali tidak menyinggung hal tersebut dan hanya berfokus pada usulan penelitian WHO yang meminta transparansi dari pihak Tiongkok. Karena tidak ada kata spesifik yang merujuk pada Tiongkok di judul maupun kepala berita, artikel dari WION juga tidak menunjukkan representasi apapun terhadap Tiongkok.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, empat dari lima media menunjukkan representasi negatif terhadap Tiongkok dari penggunaan kata berkonotasi negatif di judul dan kepala berita. Maka secara garis besar, Tiongkok direpresentasikan secara negatif oleh media global yang dipilih dalam tulisan ini. Kesimpulannya, media yang merepresentasikan Tiongkok secara negatif mencerminkan pandangan yang negatif pula pada negeri tirai bambu itu, khususnya mengenai penolakan usulan penelitian dari WHO.

Selain itu, penggunaan kata yang kuat dalam judul dan kepala berita dapat memberikan pengaruh yang dalam pada pembaca. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, penulis berita dapat mempengaruhi opini pembaca lewat tulisannya. Jadi jika penulis sudah menanamkan pengaruh sejak bagian awal berita, maka semakin dalam pula pengaruh yang dapat tertanam di benak pembaca seiring proses pembacaan berlangsung hingga ke bagian isi dan penutup. Hal ini juga menjadi strategi yang berani dari media untuk menunjukkan dukungan atau penolakannya terhadap pihak tertentu karena judul dan kepala berita adalah bagian yang paling tersorot di artikel.

Meskipun dominasi menunjukkan representasi negatif, contoh judul dan kepala berita dari media WION membuktikan bahwa tidak semua media memiliki cara penulisan berita yang sama, bahkan dapat dikatakan bertolak belakang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh ideologi penulis dan media, keberpihakan terhadap suatu sisi, pengaruh kekuasaan di balik suatu media, keuntungan dan kerugian yang ditanggung media, dan alasan lain. Secara logika, semakin besar suatu media maka akan semakin besar juga kekuasaan yang dimilikinya dan dapat mempengaruhi keleluasaan dan keberanian penulisan berita.

Sebagai penutup, harapan saya dalam membagikan tulisan ini adalah untuk menyadarkan pembaca akan pentingnya berpikir kritis dan melihat suatu hal dari berbagai perspektif. Banyak manfaat yang bisa kita dapatkan saat membaca berita dari sumber yang beragam. Selain membuka diri untuk mendapat pengetahuan lebih luas, kita juga bisa membandingkan informasi yang disajikan di beberapa media agar menjadi lebih kritis dalam menanggapi isu yang diberitakan. Dengan bekal wawasan luas dan kemampuan berpikir kritis, masyarakat bisa menjadi pembaca yang lebih bijak dan tidak mudah terpengaruh oleh pihak lain, terutama pihak yang ingin memanfaatkan suatu peristiwa bagi keuntungannya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun