Mohon tunggu...
Nurfifah 111
Nurfifah 111 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Ilmu Komunikasi UMY yang menggemari bidang penyiaran dan suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penindasan Bukan Sebuah Candaan

6 Januari 2024   22:03 Diperbarui: 6 Januari 2024   22:08 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penindasan atau bullying adalah sebuah perilaku tidak menyenangkan yang dilakukan seseorang atau kelompok baik secara verbal, non verbal, fisik atau non fisik dengan tujuan untuk menyakiti yang membuat seseorang merasa tidak nyaman atau tertekan. Menurut Rigby dalam Astuti (2008 :3) Bullying adalah sebuah hasrat atau keinginan untuk menyakiti yang di tunjukan dengan aksi yang dilakukan oleh sendiri atau kelompok yang lebih kuat dan tidak memiliki rasa tanggung jawab yang menyebabkan seseorang itu menderita. Perilaku ini biasanya dilakukan berulang kali dan tanpa ada rasa bersalah saat melakukannya. Pemerintah sudah membuat kebijakan dan sanksi pada pelaku penindasan atau kekerasan terhadap anak dan sanksi bagi yang melanggar seperti yang tertera pada UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan. Namun bagaimana jika yang melakukan penindasan adalah anak yang masih di bawah umur yang belum terkena hukum dan terjadi di lingkungan sekolah ?. Fenomena penindasan ini marak diperbincangkan bahkan oleh jajaran pendidikan. Pasalnya masih banyak tindak kekerasan yang terjadi dilingkungan sekolah yang kemudian menjadi dinamika serius hingga saat ini. Sekolah yang harusnya menjadi tempat di mana peserta didiknya mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang banyak serta membentuk karakter yang baik agar dapat tumbuh dengan optimal. Namun kenyataannya masih banyak kasus yang mencoreng citra baik sekolah salah satunya adalah kasus penindasan baik di lakukan oleh teman sebaya atau senior di sekolah. Untuk menanggulangi kasus ini pemerintah juga membuat aturan dalam Permendikbud No. 82 tahun2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan disekolah.

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama tahun 2016 -- 2020 sudah ada 480 kasus penindasan anak di sekolah. Sedangkan yang terbaru menurut Kemendikbudristek mencatat bahwa ada 127 kasus kekerasan disekolah yang di tangani dari 2021 -- 2023 dan kasus yang terbanyak adalah penindasan. Seperti pada penelitian yang dilakukan Aulia pada tahun 2020 di SMP Negeri 1 Polongbangkeng yang menyebutkan bahwa terdapat kasus penindasan yang dilakukan oleh NM salah satu siswa di sana kepada teman kelasnya. Tindak penindasan yang dilakukan berupa kekerasan verbal seperti mengejek, menghina atau memberi julukan jelek terhadap temannya. Salah satu faktor yang menyebabkan siswa itu melakukan penindasan karena dirinya merasa memiliki kuasa dan di takuti di kelasnya, selain itu faktor lingkungan NM yang dikelilingi oleh teman-teman yang nakal membuat NM memiliki keberanian untuk menindas. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa penindasan di sekolah sangat mungkin terjadi dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut, bisa dari kurangnya pengawasan yang ketat atau kurangnya pengetahuan dan literasi kepada siswa tentang bullying, terkadang lingkungan juga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter siswa oleh karena itu perlu adanya sosialisasi dan kerja sama antara pihak sekolah masyarakat dan orang tua agar dapat menciptakan lingkungan yang baik bagi anak-anak. 

Bullying yang terjadi pada anak dapat mengakibatkan depresi, trauma, kecemasan bahkan sampai rasa ingin bunuh diri ketika nanti sudah dewasa. Mereka juga mengalami permasalahan seperti susah bersosialisasi, mulai mengasingkan diri dan merasa tidak percaya dengan dirinya sendiri. Demikian, bullying dapat berdampak pada rendahnya tingkat hubungan sosial korban, kesehatan mental dan fisik, dan persoalan ekonomi (Purwaningsih & Mega, 2017). Yang harus kita perhatikan dalam tindak penindasan adalah pelaku, korban dan saksi, biasanya akibat dari adanya tindak kekerasan di sekolah dapat berdapmpak kepada mereka. Yang pertama dampak pada pelaku, jika tidak di tindak lebih tegas pelaku akan merasa bahwa yang dia lakukan tidak akan berdampak buruk untuknya dan memungkinkan dia akan melakukannya di kemudian hari jika di teruskan hingga dewasa dia akan memiliki potensi menjadi pelaku kriminal yang melanggar norma. Kedua adalah dampak terhadap saksi, mereka akan memiliki rasa tidak tenang dan tertekan karena takut akan menjadi korban kekerasan selanjutnya, menjadi kurang fokus saat belajar dan membuat prestasinya turun dikelas. Terakhir adalah dampak terhadap korban, dia akan mengalami gangguan mental seperti trauma, insecure, tidak percaya diri dan takut untuk bersosialisasi, korban akan merasa takut untuk bersekolah dan mengasingkan diri hingga yang paling parah adalah munculnya keinginan untuk bunuh diri.

Ariefa mengungkapkan dalam tulisannya bahwa tindakan bullying ada kaitannya dengan sosiologi yang kemudian dipetakan menjadi tiga yaitu pendekatan determinisme struktur, yang beranggapan bahwa penindasan dapat terjadi karna struktur sosial yang lemah di mana nilai -- nilai sosial dimasyarakat melonggar, dari kondisi ini maka solusi yang tepat adalah dengan mendisiplinkan siswa, memberikan sanksi bagi pelaku kekerasan dan meningkatkan pengawasan dilingkungan sekolah. Selanjutnya adalah pendekatan determinisme agen, yang memposisikan pelaku bullying sebagai aktor yang menjadi dalang permasalahan, biasanya mereka melakukan penindasan karena merasa berkuasa dalam lingkungan tersebut, solusi yang harus dilakukan adalah dengan memberikan pendekatan khusus dengan pelaku. Yang terakhir adalah pendekatan kontinumitas agen dan struktur yang mengatakan bahwa kasus bullying di sekolah didasari oleh struktur lingkungan yang lemah dan didukung oleh pelaku yang merasa berkuasa, hal ini yang menyebabkan siklus penindasan disekolah susah untuk dihentikan. Dari beberapa pendekatan di atas kita bisa menganalisis apakah terdapat kesalahan pada struktur, agen atau keduanya, jika kita sudah mengetahui salahnya di mana maka mudah juga bagi para guru sebagai tenaga pengajar disekolah untuk memperbaiki keadaan dan membuat lingkungan sekolah lebih aman dan nyaman bagi para siswa untuk belajar.

Namun alangkah lebih baiknya sekolah harus memiliki upaya untuk mencegah serata mengatasi penindasan disekolah seperti dengan menciptakan lingkungan dan budaya yang positif di sekolah, membuat lingkungan sekolah lebih aman bagi anak-anak untuk belajar serta selalu berikan pengetahuan tentang bullying agar siswa paham bahwa hal seperti itu tidak boleh dilakukan. Bekerja sama dengan orang tua dan lingkungan untuk memberikan atmosfer yang baik bagi anak -- anak tidak hanya di sekolah tapi juga di masyarakat dan di rumah. Menurut Ratiyono dalam Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi oleh Ayu (Rachma, 2022) mengemukakan bahwa ada dua strategi dalam mengatasi penindasan yang pertama adalah strategi umum dengan menciptakan lingkungan yang positif dan yang kedua adalah strategi khusus yaitu dengan mengidentifikasi faktor internal yang menjadi penyebab penindasan. Berbagai cara untuk mencegah penindasan di sekolah bisa saja diterapkan, namun apalah arti semua itu jika tidak ada dukungan dan kerja sama dari pihak orang tua dan masyarakat, karena bagaimana pun anak-anak akan menghabiskan waktu mereka tidak hanya disekolah tapi juga di rumah. Oleh karena itu peran orang tua juga penting untuk mengawasi dan memberi contoh yang baik bagi anak-anaknya agar tidak menjadi pelaku kekerasan disekolah. Jika di sekolah, di masyarakat dan di rumah sudah mengajarkan hal positif makan akan tercipta anak-anak yang baik.

References

Ali, A. C. (2020). Fenomena Bullying Siswa Dan Upaya Penanganannya . Bimbingan Konseling Universitas Negri Makassar, 2.

Derma, P. E. (2022). Kasus Bullying di Lingkungan Sekolah: Dampak Serta Penanganannya. Penelitian, Pemikiran, dan Pengabdian, 1-4.

Efianingrum, A. (2018). MEMBACA REALITAS BULLYING DI SEKOLAH : TINJAUAN MULTIPERSPEKTIF SOSIOLOGI. Dimensi, 10-11.

Heli Tafiati, M. A. (2021). Stop Perundungan / Bullying Yuk! jakarta: Direktorat Sekolah Dasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun