Menemui kenyataan pandemi corona yang belum beranjak pergi, tampaknya cukup membosankan. Pekerjaan yang dahulu dianggap efektif diselesaikan dengan konsentrasi penuh di kantor, saat ini sebaiknya dilaksanakan dari rumah. Jika tak penting-penting amat, usahakan tinggal di rumah, demikin nasehat bijak yang marak beredar belakangan ini. Â
Bagi sebagian orang memang cukup sulit, terutama mereka yang berprofesi di bidang jasa pengantaran ataupun yang mendapat upah harian. Jika tak bekerja, kita makan apa?Â
Argumen-argumen sederhana namun asasi tersebut menjadi alasan yang kuat untuk tetap berjibaku di luar rumah. Ya, kita tak bisa lagi melarangnya apalagi menghakimi pilihan untuk tetap beraktifitas di luar rumah.Â
Kita hanya patut mengingatkan dan mendoakan, mereka yang terpaksa ataupun memilih bekerja dari luar rumah agar tetap mematuhi protokol kesehatan dan dilindungi oleh Tuhan.
WFH dan SFH
Keteteran saat sebagian besar pekerjaan kantor harus dikerjakan di rumah adalah hal yang juga menimpa saya. Meskipun secara teori bagian otak yaitu corpus colossum perempuan umumnya lebih tebal dan menyebabkan mereka mampu multitasking, namun saya merasakan tetap saja saya adalah orang yang harus fokus menyelesaikan satu demi satu pekerjaan.Â
Seseringnya cara bekerja saya agak detail dan runut (untuk tak mengatakan komprehensif...hehehe), sehingga hal-hal kecil apapun itu saya bereskan, tertibkan kemudian fokus menyelesaikan.Â
Bukankah demikian firman Allah SWT yang artinya "maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain" (as-syarh ;5).Â
Belum lagi potensi menurunnya poin kecerdasan khususnya intelegensi jika teramat sering multitasking, menjadikan kenyataan bekerja dari rumah atau WFH adalah tantangan tersendiri.
Pandemi seolah tak memberikan kita ruang untuk bernegosiasi dengan keadaan di luar. Namun sedapat mungkin saya mendampingi proses pembelajaran anak-anak dari rumah selama kurang lebih tiga bulan kemarin.Â
Banyak sekali perubahan yang mau tak mau harus diadaptasi. Beberapa aspek keteraturan rumah tangga mengalami gangguan, dan harus segera direset. Termasuk menangani proses belajar dari rumah yang juga menuntut pengawasan optimal  dari orangtua.