Mohon tunggu...
Hasna Nurhaliza
Hasna Nurhaliza Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Representasi Tiongkok di Media Global mengenai "Covid-19 Origins"

7 Maret 2022   12:00 Diperbarui: 7 Maret 2022   12:36 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Institut Virologi Wuhan/getty images

Kata yang dipakai sebagai data dari artikel The New York Times adalah shocked dan dismissed. Shocked (adjective) memiliki arti “surprised or upset because something unexpected and usually unpleasant has happened” sementara dismiss (verb) artinya “to decide that something or someone is not important and not worth considering” (Cambridge dictionary, t.t.). Kedua kata tersebut digunakan penulis untuk mendeskripsikan sikap Wakil Menteri Kesehatan Tiongkok yang merasa terkejut setelah menerima usulan WHO untuk meneliti lebih lanjut laboratorium di Wuhan. Zeng Yixin juga tidak menganggap serius teori mengenai Covid-19 yang diduga dibuat oleh ilmuwan di laboratorium tersebut. Jadi penggunaan kata shocked dan dismissed mengandung konotasi negatif yang merepresentasikan Tiongkok secara negatif juga.

Media kedua dari Inggris, The Guardian, menggunakan kata refuse (verb) yang memiliki arti “to say or show that you are not willing to do, accept, or allow something” (Cambridge dictionary, t.t.). Kata refuse dipakai penulis untuk menjelaskan sikap tidak kooperatif Tiongkok yang menolak usulan penelitian lanjutan dari WHO, terutama karena pihak WHO mengusulkan audit lab di Wuhan sebagai bagian investigasi. Maka dari itu, penggunaan kata refuse mengandung konotasi negatif dan representasi negatif terhadap Tiongkok.

Pada artikel ketiga dari France 24, kata reject secara berturut-turut digunakan dalam judul dan kepala berita. Cambridge dictionary mendefinisikan reject (verb) sebagai “to refuse to accept an idea, suggestion, etc.”. Dari makna tersebut, France 24 mendeskripsikan penolakan Tiongkok terhadap usulan WHO mengenai penelitian Covid-19 karena diyakini adanya unsur politik dibalik rencana investigasi itu. Bagi Tiongkok, penolakan yang dilakukannya adalah tindakan tepat untuk mendukung penelitian berbasis pengetahuan daripada politik. Alhasil, kata refuse memiliki konotasi negatif yang menunjukkan representasi Tiongkok secara serupa.

Dalam artikel Al Jazeera pun, kata reject digunakan untuk menggambarkan sikap Tiongkok yang enggan menerima kunjungan lanjutan WHO ke Wuhan. Justru Tiongkok mengusulkan WHO untuk memprioritaskan penelitian asal usul Covid-19 yang dipercayai berasal dari hewan, bukan dari lab. Tiongkok juga menyarankan agar WHO memperluas penelitian hingga ke negara-negara lain, bukan hanya di negaranya saja. Dari penjelasan ini, kata reject mencerminkan konotasi dan representasi negatif pada Tiongkok.

Berbeda dengan keempat media sebelumnya yang mengekspos penolakan Tiongkok pada judul dan kepala berita, artikel dari WION sama sekali tidak menyinggung hal tersebut dan hanya berfokus pada usulan penelitian WHO yang meminta transparansi dari pihak Tiongkok. Karena tidak ada kata spesifik yang merujuk pada Tiongkok di judul maupun kepala berita, artikel dari WION juga tidak menunjukkan representasi apapun terhadap Tiongkok.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, empat dari lima media menunjukkan representasi negatif terhadap Tiongkok dari penggunaan kata berkonotasi negatif di judul dan kepala berita. Maka secara garis besar, Tiongkok direpresentasikan secara negatif oleh media global yang dipilih dalam tulisan ini. Kesimpulannya, media yang merepresentasikan Tiongkok secara negatif mencerminkan pandangan yang negatif pula pada negeri tirai bambu itu, khususnya mengenai penolakan usulan penelitian dari WHO.

Selain itu, penggunaan kata yang kuat dalam judul dan kepala berita dapat memberikan pengaruh yang dalam pada pembaca. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, penulis berita dapat mempengaruhi opini pembaca lewat tulisannya. Jadi jika penulis sudah menanamkan pengaruh sejak bagian awal berita, maka semakin dalam pula pengaruh yang dapat tertanam di benak pembaca seiring proses pembacaan berlangsung hingga ke bagian isi dan penutup. Hal ini juga menjadi strategi yang berani dari media untuk menunjukkan dukungan atau penolakannya terhadap pihak tertentu karena judul dan kepala berita adalah bagian yang paling tersorot di artikel.

Meskipun dominasi menunjukkan representasi negatif, contoh judul dan kepala berita dari media WION membuktikan bahwa tidak semua media memiliki cara penulisan berita yang sama, bahkan dapat dikatakan bertolak belakang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh ideologi penulis dan media, keberpihakan terhadap suatu sisi, pengaruh kekuasaan di balik suatu media, keuntungan dan kerugian yang ditanggung media, dan alasan lain. Secara logika, semakin besar suatu media maka akan semakin besar juga kekuasaan yang dimilikinya dan dapat mempengaruhi keleluasaan dan keberanian penulisan berita.

Sebagai penutup, harapan saya dalam membagikan tulisan ini adalah untuk menyadarkan pembaca akan pentingnya berpikir kritis dan melihat suatu hal dari berbagai perspektif. Banyak manfaat yang bisa kita dapatkan saat membaca berita dari sumber yang beragam. Selain membuka diri untuk mendapat pengetahuan lebih luas, kita juga bisa membandingkan informasi yang disajikan di beberapa media agar menjadi lebih kritis dalam menanggapi isu yang diberitakan. Dengan bekal wawasan luas dan kemampuan berpikir kritis, masyarakat bisa menjadi pembaca yang lebih bijak dan tidak mudah terpengaruh oleh pihak lain, terutama pihak yang ingin memanfaatkan suatu peristiwa bagi keuntungannya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun