Mohon tunggu...
Andi Nur Fitri
Andi Nur Fitri Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan swasta

Ibu dua orang anak, bekerja di sekretariat Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia Komisariat Wilayah VI (APEKSI Komwil VI)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak-anak Pemenang Kehidupan

31 Maret 2019   11:07 Diperbarui: 31 Maret 2019   11:21 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 21 Mei 2017, Putriku Nayla Hasanah, akrab disapa Nayla menyelesaikan sekolah taman kanak-kanak. Sejak lahir Nayla adalah seorang anak berkebutuhan khusus (ABK) type Mild Down Syndrome dalam bahasa medisnya. Dengan keadaanya seperti itu, ia mengalami retardasi mental skala ringan.

Nayla lulus dari TK dua tahun lalu dengan predikat peduli sosial. Sebuah predikat kelulusan yang baru kali itu saya dengarkan. Di zaman dahulu, jarang sekali bahkan tidak ada predikat kelulusan demikian. 

Saat itu kelulusan murid sangat ditentukan dengan perolehan nilai, sebut saja rengking satu dan seterusnya, Nilai Ebtanas Murni (NEM), atau serupanya. Tidak ada variabel kualitas.

Sebagai orang tua ABK, persoalan pendidikan anak-anak menjadi kekhawatiran tersendiri. Pengalaman saya ketika akan menyekolahkan Nayla di tingkat Sekolah Dasar memang terjadi demikian. Ada beberapa sekolah yang menolak saya mendaftarkan Nayla untuk mendapatkan hak pendidikan dengan berbagai alasan. 

Ada pihak sekolah yang menyatakan belum ada pengalaman mendidik ABK, sulit dididik, bahkan sampai dengan tegas menolak ABK bersekolah di tempat tersebut. 

Sejujurnya ada perasaan sedih yang berkelindan saat itu, menerima kenyataan bahwa sistem pendidikan masih meminggirkan ABK, padahal jarak sekolah dengan rumah tempat tinggal kami cukup dekat.

Perjalanan mencari sekolah untuk Nayla kemudian saya lanjutkan sembari mencari-cari informasi dimana sekolah yang memberikan kesempatan bagi para ABK. Akhirnya saya mendapatkannya dan hingga saat ini ia masih bersekolah di tempat tersebut. Bagi saya, adalah sebuah keputusan berani, ketika sebuah sekolah melegitimasi dirinya sebagai sekolah inklusi beberapa tahun lalu.

Pendidikan Sebagai Hak

UUD tahun 1945 menyatakan pada pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kata 'setiap' mengindikasikan bahwa individu-individu yang berstatus warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan. 

Hal ini menyiratkan kewajiban negara menyediakan kesempatan, sarana dan prasarana pendidikan, tak terkecuali bagi mereka yang berkebutuhan khusus, tanpa memandang sekat agama, ras, warna kulit, dan jenis kelamin.

Pemerintah sebenarnya sudah memberikan jaminan pendidikan bagi semua warga negara melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Permendiknas no 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inkulusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

UU no 20 tahun 2009 adalah respon Pemerintah terhadap persoalan pendidikan yang adil dan setara. Setidaknya ada beberapa alasan mengapa Pemerintah mewajibkan semua sekolah, baik negeri maupun swasta untuk menerima para ABK. 

Bagi mereka yang berkebutuhan khusus dapat berbaur langsung dengan non ABK lainnya, mengembangkan sosialisasi mereka, menumbuhkan kepercayaan diri, juga melatih komunikasi mereka secara lebih tepat.

Bagi mereka yang tidak berkebutuhan khusus, tentu saja  dapat melatih mengembangkan perasaan empati, menumbuhkan sikap saling menghormati dalam perbedaan, meningkatkan proteksi dalam berteman dan berkawan, serta mensyukuri semua situasi dan kondisi masing-masing. 

Dalam al-Quran surah at-Tiin (95); 4, Allah SWT menyebutkan bahwa Laqad khalaqna al-insaana fii ahsani taqwiim. Kami telah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya bentuk, ayat ini memberikan pengertian bahwa dengan segala keagungan-Nya tidak ada yang tidak sempurna dalam ciptaan Tuhan. Semua manusia adalah kreasi terbaik dari Allah SWT. 

Begitu pula mereka yang berstatus berkebutuhan khusus. Kita hanya perlu mengubah cara pandang, mempelajari lebih jauh serta memberikan ruang yang sama luasnya untuk mengembangkan potensi masing-masing.

Nah, dalam mengembangkan potensi itulah, saya bukan memandang kecil persoalan nilai-nilai, tetapi jauh lebih penting untuk mengembangkan karakter pribadi mereka dengan menggandeng potensi terbaik anak-anak kita. Karena ke depan, tantangan kehidupan menjadi semakin kompleks dan dinamis. 

Orang tua, para guru, dan sistem pendidikan sebaiknya telah mengintegrasikan karakter-karakter kemandirian, percaya diri, toleransi, peduli sosial, sebagai nilai yang harus ditanamkan sejak dini.

Memberi Ruang

Beragam tipe berkebutuhan khusus anak-anak kita adalah anugrah dari Allah SWT. Betapa dari keadaan tersebut, kita dituntut untuk belajar mengembangkan potensi unik mereka. Inilah yang terjadi pada Nayla ketika mengikuti lomba-lomba.

Setiap tanggal 21 Maret diperingati sebagai hari Down Syndrome sedunia. Nayla mengikuti lomba mewarnai untuk memeriahkan hari tersebut di tahun ini. Di sebuah lapangan besar telah duduk anak-anak, dengan berbagai tipe berkebutuhakn khusus yang ikut lomba mewarnai. 

Setelah membuka meja lipatnya dan menyiapkan crayon yang telah dibawanya dari rumah, ia pun duduk tenang mewarnai. Di tengah situasi yang sangat bising dan ramai, beberapa kali ia tampak terganggu. Namun saya dan gurunya selalu memberinya semangat dan peringatan untuk tetap fokus. 

Mengingat panggung yang begitu sesak karena anak-anak peserta lomba didampingi oleh masing-masing keluarga dan guru. Saya pun mengambil sikap pasif, tak terlalu banyak mengarahkan, kecuali untuk menjaga dia tetap konsentrasi.

Di tengah kerumunan peserta dan pendamping di atas panggung, saya sempat melihat bagaimana guru pendamping Nayla mencoba memberinya instruksi, namun dengan tegas ia menolaknya. Tangan ibu guru itu ditepisnya, dan saya pun hanya tersenyum kecil. Bahkan ketika waktu mewarnai sudah hampir selesai, ia tetap tak ingin mengumpulkan karyanya karena masih ada ruang kertas yang akan dia warnai. Peringatan panitia pun sempat tak dihiraukannya.

Sedari tadi saya hanya lebih banyak berdiri memperhatikan Nayla beraktifitas. Saya sadar, bahwa mungkin disinilah ia menunjukkan karakternya. Meskipun ia berkebutuhan khusus, ia tetap ingin mandiri. Ia menolak dibantu mewarnai, bahkan menentukan warna apa yang akan dipakainya. 

Setiap hari sekolah, ia lebih banyak menolak dibantu memakai baju seragam, memakai kaos kaki hingga bersepatu sendiri. Meskipun kadang-kadang kami telat sampai di sekolah, karena harus menunggunya. Tapi itu semua adalah proses yang sangat berharga menurutku.

Kebiasaan menghargai kemandiriannya akan saya kembangkan, sehingga suatu waktu ia betul-betul paham, bahwa semua proses tersebutlah yang membuatnya tumbuh dewasa. 

Cerita ini akan simpan dan tentunya dibagikan kepada anda semua, jika ada yang bermanfaat silahkan dipetik hikmahnya. Biarkan anak-anak berkebutuhan khusus kita mengukir hidup mereka, menghadirkan fitrah mereka secara mandiri, dan menggapai cita-cita mereka dengan gemilang.

Nayla....berproseslah, bertumbuhlah, berprestasilah, namun tetaplah rendah hati. Jadilah bagian dari anak-anak yang menang dalam kehidupan ini.    I Love you Nak!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun