Hampir tidak ada generasi muda yang bercita-cita menjadi seorang petani, membayangkan bekerja di bawah matahari saja sudah ngelu,panas,haus dan gosong sudah pasti he he...., belum lagi kaki di lumpur sambil menancapkan bibit padi yang tentunya kuku tangan sangat pedih,kaki gatal - gatal dan korengan.
Petani yang dimaksud disini adalah orang yang menggarap sawah atau ladang, bukan pemilik sawah hanya sekedar buruh tani dengan upah yang minim.
Kemajuan teknologi hanya untuk orang kaya dan yang punya modal, sedangkan petani hidupnya pas-pasan.malah kadang minus bagi buruh tani hidup dalam kondisi tertekan sudah biasa selain dihadapkan masalah klasik yaitu permodalan biaya tanam, harga pupuk yang mahal, serangan hama, iklim yang tidak bersahabat,banjir yang membuat tanaman busuk, menjemur gabah atau padi tiba - tiba hujan sangat deras,belum lagi permainan harga gabah oleh tengkulak. Memang semua usaha juga ada resikonya.... Â Â Â Istilahnya mbalik modal aja wes Bejo
Teori kerja cerdas nampaknya sulit untuk dipraktekkan untuk profesi seorang buruh tani karena dilapangkan tetap tenaga yang diutamakan, sekali lagi sebagai buruh tani atau penggarap sawah bukan pemilik sawahÂ
 Nah pertanyaannya adalah apa yang bisa dilakukan pemerintah dari banyaknya masalah yang dihadapi oleh buruh tani?
 Salah satu  harapan petani di beri prioritas dalam membeli pupuk dengan kartu tani yang tidak kunjung....?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H