Mohon tunggu...
Nur Fatma Juniarti
Nur Fatma Juniarti Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dua anak yang pernah berkecimpung di dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menteri Susi Telah Menampar Dunia Pendidikan

4 November 2014   12:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:44 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang lulusan SMP menjadi menteri? Bisa apa dia? Bahkan seorang dosen pun mengatakan bahwa lulusan SMP tidak layak menjadi menteri perikanan. Seorang menteri perikanan tidak hanya mengurusi jual beli ikan saja, tetapi juga dituntut untuk mengerti mengenai teknologi kelautan.

Terlalu prematur jika saya katakan bahwa Menteri Susi berhasil. Beliau baru mulai bekerja dan hasilnya belum juga terlihat. Tapi, berdasarkan pengalaman hidupnya, saya berani mengatakan bahwa kehidupannya berhasil. Beliau memulai kehidupannya sebagai pengepul ikan hingga akhirnya sukses memimpin perusahaan perikanan dan penerbangan. Kesuksesan tersebut telah menunjukkan bahwa ia bukan sekedar lulusan SMP biasa tetapi ia orang yang cerdas dan memiliki pemikiran yang out of the box.

Peristiwa hidup Susi membuat saya jadi teringat dengan mantan murid saya. Saat itu ia seharusnya sudah duduk di kelas 1 SMA, namun ketika kelas 2 SMP anak tersebut pernah tinggal kelas. Tidak mengherankan jika anak tersebut pernah tinggal kelas. Dia lebih banyak tidur di kelas. Tatapannya terlihat 'kosong' jika saya mengajar. Banyak hal yang tidak dia pahami mengenai pelajaran yang saya jelaskan. Akhirnya saya bertanya kepadanya kenapa dia seperti itu? Ternyata dia memang tidak pernah belajar di rumah. Waktunya habis digunakan untuk belajar IT dan ia seringkali begadang untuk mempelajarinya.

Saya pun menguji kemampuan IT anak tersebut. Saya ajak ia berdiskusi mengenai segala hal yang berhubungan dengan IT. Hasilnya sangat di luar dugaan. Kemampuan IT-nya jauh melebihi kemampuan anak-anak seumurannya. Berdiskusi IT dengan anak tersebut berjalan dua arah. Saya dibuat terpana hingga saya tidak sadar bahwa saya sedang berdiskusi dengan anak umur 15 tahun. Saya punya keyakinan penuh, seandainya saat itu ia keluar dari sekolah formal, ia tetap bisa sukses menjalani kehidupan.

Banyak orang berpikir bahwa untuk mendapatkan ilmu, orang harus sekolah. Hal ini tidaklah salah. Tapi, banyak orang lupa, bahwa sekolah bukanlah satu-satunya tempat untuk mencari ilmu. Ilmu yang tidak terbatas justru lebih banyak diperoleh dari luar sekolah. Hal ini sudah dibuktikan oleh banyak orang seperti Menteri Susi, Mark Zuckerberg, Bill Gates, Steve Jobs, Michael Dell dan masih banyak lagi. Orang-orang seperti mereka sesungguhnya telah menampar dunia pendidikan. Mereka sukses dengan cara yang unik, yaitu keluar dari sekolah formal.

Bagi orang-orang tertentu seperti mereka, sekolah justru akan mengekang mereka untuk menuntut ilmu. Mereka punya hasrat yang tinggi di suatu bidang, namun sistem persekolahan menuntut mereka untuk mempelajari hal-hal lain yang belum tentu mereka gemari. Sistem ujian yang diterapkan di sekolah juga membatasi mereka dalam menuntut ilmu. Sekolah sering kali mengarahkan mereka untuk mempelajari soal ujian tahun sebelumnya. Kisi-kisi soal pun diberikan menjelang ujian. Jika ingin mempelajari hal di luar kisi-kisi soal, sekolah menganggapnya sebagai hal yang sia-sia. Untuk apa dipelajari, toh tidak akan keluar dalam soal ujian. Secara tidak sadar, dengan cara tersebut sekolah telah membatasi seorang anak dalam menuntut ilmu.

Orang-orang yang berhasrat tinggi dalam suatu bidang, harus difasilitasi. Jika tidak, mereka akan menabrak sistem yang ada. Mereka akan memilih untuk keluar dari sekolah formal. Sekolah bagi mereka merupakan hal yang sangat membosankan dan sia-sia. Dengan keluar dari sekolah formal, mereka bisa belajar tanpa batas.

Menurut saya, selain pendidikan formal, pemerintah harus mengangkat citra pendidikan alternatif. Pemerintah juga harus mengakui keberadaan pendidikan alternatif. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi orang-orang luar biasa yang ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi dari yang diperoleh di bangku sekolah. Mereka bisa keluar dari sekolah formal tanpa harus menjadi orang yang putus sekolah. Melalui pendidikan alternatif, mereka dijamin haknya dalam memperoleh ilmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun