Bukti adanya polarisasi ialah pada tingginya nilai sentimen di ruang publik. Salah satunya ada di internet. Alhasil, media sosial makin diwarnai dengan berita bohong (Hoax), saling nyinyir diantara parpol peserta Pemilu. Sehingga ketika ada ide kebijakan baru justru dibenturkan oleh lawannya dengan mengatasnamakan kepentingan politik.
Akibatnya, masyarakat bukannya bertambah cerdas melihat suatu gejala sosial. Alih-alih memberikan kritik membangun hingga saran solutif, kini malah diisi dengan sentimen dan nyinyiran.
Adanya pergeseran fungsi di ruang publik. Fungsi ruang publik, yang semestinya menjadi media atau wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat, atau pandangan politiknya mengalami pergeseran menjadi wadah untuk mengeluarkan sikap sentimen mereka. Instrumen bergesernya ruang publik ialah adanya framing informasi melalui opini partisan di media digital, terutama peran pendukung fanatik kelompok tertentu.
Keadaan Pemilu saat ini cenderung ekstrem, menjelang Pilpres 2019, framing informasi justru ramai-ramai dilakukan oleh semua partisipan. Gak mau kalah, istilahnya. Baik pendukung Paslon Nomor Satu (Jokowi-Amin) maupun Paslon Nomor Dua (Prabowo-Sandi). Dari yang seharusnya perbedaan pilihan mengembangkan diskusi politik yang rasional, apapun topik perbincangannya, kini yang didapat hanyalah sentimen belaka dan sikap saling menjatuhkan.
Hal tersebut tentunya berpengaruh pada timbulnya sikap sentimen dari mereka yang dikatakan Milenial. Mereka jenuh melihat situasi politik saat ini, sehingga dapat menimbulkan pesimisme dari para Milenial untuk ikut serta menjadi bagian dari Pemilih Cerdas.
Kejenuhan tersebut bukan tanpa alasan, karena yang mereka perhatian di hampir semua kanal media membahas tentang sikap saling sentimen antar pendukung paslon. Seakan-akan mereka tidak pernah menampilkan sikap dewasa dan saling menghargai atas prestasi-prestasi lawan politiknya.
Namun, perlu disadari bersama bahwa generasi Milenial dianggap menjadi penentu kesuksesan pesta demokrasi terbesar di Republik ini.
Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora, Asrorun Niam Soleh di Hotel Maxe One, Jakarta, Selasa (16/04/19) menegaskan bahwapemilu merupakan rutinitas lima tahun sekali dan harus disambut dengan penuh kegembiraan sekaligus untuk memperkuat persaudaraan meski beda pilihan. (@okezonecom)
Golput bukanlah solusi terbaik dalam Demokrasi kita. Dengan kita melakukan Golput berarti membuat arah demokrasi kita mundur dan tertinggal.
Pada pemilu legislatif kali ini, terdapat 575 orang anggota yang akan dipilih dari 16 partai peserta pemilu,sedangkan jumlag total Caleg yang bersaing sebanyak 245.000 orang yang memperebutkan sekitar 20.500 kursi yang ada di 34 Provinsi dan sekitar 500 Kabupaten/Kota.
Ketika kita melakukan Golput, maka jangan marah ketika kelak suara kita tidak diakomodir oleh pemangku kebijakan. Jangan tersinggung ketika nanti banyak pejabat-pejabat yang membuat kebijakan tidak sesuai dengan asas Ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan sosial.