Mohon tunggu...
Nur Halisyah
Nur Halisyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi

one day, or day one you decide it

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Berubahnya Era Modern, Apakah Demokrasi di Indonesia Dapat Bersanding?

1 Juni 2021   20:18 Diperbarui: 1 Juni 2021   20:33 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, hal utama yang secara umum menjadikan merosotnya kualitas demokrasi di berbagai negara. Faktor utama kekecewaan masyarakat berkaitan dengan implementasi demokrasi di negara mereka tinggal.

Dalam praktiknya, demokrasi tidak serta merta membuat apa yang menjadi keinginan masyarakat terpenuhi, misalnya pelayanan publik yang baik, kebebasan pers, dan berpendapat. Hal tersebut yang pada akhirnya menimbulkan kekecewaan pada implementasi demokrasi. Puncaknya, kekecewaan itu dicerminkan dalam pemilihan umum.

Dalam situasi saat ini perlu untuk memahami kembali makna dari demokrasi itu sendiri. Ada apa dengan masa depan dari demokrasi itu sendiri. Bila berpihak pada aliran kaum trasformasionalis, aliran ini memberikan pemikiran bahwa demokrasi berubah makna di akibatkan ada nya globalisasi, dan dianggap sebagai suatu fenomena yang dapat dipandang sebagai ‘the driving force’ dari perubahan yang sekarang tengah berlangsung, globalisasi telah ‘memaksa’ sebagian besar orang, masyarakat, negara, lembaga publik, baik lokal, nasional, regional maupun global untuk kembali mendefinisikan perannya dalam bidang sosial, ekonomi, politik hingga budaya maka dari kontek ini muncul lagi pertanyaan apakah globalisasi membawa serta demokrasi ataukah sebaliknya?

Jika globalisasi membawa serta demokrasi, maka bagaimana proses tersebut berlangsung? Demikan juga sebaliknya, jika globalisasi menghambat demokrasi, maka melalui mekanisme seperti apakah sehingga demokrasi di era global sekarang berada dalam situasi krisis?

Kembali pada tujuan penyelenggaraan pemerintahan demokrasi adalah untuk mencegah akumulasi kekuasaan ke dalam satu atau beberapa orang. Mengurangi ketidak pastian dan instabilitas, dan menjamin warga negara yang tidak sepakat dengan kebijakan saat ini dengan memberikan kesempatan berkala untuk mengganti siapa yang memegang kekuasaan dan dengan demikian mempunyai otoritas untuk membuat keputusan.

Meskipun demikian, praktik demokrasi juga tidak bisa dikatakan maksimal di era ini karena sistem pemerintahan Soeharto yang opresif dan militeristik, khususnya terhadap kelompok minoritas dan kelompok agama. Namun, sejauh ini prinsip atau sistem demokrasi merupakan pilihan tepat untuk negara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengingat masyarakatnya yang sangat pluralis. Oleh karena itu, sejauh ini Demokrasi Pancasila yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sistem pemerintahan yang paling mungkin diterapkan di Indonesia dibandingkan dengan konsep Demokrasi Liberal, Demokrasi Kapitalis, dan Demokrasi Terpimpin yang dalam catatan sejarah perjalanan bangsa pernah gagal diterapkan di Indonesia.

Demokrasi Pancasila merupakan representasi dari realitas masyarakat Indonesia yang memiliki ciri beragam atau multikultural, namun tetap menempatkan budaya gotong royong dan persatuan di atas segala perbedaan. Penerapan konsep musyawarah untuk mencapai suatu mufakat yang selama ini kita kenal di masyarakat juga merupakan bukti bahwa Demokrasi Pancasila bertujuan untuk mengutamakan keselarasan, keseimbangan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi maupun golongan.

Sebagai bangsa demokratis, negara harus mengakomodasi aspirasi atau suara rakyat (khususnya kaum minoritas) karena dalam sistem demokrasi rakyat memegang kekuasaan penuh atas pemerintahan yang dijamin secara konstitusional. Oleh karena itu, sebagai upaya menjalankan demokrasi yang bebas, adil, dan jujur, penentuan pemimpin harus dilakukan melalui pemilihan umum yang melibatkan penuh asprirasi rakyat, atau kata kuncinya adalah legitimasi. Dengan kata lain, legitimasi merupakan salah satu tolok ukur apakah prinsip demokrasi dijalankan dengan sebaik-baiknya atau tidak karena legitimasi merupakan representasi dari suara rakyat yang seharusnya dijadikan referensi utama oleh negara dalam menentukan pemimpin. Musyawarah untuk mencapai mufakat yang merupakan prinsip utama demokrasi juga harus dilakukan secara bertanggung-jawab karena dengan cara inilah rakyat dapat menentukan harapan bersama dengan tetap menjaga harmoni dan stabilitas sosial-politik. Selain itu, di lingkup sosial, literasi masyarakat tentang prinsip dan hakikat demokrasi juga harus disuarakan. Media massa dan negara melalui sektor pendidikan harus memberikan pendidikan politik dan demokrasi yang baik supaya kebebasan berpendapat dapat diutarakan dengan kritis, santun, dan bertanggungjawab. Satu hal yang terpenting dari penerapan demokrasi yang kita jalankan harus bermuara pada kemanusiaan karena secara filosofis prinsip demokrasi adalah merangkul dan mengakomodasi suara rakyat baik mayoritas maupun minoritas demi terciptanya suatu masyarakat yang adil, makmur, dan beradab.

Demokrasi Pancasila secara umum adalah suatu paham demokrasi yang bersumber dari pandanan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia ang digali berdasarkan kepribadian rakyat Indonesia sendiri. Dari falsafah hidup bangsa Indonesia, kemdian akan timbul dasar falsafah negara yang disebut dengan Pancasila yang terdapat, tercemin, terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang konstitusional berdasarkan mekanisme kedaulatan rakyat di setipa penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan menurut konstitusi yaitu UUD 1945. Sebagai demokrasi Pancasila terikat dengan UUD 1945 dan implementasinya (pelaksanaannya) wajib sesuai dengan apa yang terdapat dalam UUD 1945.

Nilai Musyawarah untuk mufakat terkandung dalam sila ke-4. Bunyi yang terdapat dalam sila ke-4 Pancasila adalah “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”. Hal ini mengindikasikan bahwa hakekat dasar manusia sebagai mahluk sosial (zoon politicon) tidak bisa hidup sendiri dan memerlukan aturan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan dari serangkaian hubungan sosial. Isi yang terkandung secara keseluruh Sila Ke-4 dalam Pancasila berasal dari naluriah manusia yang dilahirka sebagai makhluk sosial. Atas dasar itupula manusia mempunyai kecenderungan untuk berinteraksi dengan orang lain. Dalam proses berinteraksi biasanya terjadi kesepakatan dan saling menghargai satu sama lain atas dasar tujuan dan kepentingan bersama.

Hal tersebut menunjukkan makna permusyawaratan. Adapun hikmat kebiiaksanaan dalam arti ini adalah kondisí sosial yang menampilkan cara rakyat berpikir dalam tahap yang lebih tìnggi sebagai bangsa dan membebaskan diri dan belenggu pemikiran berasaskan kelompok dan aliran tententu yang sempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun