Mohon tunggu...
Nur Habibah
Nur Habibah Mohon Tunggu... Guru - Mencoba mulai menularkan literasi dalam kegiatan sehari-hari menulis

seorang pendidik dari dua orang anak

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Perjalanan Kirgiz Mencari Tanah Air

30 Agustus 2023   21:24 Diperbarui: 30 Agustus 2023   21:31 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan Kirgiz Mencari Tanah Air

Penulis bercerita tentang perjalanannya di Afganistan. Lokasinya tepat di Pamir sebuah daerah yang jauh dari jangkauan dengan keindahan alam pegunungan, birunya langit yang penuh kedamaian. Untuk sampai ke Pamir memakan waktu 10 hari dari Kabul dengan medan yang dramatis..

Petualanganpun dimulai dengan menaiki kuda bersama empat tentara Afgan, melalui bebatuan licin,berpasir dengan jurang,lembah sungai salah melangkah taruhannya adalah nyawa. Perjalanan panjang yang begitu mengerikan tanpa penghuni, lolongan suara srigala seolah-olah siap menyergap mangsanya.

Paginya kami sampai di diperkembahan pertama di pamir. Terbentang pemandangan pegunungan yang menakjubkan,dataran luas terbentang dikelilingi gunung-gunung bertudung salju,biru langit menghiasi seakan ingin menggapainya.udara begitu segar.

Permadani hijau terbentang luas di bercak-bercak putih menutupi setengah bola.sambutan mereka begitu bersahabat hidangan jamuan untuk tamu telah tersedia di depan mata. Domba yang baru disembelih direbus dengan air,secara alami,dengan tradisi ala Pamir. Cara mereka menjamu tamu sesuai dengan tingkatannya.

Satu perkemahan dihuni satu keluarga besar yang terdiri dari dua puluh sampai empat puluh orang qnak-anak yang tersebar dari lima tenda. Jarak satu perkemahan satu dengan lainnya berjarak empat jam naik kuda. Mereka hidup berpindah pindah dari padang rumput satu ke padang rumput lainnya, biasanya dilakukan empat tahun sekali, mengikuti pergerakan matahari dan aliran sungai. Sungguh fantastik begitu hidup mereka.

Sedangkan di Afghan para perempuannya kirgiz dengan tampilan baju merah dengan perhiasan emas mengikuti karnaval dengan bebas mereka mengekspresikan dirinya, berbicara dengan para lelaki, terlihat begitu Mongoloid.

Seperti dikatakan Marcopolo bahwa pamir memang daerah tinggi dan dingin.. sampai kita tidak melihat burung yang terbang.karena dinginnya api pun tidak menyala, karena dinginnya memberikan panas yang normal. 

Kehidupan mereka yang masih bersifat tradisional, dimana perdagangannya masih bersifat barter. Dimana 1 yak kecil senilai lima ekor domba, 1 yak besar senilai sepuluh ekor domba. Satu kuda lima belas domba, satu unta dua puluh domba.

Di sana 1 perempuan bisa di beli dengandomba. Dimana satu perempuan sama denga seratus domba. Hal ini di sana jumlah lelaki lebih banyak dari perempuan. Sebab jika tidak memiliki domba maka siap-siaplah untuk menjomblo seumur hidup.

Kelangkaan perempuan merupakan akibat tidak cukup untuk bertahan karena ketinggian dan kurangnya kebutuhan oksigen, cuaca yang ekstrim membuat angka kematian tinggi bagi anak-anak dan ibu hamil. Hal ini bukan saja berlaku bagi manusia namun pada hewan juga, hanya domba dan unta baktria yang bisa berproduksi secara normal. Alam yang liar kosong ekstrim membuat sulit bertahan.

Di perkemahan Khan,yang dipimpin Abdul Rashid yabg berusia 68 tahun. Memakai topi bulu  besar berjalan terhuyung-huyung dengan tongkat kayunya memasuki tenda pengunjung, ia duduk diatas matras, suasana menjadi senyap. Para Lelaki Kirziq duduk menjongkok,drngan kepala menunduk. Khan mulai berbicara dengan suara lemah seakan tak berdaya, terlihat ia begitu kehabisan napas setiap menyelesaikan satu kalimat.

Kirziq hampir 100 tahun melakukan perjalanan untuk mencari rumah. Mereka berasal dari tepi sungai Yenisei Siberia. Perjalanan mereka berhenti di di pegunungan Tien Shan wilayah Kirgizstan sekarang Xianjiangnya Cina.

Tahun 1961 terjadinya revolusi Bolshevik di Rusia. Orang-orang Asia Tengah melawan komunis hal inilah  membuat bangsa Kirgiz mengungsi ke Cina dan Afganistan.awalnya mereka mengungsi ke China karena Cina kemudian menganut komunis akhirnya mereka kembali ke Afganistan Pamir. Pada tahun 1970 afghanistan dipengaruhi soviet menganut komunis maka pada tahun 1978 Kirzig meninggalkan Afghanistan. Mereka melakukan perjalanan yang panjang dan ekstrim menuju Pakistan selama dalam perjalanan sebagian orang-orang sepuh dna perempuan mati dalam perjalanan tersebut.

Sampai di Pakistan Qul mengajukan lima ribu bisa ke Amerika Serikat, mereka berencana menuju Alaska sesuai dengan iklim Pamir. Bertahun tahun penantian itu bisa tidak juga terbit, lama kelamaan banyak warga Kirziq yang mati karena buruknya cuaca di kamp pengungsi Pakistan.salah seorang anggota kaum bernama abdul Rashid memimpin lima puluh keluarga kembali ke Pamir.

Mereka tidak bisa makan minum,Abdul Rashid mengatakan" Kami adalah orang dari atap dunia,hanya ada ymah bagi kami:Pamir,tidak ada yang lain."

Sebanyak 250 keluarga yang tinggal di pakistan yang bersama Rahmad Qul, akhirnya ada tahun 1982 Turki Menerima mereka kemudian ditempatkan dekat Danau Van di Turki Timur. Orang Kirziq mengatakan tempat ini Ulu Pamir l

(Pamir Raya) untuk mengingatkan mereka pada tempat mereka yang telah mereka tinggalkan.

Khan Abdul Rashid selalu memutar video perjalanan  anaknya di Turki. Kehidupan yang serba modern, anak-anak bekerja di kantor, anak-anak perempuan belanja di toko, terlihat anak-anak yang sehat, sedangkan di Pamir sebagian anaknya kurang gizi. Melihat fenomena tersebut Abdul Wali berkata,"Hidup itu mestinya seperti itu!,Pamir memang rumah,tapi bisakah kamu sebut hidup disini sebagai hidup?"

Mendengar perkataan anaknya  Khan sangat kecewa" kehidupan kita lebih baik daripada mereka. Kehidupan mereka itu bukan di tangan mereka sendiri. Mereka bukan orang merdeka. Apakah mereka bisa masih bisa disebut Kirgiz kalau mereka sudah tidak mengembara lagi?"

Abdul Wahid kemudian kembali ke kampnya, ia terlihat bersedih hati. Hidup apa yang kita punya di sini?"Ia duduk kemudian menghidupkan opium ke atas api kecil sampai bubuk itu menggumpal menjadi bola kecil."kamu sebut ini  hidup?" Tanai air?" dan menaruh bola opium itu pada pipa panjang dan menaruh pipa itu di atas api kecil sementara mulutnya di ujung lain pipa. "Kami masih hidup dalam sejarah. Kami bahkan belum tiba di abad pencerahan!"

Perjalanan panjang yang begitu  jauh demi mencari surga di Afganistan. Entah kenapa hati terasa hancur. Apakah Tanah air selalu berupa fantasi sempurna dan duka di hadapan realitas?

Cerita dari Arif Khan yang merupakan putra dari Khan sebelumnya, Rahman Qul yang meninggal di Turki. Arif Khan berkunjung ke Pamir. Ia terlihat gemuk beda dengan orang-orang Pamir, Memang Arif Khan bukan bukan Khan yang resmi namun para pengembara masih menghormatinya, terlihat mereka masih membungkukkan dan mencium tangannya saat berjumpa dengan panggilan Khan.

Arif bercerita ketika Ia sampai di Turki dua puluh tahun yang lalu bersama rombongan pengungsi Kirgiz yang diangkut dari Pakistan. Saat itu mereka ditempatkan di daerah panas, tidak ada salju. Kini mereka ditempatkan di rumah-rumah susun yang sempit dan sesak, belum lagi aturan dan hukuman yang berlaku sangat ketat, mereka menginginkan kebebasan yang sempurna seperti di Pamir.

Turki merupakan tempat kami dan kehidupan yang modern dan nyaman disana, namun tradisi kami sudah terlupakan. Kami hanya memakai baju tradisional Kirzig pada kesempatan istimewa. Anak muda bahkan tidak lagi punya rasa apa-apa tentang Pamir yang sesungguhnya tempat asal nenek moyang mereka dan diri mereka sendiri. 

Kerinduan tanah air tercinta, sejak jatuhnya Taliban Arif kembali ke Pamir setiap setahun atau dua tahun sekali. Ia membawa anak-anaknya, serta lima orang Kirzig. :"Hidup di sini menyenangkan pada mulanya, kami bisa berkuda setiap hari, tapi dua bulan itu terlalu lama, Aku ingin pulang, aku rindu basket dan pergi ke disko" kata mereka. 

Kini tempat itu begitu istimewa bagi mereka sebuah gunung lancip merupakan Rahmat Qul, yang diberi nama  sama dengan nama ayahku. Kehidupan di Pamir tidak akan berubah sama sekali sampai kapanpun, Namun disayangkan berapa gunung telah kehilangan saljunya, kekhawatiran mulai timbul akankah gunung-gunung itu akan kehilangan salju semuanya dalam waktu dekat?"

Tanah air itu bagaikan melihat foto-foto lama dari dirimu sendiri. Kita merasa ada di foto itu bukan diri kita sekarang. Tempat-tempat jauh itu mungkin akan mengubah jiwa kita, tetapi tentu mereka telah mengubah caramu melihat segala.

"Tanah air itu bukanlah tempat. Dia ada di sini yaitu di dada." Pamir bukan tempat yang baik sama sekali, tetapi disinilah aku dilahirkan dan di besarkan, Aku tahu setiap lekuk dari gunung-gunung ini, setiap kelokan sungainya, setiap lembar rumputnya, semua hangat di hatiku" ucap Arif.

Kisah dalam buku Jalan Panjang Untuk Pulang Karya Agustinus Wibowo, ISBN: 9786020647579, Penerbit Gramedia Pustaka Group, January 2021, Jumlah halaman 464, Berat 400 gram, Dimensi 50 x 120mm, Kategori Filsafat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun