Nama    : Nur Ghusaain
Dosen    : H. Amin Awal Amirudin, S.Psi, S,Sy, M,Si
Prodi     : Ekonomi Syariah
Tanggal  : 05, Mei 2020
Nim      :1901290175
Mata Kuliah   : Lembaga Keuangan
Leasing atau sering disingkat SGU adalah kegiatan pembiayaan dengan menyediakan barang modal baik dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Kegiatan leasing merupakan pembiayaan alternatif non bank memiliki sejarah yang cukup panjang, yaitu sekitar 2000 tahun SM. Pada tahun 1284, di Inggris, usaha leasing diatur dalam sebuah undang-undang (common law) dan pada tahun 1800an mulai terjadi peningkatan jenis barang yang dapat dijadikan sebagai objek leasing.
Pada tahun 1700-an di Amerika juga telah terjadi kegiatan leasing. Di Amerika, leasing berkembang secara pesat melalui pembangunan jaringan rel kereta api di sebagian besar wilayah. Lalu pada tahun 1900-an mulai dibuka pembiayaan jangka pendek dan di akhir kontrak objek leasing dikembalikan kepada perusahaan leasing yang bersangkutan.Setelah tahun 1950-an kegiatan leasing meluas dan tersebar ke berbagai negara dengan pesat.
Sedangkan leasing di Indonesia sendiri di kenal sejak tahun 1974, Kelahirannya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Perdagangan No. 122/MK/IV/2/74, No. 32/M/SK/2/74, No. 30/Kpb/I/74 tentang perizinan usaha leasing. Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT. Pembangunan Armada Niaga Nasional. Kemudian melalui Keputusan Presiden No. 61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK. Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1998, pemerintah membuka luas lagi bagi bisnis pembiayaan sehingga perusahaan leasing semakin bertambah jumlahnya yang ditandai dengan bertambahnya volume transaksinya.
Jadi di Indonesia sendiri industri pembiayaan (multi finance) sesungguhnya belumlah terlalu lama, terutama bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Industry ini mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. Kelahirannya didasarkan pada surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri sebagaimana yang penulis sebutkan di atas tadi.
Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus merangkak. Jika sebelumnya hanya terfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan multi finance kian dikenal pelaku usaha nasional.
Ada beberapa hal menarik jika kita mencermati konsentrasi dan perkembangan perusahaan leasing. Pada era 1989, misalnya industri ini di Indonesia cenderung berupaya memperbesar aset. perburuan aset tersebut di antaranya disebabkan tantangan perekonomian menuntut mereka tampil lebih besar, sehat dan kuat. Perusahaan yang tidak beranjak dari skala semula, tampak terguncang-guncang dana akhirnya tutup total.
Dengan aset dan skala usaha yang besar, muncul anggapan perusahaan lebih andal dibandingkan yang lain. Bagi yang kapasitasnya memang terbatas, mereka berupaya agar tetap tampil megah dan gagah. Maka, dimulailah saling lirik dan penjajakan di antara sesamanya. Skenario selanjutnya, banyak perusahaan leasing yang melakukan penggabungan menjadi satu grup. Tampaknya, langkah ini membuahkan hasil positif. Selain modal dan aset menggelembung, kredibilitas dan penguasaan pasar pun ikut terdongkrak. Namun gairah menggelembungkan aset tersebut berangsur-angsur mulai pudar. Karena pada tahun berikutnya (1990), industri leasing mulai kembali pada prinsip dasar ekonomi.
Berubahnya orientasi ini dipicu oleh kian sengitnya persaingan di industri leasing. Akibatnya, kehati-hatian menjadi agak terabaikan. Indikasinya, persyaratan untuk memeroleh sewa guna usaha menjadi semakin longgar. Sedangkan di Bengkulu orang bisa mendapatkan sewa guna usaha hanya dengan menyerahkan selembar kartu tanda penduduk (KTP).
Dari sisi permodalan, tight money policy (TMP) membuat perusahaan multi finance, Aliran dana menjadi seret. Kalaupun ada, harganya tinggi sekali. Itulah sebabnya banyak di antara mereka yang menggabungkan usahanya. Dengan bergabung, mereka lebih mudah dalam memeroleh kredit, termasuk dari luar negeri.
Organisasi ini punya nama lain, seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 Anggaran dasar (AD)-nya, yaitu Asosiasi Lembaga Pembiayaan Indonesia (APLI). Tetapi agaknya nama yang pertama lebih dikenal para pelakunya dan masyarakat luas. ALI didirikan sebagai satu-satunya wadah komunikasi bagi perusahaan-perusahaan pembiayaan. Di sini mereka secara bersamasama membicarakan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. ALI juga hadir untuk memperjuangkan kepentingan anggotanya kepada pemerintah. Di sisi lain, organisasi ini juga bermaksud menjadi jembatan untuk meneruskan keinginan dan bimbingan pemerintah kepada para anggota.
Tujuan didirikannya ALI. Paling tidak, pasal 6 AD-AR-nya menyebutkan lima tujuan utama organisasi ini. Di antaranya memajukan dan mengembangkan peranan lembaga pembiayaan di Indonesia serta memberikan sumbangsih bagi kemajuan perekonomian nasional. Organisasi ini di dalam perjalananya ALI mengalami pasang naik dan pasang surut. Para pengurus yang silih-berganti berupaya memberikan yang terbaik guna pemecahan, kemajuan dan perkembangannya. Sejak didirikan, tercatat sudah 12 kali terjadi pergantian kepengurusan. Sebetulnya, periodisasi kepengurusan ditetapkan tiap dua tahun. Pada tanggal 20 Juli 2000 telah diambil keputusan untuk mengubah ALI menjadi Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
Keputusan ini sejalan dengan keberadaan usaha para anggota sebagai perusahaan pembiayaan yang dapat melakukan aktivitas usaha: sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), pembiayaan konsumen (consumer finance) dan kartu kredit (credit card). Dalam perkembangannya, pada tanggal 21 Desember 2000 Asosiasi Factoring Indonesia (AFI) juga telah bergabung ke dalam APPI. Sesuai dengan tujuan awal, APPI bersama pemerintah terus berupaya memberikan andil dan peran lebih berarti dalam peningkatan perekonomian nasional khususnya pada sektor usaha jasa pembiayaan.
Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata "lease" yang berarti sewa-menyewa. Pada dasarnya leasing merupakan suatu bentuk derivatif dari sewa menyewa yang kemudian berkembang dalam bentuk khusus serta mengalami perubahan fungsi menjadi salah satu jenis pembiayaan.
Dalam Pasal 1 huruf a SK. Menkeu RI No. 1169/ KMK.01/1991 tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing) disebutkan bahwa pengertian leasing adalah suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak guna opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lesse selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Menurut Pasal 1 huruf b SK. Menkeu RI No. 1169/KMK 01/1991, yang dimaksud dengan barang modal adalah setiap aktiva tetap yang berwujud termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan.
Jangka waktu leasing ditetapkan dalam tiga kategori, yaitu: 1) jangka singkat, minimal 2 (dua) tahun berlaku bagi barang modal golongan I, 2) jangka menengah, minimal 3 (tiga) tahun yang berlaku bagi barang modal golongan II dan III, dan 3), jangka panjang, minimal 7 (tujuh) tahun berlaku bagi barang modal golongan bangunan.
Secara umum leasing dibagi menjadi dua jenis, kedua jenis ini adalah yang umum digunakan dalam praktik bisnis leasing di Indonesia. Finance lease merupakan perusahaan leasing hanya bertindak sebagai suatu lembaga keuangan saja. Lessee yang akan membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis serta spesifikasi barang tersebut.
Lessee juga mengadakan negosiasi langsung dengan supplier mengenai harga, sedangkan lessor hanya berkepentingan mengenai kepemilikan barang tersebut secara hukum. Pada akhir masa leasing, lessee mempunyai hak opsi, yaitu hak pilih untuk membeli barang yang menjadi objek leasing. Sedangkan operating lease setelah masa leasing berakhir lessor akan merundingkan kemungkinan dilakukannya kontrak leasing yang baru dengan lessee yang lama, atau mencari calon leasee yang baru.
* Â Â TANGGAPAN
Keberadaan leasing memang menjadi sebuah buah simalakama bagi masyarakat kecil, namun hal tersebut bukan salah satu alasan saya dengan tidak menjelekan leasing di tulisan ini. Akan tetapi saya inign meluruskan dengan persepsi mengenai sejumah pihak mengenai citra leasing di masyarakat. Untuk itu, saya ingin mengungkit sedikit sejarah mengenai mereka. Berdasarkan sejarahnya leasing sudah dikenal sejak tahun 5000 SM oleh bangsa Sumeria. Di mana pada zaman tersebut transaksi leasing meliputi: pertanian, hak penggunaan tanah dan air, serta hewan ternak seperti Lembu.
Pada sekitar tahun 400 SM, bangsa Nippur (sebelah tenggara Babylonia) mengembangkan lembaga perbankan dan leasing, di mana pada tahun tersebut usaha leasing-nya meliputi tanah, alat-alat pertanian dan pemberian pinjaman. Kemudian pada tahun 1850 leasing diperkenankan secara modern oleh T. M. Tom Clark dari Amerika. Pada saat itu ia menampilkan system leasing untuk perusahaannya yang bergerak dalam bidang kereta api.
Pada tahun 1952 di San Frasisco leasing mulai di adopsi oleh perusahaan penghasil barang. Berdasarkan paparan sejarah mengenai leasing terlihat, ada pergeseran di mana dahulu metode leasing di pergunakan untuk bidang jasa dan pinjaman modal namun di era modern leasing kemudain diadopsi oleh berberapa perusahaan penghasil barang.
Keadaan negara kita saat ini tidak memungkinkan untuk diterapkan yang juga jika dilihat dari segi ekonomi masyarakat saat ini mereka yang mengeluarkan keadaan ekonominya mulai dari hal kecil sajalah seperti makan untuk makan saja mereka agak kesusahan dikarenakan sekarang pemerintah menerapkan sistem lockdown tapi tidak sedikit di diantara mereka yang mengabaikan hal tersebut mungkin menurut pemikiran mereka tidak mungkin mereka hanya mengharapkan pemberian dari pemerintahan setidaknya ada pekerjaan kecil yang bisa mereka lakukan untuk menambah biaya hidup mereka untuk itu saja dari segi makanan mereka anggap susah and you thank sana-sini apalagi sampai hal-hal yang besar seperti kegiatan di atas tadi yang membuat mereka yang mau untuk mendapatkan keinginan yang mereka capai seperti perkreditan mobil bagi yang bekerja sebagai grab dan motor bagi grab motor dan lain sebagainya kebanyakan mereka ini mempunyai keinginan yang besar tapi tidak dalam keadaan yang memungkinkan jadi untuk itu menurut saya masyarakat plus adam diri akan keadaan yang berada saat ini dan untuk kemaslahatan bersama lagi masyarakat maupun pemerintah.
* Â Â KRITIKÂ
Kebutuhan akan dana bagi seseorang merupakan hal yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari .
Lembaga bank,ternyata tidak cukup ampuh untuk menanggulangi berbagai keperluan dana bagi masyarakat. Kemudian dicarilah bentuk- bentuk penyandang dana untuk membantu penyaluran dana, salah satunya adalah Lembaga non Bank (Perusahaan Pembiayaan). Lembaga bank,ternyata tidak cukup ampuh untuk menanggulangi berbagai keperluan dana bagi masyarakat. Kemudian dicarilah bentuk-bentuk penyandang dana untuk membantu penyaluran dana, salah satunya adalah Lembaga non Bank (Perusahaan Pembiayaan).
* Â Â SARAN
- Sebaiknya perusahaan (Lessor) menggunakan metode pembayaran di muka (payment in-advance) karena pengembalian pokok atas pembelian barang modal akan lebih cepat sehingga kondisi keuangan perusahaan akan lebih cepat pulih.
- Selain itu, hendaknya perusahaan/ Lessor menyeragamkan metode pembayaran yang diberikan kepada Lessee. Hal ini guna menghemat waktu pencatatan dan tentunya mengurangi kerumitan perhitungan.
* Â Â Â SANGGAHAN
Bagi mereka yang takut dengan kredit, yang jelas akan segera menutup pinjaman yang ada, takut nanti tiap hari ditagih, tetangga tahu dan malu bila banyak yang paham bahwa dirinya itu hutang atas pinjaman uang di leasing.
Namun bagi para pebisnis tentunya pinjam kredit di leasing bisa menguntungkan, karena motor atau mobil yang dibeli itu digunakan untuk usaha seperti untuk gojek atau untuk ojeg online, kalau mobil untuk direntalkan atau buat ojeg mobil onlinr. Tapi kalau hanya untuk kebutuhan keluarga saja, maka hemat penulis lebih baik beli baru dan tidak pinjam di leasing.
* Â Â MASUKAN
Bagi mereka yang takut dengan kredit, yang jelas akan segera menutup pinjaman yang ada, takut nanti tiap hari ditagih, tetangga tahu dan malu bila banyak yang paham bahwa dirinya itu hutang atas pinjaman uang di leasing.
Namun bagi para pebisnis tentunya pinjam kredit di leasing bisa menguntungkan, karena motor atau mobil yang dibeli itu digunakan untuk usaha seperti untuk gojek atau untuk ojeg online, kalau mobil untuk direntalkan atau buat ojeg mobil onlinr. Tapi kalau hanya untuk kebutuhan keluarga saja, maka hemat penulis lebih baik beli baru dan tidak pinjam di leasing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H