Isu mengenai Covid-19 menjadi peristiwa yang marak diberitakan saat ini. Bagaimana tidak, kehidupan masyarakat dunia seperti dijungkir balikan sejak kemunculan awalnya dua tahun silam, Desember 2019, di kota Wuhan, Tiongkok. Bukan hanya kesehatan tapi aspek kehidupan lain pun ikut terkena dampak, contohnya kehidupan ekonomi dan sosial manusia seketika menjerit dari efek pandemi. Oleh karena itu, segala upaya dilakukan untuk menanggulangi penyebaran virus corona, termasuk penelitian mengenai awal kemunculannya.
Apakah kemunculan virus ini merupakan peristiwa alami atau buatan? Hingga saat ini, asal usul Covid-19 masih menjadi misteri yang memancing banyak spekulasi dari berbagai pihak. Sebagai langkah penting untuk memahami virus corona, WHO dan Tiongkok mengadakan penelitian bersama mengenai asal usul Covid-19 yang dilaksanakan pada 14 Januari sampai 10 Februari 2021 di Wuhan. Beberapa ilmuwan dari berbagai negara tergabung dalam satu tim untuk penelitian tersebut. Laporan hasil penelitian telah dipublikasikan pada 30 Maret 2021 di laman resmi WHO dengan judul dokumen “WHO-convened global study of origins of SARS-CoV-2: China Part”. Selanjutnya pada bulan Juli 2021, Direktur WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengajukan rencana investigasi tahap kedua kepada Tiongkok untuk penelitian lanjutan asal usul virus corona karena hasil investigasi tahap pertama kurang memadai. Namun, pihak Tiongkok menolak usulan tersebut.
Media dari berbagai negara tidak melewatkan peristiwa itu dan giat memberitakannya melalui surat kabar. Tujuan dasar dari pemberitaan media adalah memberikan informasi faktual dan objektif kepada pembaca. Tapi ada sisi lain dibalik sebuah pemberitaan yang mungkin luput dari pandangan pembaca, yaitu ideologi penulis terhadap peristiwa atau pihak yang diberitakan. Dengan menggunakan bahasa sedemikian rupa, penulis dapat mempengaruhi opini pembaca lewat tulisannya.
Dalam kajian linguistik, kita dapat menganalisis aspek-aspek bahasa dalam berita untuk membongkar makna yang tersembunyi di dalamnya, antara lain mengaplikasikan teori Analisis Wacana Kritis pada teks berita untuk menunjukkan representasi suatu pihak dalam berita yang dapat mencerminkan ideologi penulis. Secara umum, Analisis Wacana Kritis adalah studi yang bertujuan untuk mengungkap makna tersembunyi dibalik sebuah wacana, biasanya berupa hubungan kekuasaan pihak-pihak tertentu dalam konteks sosial dan politik. Sedangkan representasi merupakan penggunaan bahasa oleh pembicara untuk menyampaikan suatu hal kepada lawan bicaranya. Tentu representasi yang disampaikan setiap orang dapat berbeda karena penggunaan bahasa yang mereka pilih adalah cerminan dari sudut pandang masing-masing.
Di sisi lain, keunikan penggunaan bahasa dalam artikel berita dapat terlihat jelas pada judul dan kepala berita. Kedua elemen ini merupakan bagian terpenting dari artikel surat kabar karena bisa menarik minat pembaca. Selain itu, judul dan kepala berita memuat topik umum pemberitaan sehingga kita bisa melihat fokus utama yang disorot penulis mengenai isu yang diangkat. Analisis makna kata pada judul dan kepala berita termasuk aspek kajian makrostruktur dalam Analisis Wacana Kritis (van Dijk, 2015). Salah satu instrumen analisis yang dapat digunakan adalah the lexical expression, yaitu penggunaan kata tertentu oleh penulis yang dapat mempengaruhi perspektif audiensi terhadap isu yang dibahas.
Contoh variasi penggunaan bahasa dalam judul dan kepala berita dimuat di artikel media global, seperti The New York Times dari Amerika, The Guardian dari Inggris, Al Jazeera dari Qatar, France 24 dari Perancis, WION dari India, yang memberitakan penolakan Tiongkok terhadap usulan WHO dengan versinya masing-masing. Berikut judul dan kepala berita dari kelima media yang sekaligus menjadi objek kajian ini: