Oleh: Nur Faizatus Sholihah
Mahasiswa PPG Prajabatan Pendidikan Matematika
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
PENDAHULUAN
Dalil peradaban mengungkapkan bahwa tonggak kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kualitas pendidikan yang dimilikinya. Fakta ini memberikan makna bahwa pendidikan merupakan sistem yang berperan penting dalam membantu segala proses perkembangan suatu negara guna mencapai tatanan kehidupan yang dicita-citakan. Pendidikan menjadi salah satu kunci utama dalam mewujudkan cita-cita bangsa, melahirkan kodrat pada diri manusia, serta menumbuhkan benih generasi penerus yang berintelektual dan berkebudayaan luhur. Namun, pada praktiknya, pendidikan saat ini justru menciptakan fenomena yang berbanding terbalik dengan pemaknaannya. Fenomena tersebut dapat dilihat dari banyaknya kasus kriminal yang terjadi di dunia pendidikan belakangan ini.
Pada awal tahun 2023, pendidikan nasional digemparkan oleh beberapa kasus kekerasan yang terjadi di sekolah, baik secara fisik, verbal, hingga merambah pada ranah pelecehan seksual. Salah satu kasus yang marak terjadi akhir-akhir ini adalah kasus kekerasan fisik seperti yang dilakukan oleh oknum kepala sekolah di salah satu sekolah swasta di Kabupaten Gresik. Aksi ini dimulai ketika 15 siswi MTs Nurul Islam membeli jajanan di luar kantin sekolah saat jam istirahat pertama. Hal ini membuat pelaku tak terkendali dan melangsungkan aksi pemukulan di bagian kepala para korban. Tidak hanya itu, pelaku juga memberikan hukuman tambahan kepada korban untuk berdiri dengan satu kaki selama beberapa waktu, sehingga 4 dari 15 siswi diantaranya tersebut pingsan. Motif ini terjadi karena pelaku merasa bahwa aturan yang telah ditetapkan oleh sekolah dapat dengan mudah dilanggar oleh para korban.
Fenomena di atas mencerminkan bahwa tantangan yang dihadapi dalam dunia pendidikan dari zaman ke zaman selalu berada pada tingkatan kronis. Pendidikan yang sejatinya menuntun kodrat manusia dalam mencapai keleluasaan hidup justru menjadi sarana kekerasan yang dapat melunturkan nilai-nilai moril manusia. Realita ini memberikan warna sekaligus dorongan kuat kepada seluruh pelaku pendidikan untuk lebih memaknai hakikat dan nilai-nilai pendidikan yang sudah ada. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan kembali dasar-dasar pemikiran kritis Ki Hajar Dewantara terhadap paradigma pendidikan yang menuntun dan memerdekakan.
DASAR-DASAR PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA
Lensa pendidikan sejak zaman dahulu selalu mencerminkan bahwa manusia yang hidup di muka bumi ini memiliki kemerdekaan dan kebebasan yang sama dalam menjalankan setiap bab kehidupannya. Namun di dalam realitanya, pendidikan sebelum zaman kemerdekaan hanyalah sebuah ilusi bagi rakyat pribumi. Pendidikan pada saat itu semata-mata hanya dianggap sebagai upaya untuk memenuhi kepentingan penjajah, bukan untuk mewujudkan kodrat manusia dalam mencapai kemerdekaan hidup secara adil dan menyeluruh. Tidak hanya itu, adanya diskriminasi terhadap golongan tertentu juga menjadikan pendidikan pada zaman dahulu sebagai pendidikan yang tidak fleksibel dan penuh dengan keterpaksaan.
Fakta ini tentu mendorong para tokoh penting negara seperti Ki Hajar Dewantara untuk mengusung gagasan-gagasan kritisnya terkait pemaknaan pendidikan yang sebenarnya. Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan mengemukakan bahwa pendidikan sejatinya adalah sarana untuk menuntun segala kodrat yang melekat dalam diri manusia guna mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidup yang setinggi-tingginya. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan sejak zaman dahulu adalah sesuatu yang relevan dalam membangun kemerdekaan manusia agar dapat menjalani kehidupan tanpa paksaan dan mencapai kebahagiaan semaksimal mungkin.
NILAI LUHUR BUDAYA DALAM PENDIDIKAN