Bumi yang kita huni sedang berada pada titik kritis. Tanpa adanya pergerakan dari kita sebagai penghuni yang tinggal di dalamnya, kerusakan yang lebih parah bukanlah hal yang mustahil. Lantas, sampai kapan kita akan membiarkan kerusakan itu terjadi tanpa ada upaya untuk mencegahnya? Menunggu kerusakan dalam diam? Sampai kapan kita hanya terus merasakan dampaknya? Sampai kapan kita akan hidup dalam bayang-bayang kepunahan?
Perubahan iklim yang selama ini dipandang sebagai permasalahan yang terjadi secara alami dan kehendak Tuhan, hingga kini masih sering dipahami demikian oleh sebagian besar masyarakat. Banyak yang menganggap perubahan iklim tidak akan berdampak sekarang. Lebih parahnya, mereka tidak tahu alasan cuaca yang semakin panas, polusi dimana-mana, banyaknya terjadi bencana alam, dan lain sebagainya merupakan dampak dari perubahan iklim yang sudah melebihi batas wajar.
Sebagian besar masyarakat belum memahami penyebab utama masalah ini, dan yang mereka ketahui hanya alasan yang mereka anggap logis, seperti takdir atau kehendak Tuhan. Padahal, jika berbicara saintis, sejak tahun 1800-an, dunia telah memasuki era yang disebut "Anthropocene," di mana aktivitas manusia mulai memiliki dampak besar terhadap perubahan bumi. Namun, jangan mengatakan hal itu. Karena pasti banyak yang tidak akan paham mengenai hal tersebut. Ketidaktahuan ini bukan tanpa alasan. Kurangnya pemahaman ini sering kali disebabkan oleh minimnya akses informasi atau kurangnya penekanan tentang isu perubahan iklim dalam pendidikan formal dan sosialisasi kepada masyarakat. Apakah ini karena kurangnya upaya dari mereka yang paham mengenai isu lingkungan untuk menyebarluaskan informasi yang ada? Ataukah kita sebagai masyarakat yang kurang peduli untuk mencari tahu lebih dalam?
Saat ini, banyak orang lebih fokus pada kebutuhan sehari-hari seperti pekerjaan, keluarga, dan masalah ekonomi. Sehingga sulit untuk memikirkan hal yang bahkan mereka tidak pahami. Padahal dampaknya bersinggungan dan pasti dirasakan oleh setiap orang. Masyarakat lebih sibuk memikirkan kebutuhan dasar daripada isu-isu lingkungan. Sangat disayangkan apabila kita baru sadar untuk bertindak hanya ketika keadaan sudah di ujung tanduk.
Oleh karena itu, kolaborasi dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim dan kerusakan lingkungan yang terjadi. Indonesia, melalui Perjanjian Paris berkomitmen untuk menahan suhu rata-rata global dibawah 2C dan menekan pada 1,5C. Mari kita semua tidak lagi berpikir bahwa dampaknya baru akan dirasakan nanti, tetapi mari kita bertindak sekarang untuk mencegah kerusakan akan lebih parah nantinya. Dengan langkah preventif, kita dapat memastikan bahwa di masa yang akan datang bumi tetap sehat dan dapat diwariskan dengan baik kepada anak cucu kita di masa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H